IN MEMORIUM PROF.DR.KH.SYAICHUL HADI PERMONO, SH,MA
Kemarin, Senin, 25 Oktober 2010 adalah hari berkabung bagi seluruh civitas akademika IAIN Sunan Ampel, sebab pada hari itu, Guru besar IAIN Sunan Ampel, Prof. Dr. KH. Syaichul Hadi Permono, SH, MA meninggalkan kita semua dan kembali ke hadirat Illahi Rabbi. Beliau meninggal di Jakarta dalam satu tugas di Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BANPT).
Makanya, saya kemarin bersama Prof. Abd. A’la dan A.Rafiq, Humas IAIN Sunan Ampel berta’ziyah ke Demak, Jawa Tengah sebagai bagian dari tanggungjawab Institusi kepada warganya yang sangat terhormat. Akan tetapi, karena agak macet di dalam perjalanan Surabaya Demak, maka saya agak terlambat datang di acara pemakaman. Meskipun demikian, saya sempat menghadiri pemakaman beliau. Saya datang di pemakaman saat talqin dan kemudian tahlilan di kumandangkan. Akhirnya saya juga diberi kesempatan untuk sedikit berbicara pada acara pemakaman tersebut. Beliau dimakamkan di tanah kelahirannya, di desanya, berdekatan dengan masjid dan makam keluarganya.
Sesuai dengan wasiatnya, Beliau memang ingin dimakamkan di desanya dan berdampingan dengan keluarga besarnya. Di makam itu juga dikubur almarhum Bapak dan Ibunya. Tempat terakhir yang dijadikan sebagai rumahnya adalah di desa di mana beliau dilahirkannya. Yaitu Desa Tlogorejo, Wonosalam, Demak, Jawa Tengah.
Beliau lahir di Demak 08 Januari 1941. Prof. Dr. KH. Syaichul Hadi Permono, SH., MA. adalah Guru Besar dalam Hukum Islam pada Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya. Pernah menjadi anggota DPR/MPR selama dua periode, yaitu periode 1992-1997 dan 1997-1999. Disamping itu, beliau juga sebagai pengasuh dan pemangku Pondok Pesantren “Darul Hikmah” Kebonsari Jambangan Surabaya. Sejak kecil beliau banyak mengahbiskan masa pendidikannya di pondok-pondok pesantren Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Meskipun lahir di Jawa Tengah, namun kehidupannya memang dihabiskan di tanah rantauan. Beliau justru hidup di Surabaya dan lama juga di Jakarta. Semenjak kecil, Syaikhul Hadi Permono memang menjadi santri kelana. Dijelajahinya berbagai pesantren di Jawa Timur dan juga Jawa Tengah. Sebagai akibat menjadi santri semenjak kecil, maka penguasaan terhadap kitab kuning sebagai rujukan utama di kalangan para ulama menjadi sangat baik dikuasainya. Tidak mengherankan jika kemudian beliau menjadi rujukan dalam berbagai perdebatan tentang masalah hukum Islam. Beliau menjadi rujukan di dalam berbagai bahtsul masail yang digelar oleh ulama-ulama NU.
Prof. Syaikhul Hadi Permono adalah guru besar yang memiliki banyak talenta. Selain menguasai sumber-sumber utama rujukan hukum Islam, beliau juga seorang aktivis partai politik kala Beliau menjadi anggota DPR selama dua periode. Selama menjadi anggota DPR, maka sudah sebanyak 68 negara yang dikunjunginya untuk memperdalam berbagai persoalan yang terkait dengan tugasnya. Hal itu beliau ungkapkan dalam salah satu ujian disertasi, seminggu sebelum Beliau meninggal. Beliau menyatakan: “meskipun saya melakukan banyak kunjungan kerja, namun saya tetap menjalankan ajaran agama sesuai dengan keyakinan dan paham saya tentang agama. Tidak pernah saya melanggar perintah agama.”
Prof. Syaikhul Hadi adalah sosok guru besar yang sangat lengkap. Selain menguasai bidang keilmuan yang menjadi tanggungjawab akademisnya, beliau juga seorang aktivis politik yang mumpuni. Terbukti beliau bisa menjadi anggota DPR selama dua periode berturut-turut. Andaikan beliau tidak memiliki kemampuan politik yang memadai tentu akan sulit bertahan di Gedung DPR dalam dua periode, apalagi itu terjadi di era pemerintahan Orde Baru. Beliau mesti memiliki kemampuan human relation yang yang sangat memadai.
Bagi yang ditinggalkan, khususnya para pimpinan dan dosen IAIN Sunan Ampel bahkan juga masyarakat umumnya, maka ada tiga hal yang dapat dijadikan sebagai contoh. Pertama, adalah komitmennya tentang dunia akademik. Bisa dibayangkan bahwa beliau tetap mengajar pada hari jum’at yang lalu dan juga menguji disertasi beberapa saat yang lalu. Beliau memiliki kedisiplinan yang tinggi dalam proses pembelajaran. Tidak hanya di IAIN Sunan Ampel tetapi juga di Universitas Airlangga dan juga PTU dan PTS atau PTAIS lainnya. Maklumlah beliau memiliki keahlian khusus yang jarang dimiliki oleh lainnya, yaitu ilmu ekonomi syariah. Sebagai disiplin yang baru berkembang, maka beliaulah yang memandeganinya. Maka tidak salah jika seluruh disertasi yang terkait dengan ekonomi syariah, maka pasti beliaulah yang membimbingnya.
Kedua, komitmen institusional. Beliau adalah orang yang memiliki komitmen yang sangat tinggi di dalam pengembangan dunia institusi pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Beliau meninggal di saat melaksanakan tugas kenegaraan menjadi asesor untuk mengukur kualitas pendidikan tinggi. Pada hari Jum’at yang lalu, setelah selesai mengajar di program PPs IAIN Sunan Ampel, maka beliau terus ke Jakarta untuk melakukan meeting di BANPT. Maka ketika jam pertemuan, kemudian beliau tidak datang, maka lalu dilakukan pengecekan ke kamarnya, ternyata Beliau sudah meninggal dalam keadaan shalat. Komitmen seperti ini rasanya jarang ditemui pada lainnya.
Ketiga, komitmen terhadap pengembangan masyarakat. Beliau dirikan pesantren di rumahnya di Kebonsari Surabaya. Di situlah beliau mengajarkan Islam kepada masyarakat. Beliau mengajar mengaji dan memberi ceramah rutin. Di situlah beliau menjadi imam dan mursyid tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Di sana pula beliau memberikan penyuluhan dan penerangan kepada masyarakat tentang Islam yang diyakini dan diamalkannya.
Maka menurut saya, tidak salah jika kita menjadikannya sebagai sosok teladan di dalam kehidupan ini. Dunia akademis dan masyarakat akademis akan sangat kehilangan dengan kepergian beliau. Masyarakat umum juga akan kehilangan beliau karena kehilangan pembimbing agama yang sangat mumpuni.
Tetapi semua memang ada takdirnya. Inna lilllahi wa inna ilaihi raji’un. Sesungguhnya semua adalah milik Tuhan dan semua akan kembali kepadanya. Selamat jalan Prof. Engkau adalah gurunya orang-orang IAIN Sunan Ampel dan bahkan juga guru kita semua.
Wallahu a’lam bi al shawab.