• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MAKNA FESTIVAL SENI SURABAYA

Festival Seni memang bukan sesuatu yang aneh bagi kota-kota besar seperti Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, Bandung dan sebagainya. Festival Seni merupakan bagian dari kebutuhan manusia untuk menyalurkan kebutuhan integratifnya, yang antara lain adalah untuk mengekspresikan karya-karya seni, baik music, teater, puisi, lukisan, kaligrafi, karikatur dan sebagainya. Sepanjang sejarah manusia, maka dunia seni merupakan sesuatu yang tidak bisa dilepaskan begitu saja.

Karya seni tidak hanya ada di kalangan manusia modern, akan tetapi juga terdapat pada manusia zaman baheula. Masyarakat zaman pra sejarah pun sudah mengenal dunia seni melalui berbagai produk budaya, misalnya alat-alat rumah tangga, upacara dan sebagainya.  Masyarakat Mesir Kuno, Cina Kuno, Yunani Kuno dan sebagainya ternyata sudah memiliki kemampuan dalam bidang seni secara meyakinkan.

Kesenian adalah produk budaya. Jika menggunakan batasan kebudayaan sebagai sistem pengetahuan, sistem sosial dan sistem produk yang berupa artefak, benda-benda sejarah dan sebagainya, maka kesenian atau seni adalah sistem produk budaya yang memiliki nilai sangat tinggi. Dalam kunjungan saya ke museum Mesir, maka saya jumpai betapa kehebatan produk budaya atau seni ukir, lukis, anyaman dan sebagainya yang memiliki kecanggihan dan keindahan yang luar biasa.

Siapa yang mengira bahwa 5000 tahun yang lalu, bangsa di dunia ini sudah memiliki produk seni yang sedemikian tinggi.  Produk anyaman, seperti tikar ternyata sudah sangat hebat dan bahkan lebih hebat dibanding anyaman sekarang. Produk seni perhiasan emas ternyata juga sangat variatif dalam model dan bentuknya.  Belum lagi arca dengan keindahannya, lukisan atau pahatan di dinding atau arca yang sangat fantastis. Semua itu menandakan bahwa dunia kesenian sebagai produk budaya bukan sesuatu yang asing di antara penduduk dunia semenjak dahulu kala.

Sebagai sistem produk, maka dunia kesenian memang merupakan perpaduan antara sistem pengetahuan dengan sistem sosial. Artinya, bahwa kesenian memiliki relasi dengan kemampuan atau sistem pengetahuan masyarakatnya. Di tengah kenyataan seperti ini, maka dunia kesenian merupakan  realisasi sistem pengetahuan yang termanifestasikan di dalam kehidupan seseorang.

Surabaya adalah kota metropolis sebagaimana Jakarta, Yogyakarta, Solo, Bandung dan sebagainya.  Sebagai kota metropolis, maka ditandai dengan berbagai ciri khasnya masing-masing. Jakarta tentu saja adalah kota terbesar di Indonesia dan menjadi pusat pemerintahan,perdagangan, pendidikan dan juga sentra budaya. Di Jakarta semuanya menjadi ada. Tidak hanya gedung-gedung pencakar langit sebagai pusat perdagangan dan pemerintahan, akan tetapi juga terdapat sejumlah gedung yang sering digunakan untuk festival kesenian.

Di Jakarta,  tempat untuk penyelenggaraan festival kesenian memang jumlahnya cukup memadai, misalnya Jakarta Convention Hall, Balai Sarbini, Balai Senayan, Pasar Seni Ancol dan sebagainya.  Sehingga berbagai even festival dapat diselenggerakan dengan sangat memadai. Cobalah disimak, bahwa acara-acara yang digelar melalui televisi semuanya diselenggarakan di tempat-tempat yang sangat layak. Acara Indonesia Mencari Bakat, Indonesian Idol, Jazz Music , festival Musik dan sebagainya dapat diselenggarakan di tempat yang sangat strategis. Jakarta memang menjadi kota dengan segala ikonnya.

Surabaya ternyata memang belum memiliki semuanya itu. Makanya ketika ada festival seni, maka hanya ditempatkan di tempat yang sangat sederhana.  Terkadang ditempatkan di Gedung Cak Durasim yang lebih mirip pendopo  kelurahan atau di Balai Pemuda yang dipasang tenda layaknya acara resepsi pernikahan. Surabaya memang belum memiliki tempat yang representative untuk penyelenggaraan even-even besar kesenian dengan segala kelengkapan dan perlengkapannya.

Acara Festival Seni Surabaya juga ditempatkan di Balai Pemuda dengan tenda yang dipasang secara terbuka.  Mungkin acara ini memang digelar secara sederhana untuk menggambarkan sebagai festival rakyat dan bukan festival kaum borjuis. Dengan hanya melaksanakan acara festival di bawah tenda, maka akan memunculkan kesan bahwa Festival Seni Surabaya adalah festival rakyat yang diselenggarakan oleh rakyat. Kaum seniman memang masih menjadi kelompok marginal di dalam sistem kehidupan  sosial yang kapitalistik.

Di antara sekian banyak profesi seni,  yang baru memperoleh pengakuan secara ekonomik adalah  penyanyi dan pemain film/sinetron. Sedangkan yang lain belumlah memperoleh pengakuan yang memadai.  Maka untuk menjadi pelaku seni lainnya hanya disebabkan oleh panggilan jiwa. Orang menulis puisi, prosa, cerpen, seni teater atau seni tradisional lainnya adalah panggilan jiwa yang memang mengarah kepada dunia seni dimaksud. Itulah sebabnya, banyak yang kemudian tidak tahan dengan geliat ekonomi kapitalistik yang semakin mencekam.  Sehingga banyak di antara mereka yang kemudian harus mengubah arah kehidupannya.

Dari sisi inilah kiranya Festival Seni Surabaya memperoleh momentumnya. Melalui festival ini,  maka akan didapati berbagai karya para seniman mulai yang klasik hingga yang modern. Melalui festival ini,  maka akan didapatkan berbagai kreasi anak bangsa di dalam berkesenian, sehingga sekaligus juga menjadi ajang bagi mereka untuk mengekspresikan dunia keseniannya.   

Dengan demikian, meskipun festival ini digelar dengan sangat sederhana, akan tetapi secara substantif  tetap ada maknanya,  terutama bagi pecinta kesenian untuk menyampaikan ekspresi keseniannya dan bagi penimat seni tentu bisa menjadi ajang untuk  berkorelasi dengan dunia seni yang memang sesungguhnya menjadi kebutuhan integratif manusia.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini