IWAN FALS: MUSIK BERBASIS MORALITAS
Saya harus menyatakan bahwa Iwan Fals memang memiliki kharisma yang besar di dalam bermusik. Maka pantaslah jika penggemarnya yang tergabung di dalam Paguyuban Oi menjadi yang terbesar dan paling konsis di tahun-tahun terakhir. Ada lagi paguyuban fans music yang juga konsis yaitu Paguyuban Slankers, akan tetapi militansi dan komitmennya masih jauh di bawah penggemar setia Iwan Fals. Hal ini tentu disebabkan oleh jangkauan music Iwan Fals yang lebih universal dibandingkan dengan music apapun di negeri ini. Dan menurut saya, pantaslah Iwan Fals memperoleh penghormatan seperti itu.
Ketika Iwan Fals berada di atas panggung dengan ikat kepala yang berkuncir, maka wujud kharisma sebagai pemusik itu sangat menonjol. Gesture , gerak mata dan raut wajah yang begitu menghayati bait demi bait lagunya, tentu juga menambah betapa karakter bermusik itu sangat kentara. Gerakannya yang sekali-kali juga gemulai tetapi macho, gerakan tangannya yang menari dengan khas dipadu dengan gerak tubuh yang berkarakter, tentu adalah bagian dari bagaimana dia menjadi entertainer yang andal. Tetapi dia juga tidak hanya menari, akan tetapi juga mengepalkan tangan sebagai isyarat akan keteguhan dan semangat.
Pertunjukan musik Iwan Fals dalam kolaborasinya dengah Ki Ageng Ganjur tentu sangat berbeda dengan pertunjukan musik dangdut atau musik pop lainnya. Selain konser ini memang mengusung semangat religiositas, juga semangat kebangsaan dan pendidikan. Lagu-lagu yang dibawakan misalnya tentang Sarjana Muda dan Umar Bakri tentu menggambarkan kristisisme pendidikan. Lagu Umar Bakri yang dinyanyikannya pada tahun 80-an tentang nasib guru, ternyata baru diperhatikan oleh elit negara pada tahun 2000-an, yaitu ketika diterbitkannya Undang-Undang Sisdiknas, No 20 tahun 2003 dan kemudian juga UU tentang Guru dan Dosen No 14 tahun 2005. Melalui dua Undang-undang ini, kemudian nasib Guru Umar Bakri berubah. Guru kemudian memperoleh tunjangan profesi sebagai amanat dua undang-undang tersebut.
Lagunya yang berjudul Bung Hatta juga menarik di tengah semakin memudarnya rasa nasionalisme dan kebangsaan. Lagu ini didendangkan tidak hanya untuk menjadi hiburan, akan tetapi juga bernuansa untuk mengingatkan ulang tentang gerakan nasionalisme yang tidak boleh bergeser sedikitpun. Bukankah sementara ini sedang terjadi gerakan untuk mengganti Pancasila dengan ideologi lainnya. Dewasa ini, sedang berkembang gerakan kiri yang dijiwai oleh sosialisme dan atau komunisme yang menggunakan berbagai baju organisasi sosial dan juga gerakan yang mengusung pembentukan Negara Islam melalui jargon-jargonnya yang sangat mengusung semangat Islamisme.
Penafsir lagu-lagunya Iwan Fals, Dr. Sastro yang sekaligus juga seorang da’i tentu sangat memadai. Melalui kemampuan retorikanya yang sangat mantap, keahliannya di bidang agama dan seorang da’I sekaligus, maka juga menjadikan tafsiran atas lagu-lagu Iwan Fals menjadi sangat religious, sangat spiritual. Sastro yang mengusung semangat moderasi atau Islam rahmatan lil alamin, tentu sangat cocok berkolaborasi dengan Iwan Fals yang memang selalu mengusung semangat kritisisme damai.
Di dalam acara Tanya jawab dengan mahasiswa IAIN Sunan Ampel, 2/11/2010, beliau menyatakan bahwa di era demokrasi tentu harus ada penyeimbang, yaitu kekuatan rakyat. Akan tetapi harus disalurkan dengan cara-cara yang benar, tidak anarkhis. Makanya, ketika saya diberi kesempatan menjadi penanggap spontan, maka saya sampaikan bahwa yang didengungkan oleh Mas Iwan Fals adalah kritisisme santun. Untuk menyampaikan aspirasi boleh saja orang melakukan demonstrasi, akan tetapi harus demonstrasi yang santun, yang tidak merusak berbagai fasilitas, baik yang dimiliki oleh individu atau yang dimiliki oleh masyarakat sebagai fasilitas umum.
Sebagai seorang musisi, Iwan Fals sungguh-sungguh memiliki karakter. Beliau memiliki kharisma, keteladanan, keberanian, kesantunan dan komitmen kebangsaan. Sesuatu yang saya rasa tidak banyak dimiliki oleh musisi lain. Jika yang lain menyanyi atau mencipta lagu yang berbasis cinta birahi, maka Iwan menyanyi tentang cinta yang universal, cinta yang berbasis pada kemanusiaan dan kedamaian. Lagunya yang bertema Ibu adalah contoh mengenai cinta universal. Lagu tersebut dapat menggugah semangat kecintaan kita pada Ibu. Di dalam hadis Nabi dijelaskan bahwa Nabi Muhammad saw menyebut tentang cinta dan kehormatan kepada Ibu tiga kali dan ayah hanya sekali.
Meskipun pertunjukanitu hanya satu setengah jam, akan tetapi rasanya kita memperoleh sesuatu yang sangat lengkap. Tidak hanya mendengarkan musik yang menghibur telinga dan perasaan, akan tetapi juga menggugah jiwa dan batin agar kita mencintai Ibu, Ibu Pertiwi, nusa dan bangsa.
Acara Tour of Pesantren dengan tema “Perjalanan Spiritualitas Iwan Fals” dalam kolaborasinya dengan Ki Ageng Ganjur merupakan acara yang sangat tepat di tengah semangat dan keinginan menjadikan Indonesia senagai negara yang aman dan damai, sejahtera dan berkeadilan.
Wallahu a’lam bi al shawab.