MULTIKULTURALISME DALAM SIMFONI CITRA BANGSA
Saya merasakan bahwa di minggu-minggu akhir ini bisa menikmati dunia kesenian yang mengasyikkan. Di awal bulan Nopember 2010, saya menikmati pagelaran music kolaboratif Iwan Fals dan Ki Ageng Ganjur dalam paket acara “Perjalanan Spiritual Iwan Fals”, kemudian menghadiri pembukaan acara Festival Seni Surabaya (FSS) di Balai Pemuda, yang juga menampilkan beberapa atraksi seni, Tari Remo, Baca Puisi dan Tari Modern, dan kemudian di minggu berikutnya, saya sempat menyaksikan pertunjukan yang luar biasa dalam acara Simfoni Citra Bangsa. Sebuah acara yang menurut saya dikemas dalam multikulturalisme.
Ada sesuatu yang sangat menarik dalam acara Malam Dharma Puruhita Simfoni Citra bangsa yang diselenggarakan oleh Beswan Djarum 2010, yaitu pegelaran tari dan seni Indonesia yang sangat multicultural. Memang acara ini dikemas di dalam bentuk pagelaran seni dan musik yang sangat baik. Dengan ditukangi oleh Ari Tulang, maka 450 mahasiswa penerima Beswan Djarum 2010 ternyata dapat menjadi penampil yang cukup memadai. Mereka bisa menampilkan acara pertunjukan seni yang mengembangkan konsep multikulturalisme dalam paket seni-seni kedaerahan yang sangat mengedepan.
Mereka menari dengan pakaian khas daerah masing-masing. Karena mereka terbagi ke dalam zona Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya, maka pakaian pun ditata di dalam empat zona tersebut. Zona Surabaya maka mewakili seluruh Indonesia Timur sampai ke Papua. Maka pakaianpun menggambarkan pakaian adat daerah-daerah tersebut. Pakaian Papua yang berumbai-rumbai juga didapatkan di dalam acara ini. Sedangkan Zona Jakarta yang juga terdiri dari wilayah Sumatera, maka juga didapatkan pakaian Tradisi Aceh dan Palembang. Dari sisi tradisi berpakaian, maka digambarkan bagaimana tradisi berpakaian tersebut menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
Kemudian juga nyanyian yang sangat bernuansa keindonesiaan yang multikultural. Nyanyian dari Ambon, “Ampar-ampar Pisang”, lalu nyanyian dari Papua, “Yamko Rambe Yamko”, nyanyian dari Jawa Tengah, “Gundul-Gundul Pacul,” nyanyian dari Jawa Timur, “Mlaku-Mlaku Nang Tunjungan”, nyanyian dari Yogyakarta, “Lir Ilir”, nyanyian dari Bandung, “Manuk Dadali” dan sebagainya. Sayangnya saya tidak tahu secara keseluruhan nyanyian-nyanyian tersebut.
Sungguh saya merasakan bahwa acara ini fully Indonesia. Acara dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya yang diiringi oleh Poerwacaraka Band. Melalui aransemen yang sangat baik, maka ada keharuan di dalam menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya ini. Ada nuansa “menjadi” orang Indonesia seutuhnya ketika kita menyanyikan lagu Kebangsaan ini. Indonesia Tanah Airku, Indonesia Tumpah darahku, Indonesia Kebangsaanku, maka Bangunlah Jiwanya dan Bangunlah Badannya, Untuk Indonesia Raya”.
Sungguh kita merasakan betapa kebesaran Indonesia itu tersaji di dalam dunia kesenian yang variatif tersebut. Melalui jumlah pulau, suku, bahasa dan agama yang bervariasi dan bercorak khas, maka rasanya menjadi sangat bangga menjadi orang Indonesia. Indonesia yang terdiri dari gugusan pulau-pulau dengan keanekaragaman hayati, botani dan lingkungan sosio cultural dan natural yang sangat bervariasi tersebut ternyata bisa menyatu menjadi wilayah dan bangsa Indonesia.
Kita yang dewasa ini hidup di Indonesia sungguh merasakan betapa perjuangan para founding fathers negeri ini mencanangkan dan mengimplemantasikan Negara Kesatuan sebagai pilihan yang sangat cerdas. Andaikan mereka tidak cerdas dalam menyikapi berbagai perbedaan antara satu dengan lainnya, maka bisa dipastikan bahwa bangsa ini akan terus dalam keadaan bercerai berai. Bangsa ini telah lama menderita karena penjajahan yang menerapkan politik divide et impera. Antar satu dengan lainnya diadudomba untuk melakukan peperangan dan tindakan konfliktual lainnya. Dikarenakan politik penjajahan tersebut, maka bangsa ini baru bisa merdeka tanggal 17 Agustus 1945.
Oleh karena itu, saya merasakan betapa Silaturrahmi Nasional yang digelar oleh Beswan Djarum ini bisa menjadi bagian dari penyadaran para generasi muda betapa persatuan dan kesatuan itu merupakan bagian yang fundamental di dalam kehidupan bernegara bangsa. Mereka harus menyadari bahwa kesatuan dan persatuan bangsa itu tidak boleh dikoyak oleh siapapun dan atas nama apapun. Tidak boleh atas nama agama kemudian mengoyak persatuan dan kesatuan bangsa ini. Apalagi atas nama politik dan lainnya.
Para pemuda yang tergabung di dalam penerima beasiswa mahasiswa berprestasi atau Beasiswawan Djarum (Beswan Djarum) adalah kader bangsa yang ke depan akan mewarisi negeri ini. Saya yakin bahwa di antara mereka akan ada yang menjadi pemimpin negeri ini dalam level tertentu. Maka penanaman jiwa kebangsaan di dalam dirinya mutlak diperlukan.
Ketika saya menyaksikan, mereka mengheningkan cipta bersama, menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama, menyanyi dan menari bersama, mengibarkan bendera bersama tanpa ada sekat-sekat organisasi, suku, etnis dan agama, maka saya merasakan bahwa mereka akan dapat menjadi agen-agen bagi penguatan pilar-pilar kebangsaan.
Oleh karena itu, acara Simfoni Citra Bangsa ini dapat menjadi ajang bagi penyemaian rasa persatuan dan kesatuan bangsa yang ke depan sungguh sangat dibutuhkan.
Wallahu a’lam bi al shawab.