SEPOTONG DOA PROKLAMASI
Upacara liminal Tujuh Belas Agustusan barusan usai. Di seluruh pelosok negeri orang memperingati hari kemerdekaan dengan ragam dan caranya sendiri-sendiri. Di kantor-kantor dan perusahaan dilakukan upacara untuk memperingati hari sakral nasional ini. Di kampung-kampung dan desa-desa banyak orang menyelenggarakan perayaan dengan berbagai macam acara. Ada lomba olahraga, seni dan pertunjukan, kebersihan dan kesehatan, sampai yang lomba-lomba keagamaan. Semua dilakukan dalam rangka untuk meramaikan peringatan tujuhbelasan.
Lomba-lomba dan serangkaian acara tujuh belasan sedikit memberikan nuansa kegembiraan bagi sebagian warga masyarakat yang memiliki kesadaran akan arti pentingnya kemerdekaan bagi dirinya. Rakyat berpesta sejenak dan melupakan penderitaan hidupnya. Semua bergembira dan gegap gempita larut dalam nuansa peringatan tujuhbelasan.
Peringatan tujuhbelasan memang mengandung sakralitasnya sendiri. Berbeda dengan upacara-upacara lainnya, upacara tujuh belasan mengandung perasaan ”hadirnya” para pendiri bangsa ini di dalam upacara itu. Bukan hadir dalam arti rohnya yang datang di upacara itu, tetapi roh jihad fi sabillah, semangat pantang menyerah untuk mencapai kemerdekaan. Itulah yang rasanya hadir ketika upacara berlangsung.
Jika nuansa ”kehadiran” para pendiri bangsa itu terjadi rasanya memang pantas. Coba kalau direnungkan bahwa melalui perjuangan yang luar biasa, rawe-rawe rantas, malang-malang putung, dengan senjata bambu runcing, tombak, keris, rencong, pedang, clurit dan senjata seadanya mereka bertempur dengan semangat luar biasa, semangat jihad dengan musuh yang nyata, para penjajah. Musuh mereka memang jelas, para penjajah yang sangat kejam dalam memperlakukan manusia Indonesia. Mereka memperlakukan manusia Indonesia seperti layaknya hewan. Nyawa manusia Indonesia banyak melayang karena kerja paksa. Dari Anyer sampai Panarukan, berapa ratus ribu manusia Indonesia yang melayang nyawanya. Tanam paksa juga menjadi saksi kekejaman penjajah kepada bangsa ini.
Di tengah-tengah himpitan kesulitan seperti itu, maka hadirlah para pahlawan bangsa. Dimulai dengan Gerakan Boedi Oetomo yang disebut sebagai tonggak kesadaran kebangkitan bangsa, terus Sumpah Pemuda yang dianggap sebagai tonggak kesadaran berbangsa dan bernegara, kemudian Kemerdekaan Bangsa yang diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta, tepat jam 10 di Pegangsaan Timur tanggal 17 Agustus 1945.
Nuansa ini yang rasanya ”hadir” di dalam upacara tujuh belasan yang terjadi secara hikmat. Ketika mengheningkan cipta untuk mengenang jasa para pahlawan kemerdekaan itulah tanpa terasa ada rasa kekaguman yang luar biasa, bahwa mereka adalah orang yang memperoleh pencerahan dari Allah untuk membawa bangsa ini ke arah kemerdekaan. Ada cahaya yang diberikan Allah kepada mereka untuk melakukan perbuatan besar yang tiada taranya, yaitu memerdekaan bangsa ini dari penjajahan.
Ada sebuah ”perasaan” bahwa perjuangan untuk memerdekakan bangsa ini tidak boleh dikhianati dengan dalih apapun. Siapapun tidak boleh membelokkan tujuan bangsa ini untuk kepentingan sekelompok orang, apakah atas nama agama, ideologi, kesukuan dan lainnya. Siapapun tidak boleh membawa negara ini ke dalam kancah perebutan kekuasaan, konflik dan perpecahan sebagai akibat pilihan ideologi bangsa yang berbeda. Indonesia ini tidak boleh menjadi negara agama yang bisa berakibat seperti kasus Taliban di Afghanistan atau menjadi negara sekuler seperti Turki. Substansi agama tetap menjadi spirit bagi kehidupan bernegara bangsa. Antara agama dan negara memiliki relasi yang simbiosis mutualisme, saling membutuhkan. Bukan saling memaksa dan mengalahkan.
Di saat mengheningkan cipta itulah segala renungan diarahkan kepada hadirat Ilahi Rabbi agar bangsa Indonesia ini menjadi bangsa yang kuat, sejahtera, berkeadilan, berkeadaban berdasarkan atas Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Kita harus berkeyakinan bahwa pilihan menjadi Indonesia adalah pilihan yang final dan siapapun tidak boleh mengubahnya dalam keadaan apapun.
Ya Allah Tuhan yang Maha Perkasa
Berikan kekuatan kepada kami semua
Agar tetap menjadi bangsa Indonesia
Yang berdasar atas Pancasila, UUD dan NKRI
Ya Allah Tuhan yang Maha Kasih dan Sayang
Berikan kepada kami agar memiliki rasa kasih sayang
Kepada sesama manusia
Tanpa membedakan agama, ras dan sukunya
Ya Allah Tuhan yang Maha Mulia
Berikan kemuliaan bagi hati, perasaan dan tindakan kami
Agar kami menjadi bangsa
Yang mampu memuliakan cita-cita pendiri bangsa
Ya Allah perkenankan doa kami
Amin.