BEBAN BERAT KEMERDEKAAN
Hari ini adalah hari yang sangat spesial bagi bangsa Indonesia. Hari kemerdekaan Indonesia yang ke 64. jadi Indonesia sudah merdeka selama 64 tahun. Usia yang masih sangat muda dibandingkan dengan kemerdekaan negara-negara lain, misalnya Amerika Serikat yang sudah memasuki angka 333 tahun.
Kemerdekaan ini tentu tidak diperoleh begitu saja tetapi dengan perjuangan yang sangat keras melalui cucuran darah dan hilangnya nyawa para pejuang bangsa kita. Para pendahulu bangsa ini tentunya adalah para pejuang dan pahlawan bangsa yang sudah mewakafkan hidupnya untuk kemerdekaan bangsanya. Kita sebagai generasi penerus sudah sepantasnya jika harus menaruh hormat dan penghargaan atas semua jerih payah founding fathers negeri ini.
Pertanyaannya kemudian adalah apa capaian prestasi yang sudah bisa diraih oleh bangsa ini selama 64 tahun merdeka. Pertanyaan ini tentu pertanyaan klasik yang bisa dipertanyakan setiap kali kita memperingati hari kemerdekaan.
Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau (termasuk 9.634 pulau yang belum diberi nama dan 6.000 pulau yang tidak berpenghuni). Di Indonesia terdapat tiga dari enam pulau terbesar di dunia, yaitu : Kalimantan (pulau terbesar ketiga di dunia dengan luas 539.460 km2), Sumatera (473.606 km2) dan Papua (421.981 km2). Indonesia merupakan Negara dengan suku bangsa terbanyak di dunia. Terdapat lebih dari 740 suku bangsa/etnis. Di Papua saja terdapat 270 suku.
Negara dengan bahasa daerah yang terbanyak, yaitu, 583 bahasa dan dialek dari 67 bahasa induk yang digunakan berbagai suku bangsa di Indonesia. Meskipun terdiri dari multietnis dan bahasa akan tetapi memiliki bahasa nasional, yaitu Bahasa Indonesia
Dengan begitu, maka betapa beratnya beban untuk melakukan perubahan dari semua aspek kehidupan bagi bangsa ini. Coba bandingkan dengan Singapura, Vietnam, Filipina bahkan Malaysia. Di Negara Asia Tenggara, maka Indonesia merupakan negara yang memiliki beban berat dalam pembangunan bangsanya. Makanya hingga hari ini pengembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia masih berada di urutan 109 pada tahun 2008 dari sebanyak 179 negara di dunia dan belum pernah masuk di bawah 100. Indeks kompetisi bangsa juga masih rendah. Dengan beban penduduk sebanyak 270 juta tahun 2008 atau terbesar ke empat, maka beban untuk pengembangan SDM juga luar biasa besarnya.
Negeri yang kaya raya dengan sumber daya alam (SDA) ini juga masih terseok-seok dalam memanfaatkan SDA-nya. Apa yang tidak ada di sini. Mulai sumber daya pertambangan, sumber daya hutan, sumber daya kelautan, sumber daya tanah dan pertanian, sumber daya perkebunan, dan sebagainya tentu tidak ada taranya dibandingkan dengan negara lain. Jepang misalnya tidak memiliki SDA yang memadai. Swiss tidak punya SDA yang memadai, Singapura juga tidak memiliki SDA apapun. Akan tetapi negara ini mampu menjadi pengekspor hasil produksinya secara luar biasa. Di Swiss tidak ada tanaman coklat, tetapi negara ini menjadi eksportir produk coklat dunia. Jepang tidak punya bahan pertambangan tetapi menjadi produsen alat-alat otomotif. Bahkan Singapura bisa menjadi negara modern dan sejahtera hanya karena menjadi lalu lintas perdagangan internasional.
Sebaliknya, Indonesia dengan seabrek SDA-nya ternyata belum mampu menjadikan SDAnya sebagai potensi ekspor yang luar biasa, bahkan jadi pengimpor produk yang SDA-nya berasal dari sini. Indonesia memang masih harus terus berbenah agar dapat memanfaatkan SDA-nya bagi kesejahteraan masyarakatnya. Di dalam usianya yang ke 64 tanda-tanda itu masih belum jelas. Reformasi yang diharapkan akan dapat menjadi starting point untuk melaju cepat ternyata juga belum memberikan indikasi ke arah itu. Daerah tertinggal masih banyak, 199 kabupaten tertinggal dan berdasarkan data bahwa masih terdapat sebanyak 39,5% orang miskin atau sekitar 17,75% dari total penduduk Indonesia.
Pembangunan sudah dicanangkan secara memadai semenjak pemerintahan Orde Baru, tahun 1972 melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Melalui skema hutang luar negeri, maka pembiayaan pembangunan dilakukan sedemikian rupa. Hanya sayangnya bahwa pola pembangunan yang bernuansa top down, maka banyak proyek pembangunan yang mengalami kegagalan. Uang trilyunan rupiah yang didayagunakan untuk pembangunan infrastruktur banyak yang tidak bermanfaat. Bahkan negara kemudian terjerat hutang luar negeri. Belum lagi proyek yang kemudian dikorupsi yang angkanya mencapai 30% dari total anggaran pembangunan. Pelita yang secara konseptual sangat bagus tercabik-cabik di dalam implementasinya. Indonesia lalu membuat cerita “kisah sukses yang gagal”.
Era reformasi yang diharapkan menjadi awal bagi proses pembenahan secara total juga masih tertatih-tatih. Yang berhasil barulah tahapan demokratisasi. Sedangkan yang lain masih berada di dalam ruang hampa. Masih di titik nol. Krisis ekonomi yang melanda dunia memiliki peran besar dalam menhambat laju pertumbuhan ekonomi, sehingga percepatan pembangunan ekonomi juga kembang kempis. Maka yang terjadi adalah masih terbatasnya akses ketenagakerjaan, rendahnya tarap hidup masyarakat, masih rendahnya akses pendidikan dan rendahnya kualitas SDM.
Namun demikian kita tidak ingin menjadi the losser. Kita mesti menjadi the winner. Maka untuk menjadi pemenang hanya ada beberapa syarat, semua elemen bangsa ini harus kerja keras dan cerdas, tidak mudah putus asa dan terus membangun kualitas diri di dalam dunia kompetisi yang semakin keras. Jika bangsa Amerika saja masih membutuhkan peningkatan kompetisi bangsanya, maka Indonesia harus memiliki semangat berlipat-lipat. Sekali merdeka tetap merdeka.
Wallahu a’lam bi al-shawab.