SNMPTN DAN PEMIHAKAN KEPADA MASYARAKAT MISKIN
Ada yang menarik dari sambutan Mendiknas, Prof. Dr. Mohammad Nuh, DEA, di dalam acara pembukaan atau lounching SNMPTN di Kementerian Pendidikan Nasional, 12/01/2011. Di dalam kesempatan ini Mendiknas menyatakan bahwa SNMPTN diharapkan dapat menjadi sarana untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat miskin untuk memiliki akses di dalam program pendidikan berkualitas.
Sesuai dengan aturan yang berlaku, maka diharapkan bahwa harus ada program seleksi bagi calon mahasiswa baru dengan porsi 60 persen untuk mahasiswa miskin tetapi berprestasi. Oleh karena itu, yang diharapkan agar lembaga pendidikan tinggi harus memberikan kesempatan kepada para calon mahasiswa baru yang berasal dari keluarga miskin. SNMPTN sebagai salah satu instrument untuk penyaringan mahasiswa baru, maka tentunya terikat kepada aturan penyediaan seat bagi mahasiswa baru sebesar 60 persen tersebut.
Menurut Mendiknas, bahwa ada sekurang-kurangnya tiga hal mendasar yang bisa diraih dengan kegiatan SNMPTN. Pertama, yaitu sebagai integrasi vertical, yaitu setiap jenjang ujian akan dapat dijadikan sebagai salah satu instrument untuk memasuki jenjang berikutnya. Misalnya, untuk hasil ujian SD/MI akan dapat dijadikan sebagai salah satu instrument untuk masuk ke jenjang SMP/MTS dan kemudian hasil ujian SMP/MTs akan dijadikan sebagai salah satu instrument untuk memasuki jenjang SMA/MA. Makanya, diharapkan bahwa hasil ujian SMA/MA di kesempatan yang akan datang akan dapat dijadikan sebagai instrument untuk memasuki jenjang pendidikan tinggi.
Kedua, integrasi kewilayahan, artinya bahwa SNMPTN diharapkan akan dapat menjadi sarana untuk mengintegrasikan seluruh wilayah Indonesia. Melalui system yang dikembangkan oleh SNMPTN dengan memberikan kesempatan untuk mendaftar di luar wilayahnya, maka tentunya SNMPTN akan dapat menjadi sarana untuk melakukan integrasi wilayah. Integrasi wilayah ini sangat penting mengingat bahwa Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang bertebaran di seluruh wilayahnya, sehingga melalui SNMPTN akan dapat menjadi medium integrasi wilayah dimaksud.
Ketiga, integrasi social, artinya bahwa SNMPTN akan dapat dijadikan sebagai sarana untuk memberikan akses bagi seluruh masyarakat Indonesia di dalam rangka memperoleh pendidikan berkualitas. Jangan sampai yang bisa mengakses pendidikan adalah orang kaya saja. Akan tetapi yang miskin juga mestilah memperoleh kesempatan mengakses pendidikan.
Praktik selama ini mengajarkan bahwa yang memperoleh kesempatan pendidikan berkualitas hanyalah orang kaya yang memang memiliki kemampuan untuk membayar lebih untuk memperoleh jatah kursi di PTN. Orang kaya juga bisa memasuki program pendidikan melalui jalur beranekaragam. Salah satunya adalah melalui jalur ekstensi di PTN. Jadi dengan memberikan kesempatan yang sama kepada orang miskin untuk memasuki pendidikan maka berarti telah memberikan kesempatan untuk melakukan integrasi social yang kuat.
Jika kita menengok praktik rekruitmen mahasiswa di PTN yang ternama, maka dapat diketahui bahwa program ekstensi, baik melalui jalur PMDK atau lainnya selalu dibanjiri oleh mereka yang dapat dikategorikan sebagai orang kaya. Setiap PTN bisa menyelenggarakan ujian secara bervariasi dengan sumbangan pendidikan yang bervariasi pula.
Bukan hanya sekedar isapan jempol, bahwa untuk memasuki pendidikan kedokteran lewat jalur non SNMPTN/SPMB akan menghabiskan uang dalam jumlah yang banyak. Bahkan bisa ratusan juta rupiah. Masih segar di dalam ingatan kita tentang masuk PTN di Jogyakarta yang sebesar puluhan juta rupiah.
Oleh karena itu melalui pemberian kuota 60 persen bagi masyarakat miskin untuk mengakses PTN, maka berarti bahwa pemerintah telah menunjukkan tindakan pemihakannya bagi masyarakat miskin. Jika ini bisa dilaksanakan maka kita akan mempunyai keyakinan bahwa anak miskin tetapi berprestasi akan dapat mengembangkan potensinya secara maksimal.
Ke depan akan dapat dilihat bahwa anak miskin tetapi berprestasipun bisa berkiprah di dalam membangun negeri ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.