Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KONSER IWAN FALS, MENGAJI DAN BERMUSIK

IAIN Sunan Ampel sungguh memperoleh manfaat yang luar bisa dari acara tour “Perjalanan Spiritual Iwan Fals” ke Jawa Timur. Dari sebanyak 26 pesantren yang dikunjungi untuk pementasan adalah IAIN Sunan Ampel. Dalam lawatan musikalnya, Iwan fals berkolaborasi dengan Dr. Sastro yang membidani Group Musik Kanjeng Kyai Ganjur. Sebuah kolaborasi yang unik sebab di dalam kelompok music ini terdapat paduan antara unsure Jawa, Arab dan music modern. 

Semula kami sempat was-was sebab perlu diketahui bahwa Iwan Fals adalah pemusik klas A dalam jumlah penggemar dan penontonnya. Konon katanya, hanya ada dua stadion yang bisa dijadikan sebagai lahan pertunjukan Iwan Fals, yaitu Gelora Sepuluh Nopember  Surabaya dan Lapangan Makodam. Maka polisi pun dibuat kelabakan dengan rencana pementasan kolaborasi Iwan Fals dan music Ganjur ini. Bahkan kepolisian pun merasa keberatan untuk pertunjukan Iwan Fals yang hanya menggunakan lapangan IAIN Sunan Ampel. Maka, jumlah personel yang diminta untuk mengamankan acara ini pun tidak tanggung-tanggung, 300 orang.

Sebagai sebuah acara perjalanan spiritual, maka acara pun dikemas dengan muatan religious, misalnya acara istighasah, doa dan pengajian-pengajian. Benar-benar pengajian. Sastro yang sangat paham dengan budaya Islam Jawa menterjemahkan setiap lagunya Iwan Fals dengan muatan spiritualitas yang sangat mendalam. Bahkan juga bantuan social untuk korban lumpur Lapindo.

Acara pementasan music ini diawali dengan istghosah yang dipimpin olehUstadz KH. Sumarkhan Fanidin, dan kemudian doa dipimpin oleh KH. Nurhadi, pemimpin Pondok Pesantren di Rungkut Surabaya. Acara ini memang dianggap sebagai kolaborasi antara pondok pesantren, IAIN Sunan Ampel, Iwan Fals dan Musik Ganjur serta PR. Djarum.

Ada pertanyaan mendasar mengapa Iwan Fals justru masuk di dunia pesantren dengan pesan-pesan dakwahnya?  Menurut Dr. Sastro, bahwa ada semacam kegundahan yang dialami oleh Iwan Fals ketika berhadapan dengan sekelompok orang Islam yang menyatakan bahwa bermusik itu haram, tidak boleh. Maka muncullah pikiran bagaimana seorang IwanFals itu menghidupi anak keluarganya dengan pekerjaan yang dianggap haram.

Kemudian bertemulah dengan Sastro yang memang jebolan pesantren.  Bukan berdebat dengan Sastro tentang haram atau halalnya music, akan tetapi yang penting adalah memperoleh pembenaran dari yang memiliki otoritas tentang Islam, yaitu dunia pesantren. Kyai dan pesantren adalah sebuah lembaga yang selama ratusan tahun menjaga Islam dengan berbagai tradisinya. Pesantren adalah pemuka dan pengembang Islam yang tidak ada taranya di negeri ini, maka sangat pantas untuk memperoleh justifikasi tentang music adalah melalui dunia pesantren.

Di dalam hal ini, maka kemudian dibuatlah rencana untuk melakukan konser “Perjalanan Spiritualitas Iwan Fals melalui Pesantren” dan jumlahnya tidak tanggung-tanggung 100 pesantren di Indonesia.  Maka masuklah Iwan Fals ke dunia pesantren. Dan ternyata respon pesantren di luar pikiran Iwan Fals. Dunia pesantren yang selama ini dianggapnya  “sangar” atau “menakutkan” justru sangat ramah. Bahkan ketika berada di Pesantrennya Kyai Habib Luthfi di Pekalongan, yang seorang Mursyid tarekat Syadziliyah dan juga Ketua Umum Jamaah Ahli Thariqah Mu’tabarah Nahdhiyah  ternyata sangat menyukai music. Di rumahnya, ternyata ada seperangkat alat musi kolaboratif. Bahkan Iwan Fals pun diajak bermain music bersama. Realitas empiris ini yang kemudian menguatkan tekad Iwan Fals dan Kyai Ganjur untuk melanglang  di dunia pesantren.

Konser –dalam  bahasa kerennya—di  IAIN Sunan Ampel ini memang cukup special, selain dihadiri oleh penggemar Iwan Fals yang tergabung di dalam paguyuban Oi, artinya bisa “Organisasi Iwan”, bisa juga “Orang Indonesia”, bisa juga “Orang Islam”, atau apa saja, yang jelas menurut Iwan Fals adalah paguyugan sapaan bagi penggemar Iwan. Misalnya, ketika ketemu penggemarnya, maka Iwan dan yang lain menyapa, oi,oi, oi. Nah sapaan itulah yang kemudian diformalkan menjadi sebuah paguyuban penggemar Iwan. Oi adalah istilah universal untuk saling menyapa di antara satu dengan yang lain.

Tak kalah pentingnya adalah kehadiran Wakil Gubernur Jawa Timur,  Gus Ipul. Harus saya akui bahwa Beliau memang memiliki kemampuan public relation yang andal. Melalui pidatonya yang singkat dan penuh humor yang segar, akan tetapi sangat mengena pada sasarannya. Bahkan yang menarik bagi saya, adalah ketika di sepanjang konser itu, beliau tidak duduk sebagaimana seorang pejabat akan tetapi justru berdiri sebagaimana seorang penonton. Beliau letakkan dirinya itu bukan dalam kapasitas sebagai pejabat,  akan tetapi sebagai penonton. Saya sangat mengapresiasi terhadap kehadiran dan atensinya yang luar biasa dalam berbagai acara,  termasuk acara nonton music seperti ini.

Sungguh, bahwa kehadiran Iwan Fals di IAIN Sunan Ampel tidak hanya sekedar bermusik, tetapi juga berdakwah dan beramal.  Melalui music-musiknya yang beraliran kritisisme social, melalui sentuhan-sentuhan liriknya yang menggugah rasa keagamaan dan bahkan rasa kepahlawan dan kecintaan akan Indonesia, maka menurut saya, pantaslah jika Iwan Fals adalah Dewanya Musik Indonesia.  Kharismanya yang besar di atas panggung dan gayanya yang heroic membuat kita terasa dibawa ke satu tujuan, Mencintai Indonesia.

Terima kasih Mas Iwan, Kang Santro dan seluruh crewnya. Saya yakin pertunjukan ini akan menjadi catatan manis bagi warga IAIN Sunan Ampel di tengah keinginan untuk melakukan perubahan yang  terus menggelora.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini