• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

RISET SEBAGAI INSTRUMEN PENGEMBANGAN

Riset  dalam bahasa akademis diartikan sebagai proses untuk menemukan kebenaran ilmiah melalui proses pengumpulan, pengolahan dan analisis data. Jadi temuan riset bukanlah kebenaran yang dihasilkan oleh pemikiran spekulatif. Di dalam riset,  maka yang diutamakan adalah temuan kebenaran ilmiah akademis.

Riset bukan hanya monopoli dunia perguruan tinggi, akan tetapi juga terkait dengan institusi yang memperoleh tugas pokok dan fungsi untuk melakukan penelitian. Di dunia birokrasi, misalnya ada Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), dan hampir semua institusi birokrasi memilikinya. Tupoksi dari balitbang adalah menjadi leading sektor dalam berbagai penelitian yang diperlukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah.

Tidak hanya itu, lembaga-lembaga non pemerintah juga hampir seluruhnya memiliki balitban ini. Misalnya NU, Muhammadiyah, dan sebagainya. Bahkan juga banyal Lembaga Swadaya Masyarakat yang memiliki litbangnya sendiri-sendiri. Yang sangat fenomenal dulu adalah LP3ES dan kemudian CSIS. Di tahun 1980an, LP3ES sangat dikenal sebagai lembaga pelaku penelitian yang andal. Kemudian,   di era 1990an, CSIS adalah lembaga think tank yang banyak mensuplai gagasan dari hasil penelitian dan kajian.

Di era orde reformasi, maka lembaga survei lebih banyak berkiprah untuk kepentingan politik. Survei tentang pilkada banyak dilakukan untuk kepentingan pilkada, misalnya LSI. Mereka dibutuhkan oleh kandidat gubernur, bupati dan walikota untuk mengukur popularitas dan elektabilitas kandidat dalam pilkada.

Saya beruntung sebab bisa terlibat di dalam organisasi non struktural Dewan Riset Daerah (DRD) Jawa Timur. Hari ini, Jum’at, 10/12/2010, saya berkesempatan untuk melakukan kunjungan kerja untuk memperoleh informasi tentang Dewan Riset Nasional (DRN) tentang apa dan bagaimana DRN tersebut.

Tentu saja yang menarik saya adalah berapa banyak perbandingan antara penelitian pure research atau penelitian fundamental dengan penelitian applied science atau developmental research. Sebagaimana diketahui bahwa DRN adalah sebuah lembaga nonstructural dibawah Kementerian Riset dan Teknologi (Menristek), yang memiliki wewenang untuk merumuskan Arah Riset Nasional (ARN), sehingga pengembangan riset ke depan akan dapat diarahkan kepada tujuan pembangunan masyarakat. ARN merupakan hasil breakdown dari Kebijakan Strategi Nasional yang telah dirumuskan oleh Kementerian Riset dan Teknologi.

Didalam kenyataannya, bahwa implementasi riset di Indonesia memang belumlah ideal. Seharusnya prosentase riset nasional adalah 80 persen penelitian hilir dan 20 persen penelitian hulu. Sehingga hasil penelitian tersebut akan dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan user penelitian. Dewasa ini, kira-kira 55 persen merupakan penelitian hulu dan baru 45 persen penelitian hilir.

Penelitian hilir atau developmental research atau applied research harus didorong sedemikian rupa sehingga ke depan akan semakin banyak hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai rujukan untuk pembangunan masyarakat. Sekarang ini tampak masih belum banyak hasil penelitian yang dapat digunakan untuk pembangunan masyarakat dalam arti luas.

Melalui pengalaman yang dilakukan oleh DRN, maka sesungguhnya ada beberapa hal yang bisa dipelajari, yaitu bagaimana mengarahkan riset ke depan untuk kepentingan pembangunan daerah. Makanya, Arah Riset Daerah (ARD), harus diarahkan kepada bagaimana menjadikan riset sebagai basis untuk pembangunan daerah. Di dalam hal ini, maka ARD Jawa Timur harus selaras dengan motto Gubernur Jawa Timur “APBD Untuk Rakyat” yang kemudian dirumuskan di dalam program prioritas Provinsi Jawa Timur 2010-2014.

Melalui ARD diharapkan bahwa pembangunan ke depan akan menjadi lebih terarah dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini