MEMBANGUN PEREKONOMIAN MELALUI SISTEM SYARIAH
Saya kemarin, 08/01/2011, diundang oleh Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Jawa Timur untuk memberikan sekedar taushiyah pada musyawarah kerja MES di Hotel Narita Surabaya. Saya sebenarnya sudah sangat siap untuk member taushiyah pada acara tersebut, apalagi status saya sebagai Dewan Penasehat Masyarakat Ekonomi Syariah Jawa Timur. Bahkan sekedar tulisan sebagai bahan perbincangan juga sudah saya siapkan.
Akan tetapi jam 5 pagi saya diberitahu bahwa Menteri Agama, Suryadharma Ali, akan datang ke Jawa Timur, tepatnya di pesantren Besuk, Pasuruan dan Sidogiri Pasuruan. Jika sudah begitu, maka saya harus membatalkan semua janji sebab saya harus mengantar Pak Menteri untuk kepentingan kunjungan kerja. Termasuk janji saya untuk memberikan taushiyah tersebut.
Sebagai ganti ketidakhadiran saya tersebut, maka saya tuliskan catatan ringan tentang sumbangan pikiran tentang ekonomi syariahdi dalam kolom ini. Saya merasakan penting untuk menulis tentang ekonomi syariah meskipun hanya kolom kecil juga mengingat bahwa saya sering dimintai komentar atau menguji disertasi tentang ekonomi syariah meskipun dari sudut manejerialnya.
Tujuan didirikannya syariah Islam, sesungguhnya adalah untuk menjaga lima hal yang sangat mendasar di dalam kehidupan ini, yaitu: pertama, hifdz al din (penjagaan atas agama). Di dalam hal ini syariah diturunkan halikatnya adalah untuk mengatur tentang bagaimana manusia harus menjaga agamanya, menjaga hukum-hukunya, ritualnya, ketuhanannya dan sebagainya. Tanpa terus menerus menjaga agamanya,maka kehidupan akan menjadi tidak teratur.
Kedua, Hifdz al nafs (penjagaan atas kejiwaan manusia), yaitu menjaga tentang nyawa atau kejiwaan seseorang. Islam sangat konsern di dalam menjaga nyawa dan kejiwaan seseorang. Menghilangkan nyawa seseorang merupakan kejahatan besar yang sama dengan menghilangkanhyawa seluruh manusia. Demikian pula Islam juga mengajarkan agar seseorang menjaga nyawanya sendiri.
Ketiga, hifdz al aql (penjagaan atas akal), yaitu Islam memberikan kepada manusia kemampuan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya ialah kemampuan akal. Oleh karena itu Islam menganjurkan agar akal tersebut digunakan secara maksimal untuk kepentingan kemanusiaan. Islam sangat melarang tentang perbuatan yang bisa merusak akal, misalnya minuman keras, dan mabuk-mabukan. Narkotika, ganja dan zat aditif lain yang merusak akal pikiran dilarang digunakan di dalam kehidupan manusia.
Keempat, hifdz al ird wa al nasab (penjagaan kehormatan dan nasab), yaitu Islam sangat menghargai akan kehormatan dan nasab atau keturunan. Makanya system perkawinan menjadi persyaratan utama untuk memperoleh keturunan yang memadai dan benar. Islam menganjurkan agar manusia menjaga keturunan dan kehormatannya. Seseorang akan memperoleh kehormatan jika yang bersangkutan juga menghormati diri dan orang lain.
Kelima, hifdz al mal (penjagaan atas harta), yaitu Islam menghargai kepemilikan akan harta akan tetapi proses pencarian dan penggunaannya harus sesuai dengan syariat Islam. Harta harus dicari dengan jalan yang halal dan ditasarufkan untuk kepentingan yang halal juga. Islam mengajarkan agar manusia mencari harta dengan cara-cara yang dibenarkan oleh agama dan juga digunakan untuk kepentingan yang benar pula.
Di dalam kerangka mencari dan mentasarufkan harta yang benar, maka Islam mengajarkan tentang ekonomi syariah. Yaitu system ekonomi yang tidak menggunakan system kapitalisme, di mana terdapat akumulasi modal di tangan seseorang dan keuntungan yang juga lebih banyak untuk kepentingan individu. Islam mengajarkan agar ekonomi dijalankan dengan tetap mengedepankan kepentingan masyarakat.
Islam kemudian mengenal ada sekurang-kurangnya tiga system ekonomi Islam, yaitu musyarakah, mudharabah dan murabahah. Di dalam system musyarakah dan mudharabah, maka yang dijadikan sebagai dasar untuk kesepakatan adalah bagi hasil, sedangkan pada system murabahah maka yang dijadikan sebagai dasar kesepakatan adalah jual beli.
Akhir-akhir ini, system ekonomi syariah sudah menjadi bagian dari system ekonomi secara general. Hampir semua lembaga keuangan sudah mengadaptasi system ekonomi syariah sebagai bagian dari system perbankan konvensional. Bahkan system ekonomi syariah juga sudah menjadi bagian dari system ekonomi dunia. Hal itu tentu terbukti dijadikannya system ekonomi syariah sebagai bagian dari system perbankan di Negara-negara barat.
Bahkan akhir-akhir ini juga muncul model transaksi Para Nabi (Tempo, 3-9/01/2011). Yaitu system pertukaran atau jual beli dengan menggunakan dirham dan dinar. Dirham dan dinar tidak hanya dipakai sebagai alat investasi akan tetpu juga sebagai alat tukar di dalam system perdagangan. Contoh penggunaan dirham dan dinar sebagai alat ukur dapat diketahui di Masjid al Azhar, Kebayoran, Jakarta Selatan. Selepas shalat Jum’at orang pada bergegas ke pasar dadakan di area parkir utara. Di bawah tenda ukuran enam puluh meter persegi, maka di situ terdapat perdagangan mulai dari kitab, obat-obatan hingga pakaian.
Yang tidak lazim adalah system alat tukarnya bukan uang kertas tetapi uang dinar dan dirham. Keping tersebut bergambar ka’bah dan tulisan Arab gundul yang terbungkus plastic dan disertai selembar sertifikat. Alat tukar dinar dan dirham adalah system perdagangan yang digunakan di zaman Nabi Muhammad saw.
Ternyata perdagangan dengan menggunakan dinar dan dirham sudah lazim dilakukan di beberapa tempat di Indonesia. Sekarang sudah lebih dari 300 toko di Jakarta, Surabaya, Yogyakarta,Medan, Bandung hingga Makasar yang sudah menyediakan system pembayaran dengan dinar dan dirham. Hingga Oktober sudah terdapat sekitar 200 toko di Jakarta yang menyediakan alat tukar dirham dan dinar. Ada kedai nasi hingga bengkel di Jakarta yang menyediakan hal tersebut.
Melalui system perdagangan baru ini setidak-tidaknya telah terdapat pilihan baru di dalam melakukan kontak bisnis di era sekarang. Jika di masa sebelumnya hanya terdapat alat tukar uang kertas, maka sekarang sudah ada alat tukar baru,yaitu emas dan perak atau dinar dan dirham.
Melalui berbagai perkembangan baru ini, maka tentunya ada suatu system alternative yang bisa dijadikan pilihan di dalam melakukan transaksi di dunia perdagangan. Semoga saja kemudian akan selalu terdapat penyempurnaan sehingga system ekonomi syariah yang dianggap sebagai system ekonomi alternative akan dapat dijadikan sebagai sistem ekonomi yang bisa menjamin kesejahteraan bersama.
Wallahu a’lam bi al shawab.