NASIONALISME DALAM IKRAR SARJANA
Hari Kamis, 20 Agustus 2009, saya berkesempatan untuk memberikan orasi Ilmiah di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Nahdlatul Ulama Pacitan. Sebuah PTAI di kota tempat kelahiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Perguruan tinggi ini termasuk baru dalam jajaran perguruan tinggi di kota ini, selain sudah ada Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah dan STKIP Pacitan dan lainnya.
Semakin banyak perguruan tinggi di daerah-daerah berarti semakin banyak sumbangan masyarakat dalam kerangka peningkatan SDM dan kemudian akan berimbas pada peningkatan Indeks Pengembangan Manusia (IPM) Indonesia di masa yang akan datang. Memang harus diakui bahwa banyaknya kaum sarjana akan membawa perubahan dalam pemetaan IPM bangsa, namun di satu sisi akan menjadikan beban bagi akses ketenagakerjaan terutama yang memiliki latarbelakang keguruan. Daya tampung terhadap alumni ini masih terbatas. Meskipun demikian, kehadiran para sarjana ini tentu akan memiliki pengaruh positif sebab akan dapat menjadi andalan dalam proses pendidikan di berbagai lembaga pendidikan di berbagai wilayah.
Wisuda yang digelar oleh STITNUPA ini memang memiliki momentum yang sangat tepat sebab berdekatan waktunya dengan peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus atau peringatan hari Kemerdekaan yang ke 64. Oleh sebab itu, maka ketika saya harus berbicara di forum ini, maka saya merasa memiliki kesempatan untuk mengingatkan kembali tentang semangat nasionalisme. Bagi setiap bangsa, nasionalisme merupakan sesuatu yang sangat penting. Artinya, bahwa nasionalisme menjadi dasar bagi adanya sebuah bangsa. Nasionalisme atau rasa kebangsaan adalah suatu sikap mental di mana loyalitas tertinggi dari indvidu adalah kepada negara bangsa.
Ikrar sarjana yang saya ikuti di dalam pagelaran wisuda sarjana ini memberikan gambaran tentang bagaimana “rasa kebangsaan” tersebut muncul atau mengejawantah di dalam pokok pikiran yang terkandung di dalamnya. Coba kalau kita perhatikan: Kami Wisudawan dan Wisudawati: 1) adalah warga negara Republik Indonesia, bertaqwa kepada Allah Swt, setia kepada Pancasila dan UUD 1945. 2) Siap berbakti kepada agama, nusa, bangsa dan negara Republik Indonesia, membela ideologi negara menuju terbentuknya warga negara yang demokratis, untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridloi Allah swt. 3) Siap mengamalkan ilmu pengetahuan dan keahlian kami untuk membangun bangsa dan negara demi tercapainya kesejahteraan bersama. 4) siap mengamalkan syariat Islam yang berhaluan Ahlu Sunnah wal Jamaah dengan tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. 5) Senantiasa menjunjung tinggi akhlakul karimah dan menjunjung almamater.
Ketika kita mendengar atau membaca terhadap teks ini, maka yang terbayang adalah bagaimana kuatnya “rasa” nasionalisme itu. Setiap individu sarjana adalah orang yang setia kepada Pancasila dan UUD 1945. Suatu persaksian bahwa individu dimaksud adalah bagian dari bangsa Indonesia yang setia kepada dasar negaranya.
Implikasi dari rasa kesetiaan terhadap negara bangsanya tersebut kemudian akan diimplementasikan ke dalam sikap dan tindakan berbakti kepada agama, nusa, bangsa dan negara. Bahkan lebih jauh mereka siap untuk membela ideologi negara (Pancasila) di dalam kerangka terbentuknya negara yang demokratis, dan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur. Bahkan ketika mengamalkan syariah Islam pun tetap berada di dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Seandainya, semua sarjana memiliki ikrar seperti ini, maka saya berkeyakinan bahwa tidak ada sarjana yang kemudian terperosok ke dalam Islam garis keras. Tidak ada sarjana yang melakukan teror terhadap bangsanya sendiri. Tentu juga tidak ada sarjana yang terlibat di dalam gerakan makar atas nama ideologi lain. Sayangnya, bahwa masih ada di antara elemen bangsa ini yang kurang menghayati ideologi nasionalisme keindonesiaan tersebut sehingga ada keinginan untuk melakukan eksperimen dengan ideologi lainnya.
Para founding fathers negeri ini akan menangis jika banyak sarjana yang kemudian justru ingin mengubah konsepsi dasar dan filosofi dasar negeri ini dengan konsepsi dasar dan filosofi lainnya. Kita tentu ingin para pendiri bangsa ini tetap tenang di alamnya sekarang karena kita semua berada di dalam koridor kebangsaan yang pernah diimpikannya.
Wallahu a’lam bi al-shawab.