• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MEMBANGUN CITRA BIROKRASI

Di dalam acara yang diselenggarakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama Republik Indonesia, 20-22 Desember 2010, maka Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Bahrul Hayat, menyatakan betapa susahnya untuk menjaga dan mengembangkan imaj birokrasi karena seringnya dirusak oleh lembaga lain, misalnya pers. Oleh karena itu beliau berpesan agar semua melawan terhadap perusakan yang dilakukan oleh institusi lain yang secara sengaja memang ingin melakukan “perusakan” terhadap citra yang sedang dibangun.

Di tengah euphoria reformasi, maka pers memang bisa memuat apa saja. Hampir seluruh persoalan yang dianggap “bermasalah” bisa diungkapkan dimuka public meskipun hal itu baru sebatas dugaan. Jika perlu cukup diberi tanda tanya, maka sudah dianggap sebagai kebenaran di dalam versinya. Dan anehnya, public kita memang juga hanya percaya kepada pemberitaan pertama. Sedangkan pemberitaan kedua dan seterusnya dianggapnya sudah merupakan hasil rekayasa.

Pers memamg menjadi pilar keempat di dalam demokrasi. Artinya bisa menjadi alat control yang sangat hebat untuk memberikan masukan dan bahkan pressure bagi proses demokrasi. Sebagai pilar demokrasi, tentu saja yang menjadi pemberitaan di media merupakan sarana untuk mengontrol terhadap perjalanan semua elemen demokrasi. Tidak hanya birokrasi, akan tetapi juga lembaga-lembaga lainnya.

Pers adalah lembaga penghasil opini public yang luar biasa. Artinya bahwa apa yang diagendautamakan berita tersebut oleh pers, maka akan menjadi agenda public di dalam berbagai tempat dan situasi. Wacana-wacana actual yang diintrodusir  oleh pers ternyata mempunyai dampak yang sangat besar di dalam perjalanan proses demokrasi.

Di dalam dunia pers memang dikenal suatu istilah yang disebut sebagai fit to print atau fit to expose. Artinya bahwa tidak semua berita memiliki kelayakan untuk dicetak atau diekspose. Di dalam suatu sistem pers yang dinyatakan sebagai sistem pers pertanggungjawaban social, maka dampak social pemberitaan juga semestinya menjadi bahan pertimbangan. Makanya, ketika pers akan menyajikan berita, maka persoalan side both cover menjadi bahan pertimbangan yang sangat penting.

Sayangnya bahwa di dalam pemberitaan pers sering kali mengabaikan terhadap variasi sumber berita ini. Akibatnya, banyak kerugian imaj yang ditangguk oleh orang lain yang ketepatan menjadi pemberitaan di media.

Kementerian agama sedang membangun imaj terkait dengan reformasi birokrasi. Instansi ini memang pernah terpuruk sebab dianggap sebagai instansi terkorup. Akan tetapi dewasa ini sudah melakukan perubahan yang sangat mendasar. Pada tahun 2009, penilaian yang dilakukan oleh BPK, bahwa di dalam laporan keuangan telah memperoleh status Wajar Dengan Pengecualian setelah beberapa tahun berada di dalam peringkat disclaimer.

Kementerian agama juga memperoleh reward terkait dengan instansi pemerintah dengan serapan tertinggi pada tahun 2009. Jadi ada dua hal penting, yaitu di satu sisi menjadi instansi dengan serapan tertinggi tetapi dengan tata kelola keuangan yang semakin membaik. Jadi ada pengeluaran anggaran  tertinggi tetapi anggaran tersebut dikelola dengan wajar dengan pengecualian.

Namun berbagai usaha ini terus menerus diganggu dengan pemberitaan yang tidak tepat. Sehingga di dalam salah satu acara di televisi, Metro TV, Bahrul Hayat,  menyatakan bahwa Pers jangan menjadi alat untuk memfitnah,  akan tetapi seharusnya juga menjadi sarana untuk mengembangkan pemberitaan yang baik. Pers seharusnya menjadi pilar pemberitaan yang benar dan bukan sebagai alat untuk menyebarkan fitnah.

Oleh karena itu, pers harus memuat hak jawab lembaga yang merasakan dirugikan di dalam pemberitaan. Tidak itu saja, akan tetapi pers juga seharusnya meminta maaf,  jika yang diberitakannya salah. Namun  demikian kelihatannya pers juga enggan untuk meminta maaf, sebab permintaan maaf dianggapnya sebagai cacat di dalam sistem pemberitaan. Dengan menyatakan minta maaf berarti ada kekurangakuratan di dalam pemberitaan dari pers dimaksud.

Di dalam kerangka inilah maka kita semua harus melawan terhadap ketidakadilan di dalam pemberitaan pers terutama yang menyangkut perusakan citra birokrasi yang tengah kita bangun dengan sangat memadai.

Jadi, untuk membangun citra birokrasi ternyata tidak hanya kita yang harus melakukannya dengan baik,  akan tetapi  lingkungan juga harus membangunnya secara memadai. Dengan demikian,  kita semua harus bertanggungjawab secara maksimal agar citra birokrasi di mana kita bekerja akan memperoleh penilaian yang wajar.

Wallahu a’lam bi al shawab

Categories: Opini