• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

LAKON KUNJUNGAN KERJA

Ibarat dunia pewayangan, maka DPR dan Juga Pemerintah memang menjadi lakon pembuka dalam cerita pewayangan. Ia merupakan jejeran utama dalam lakon itu, sehingga semua focus dan konsentrasi tertuju kepadanya. Kali ini jejeran utama itu adalah tentang Kunjungan Kerja (kunker) DPR dan Pemerintah yang mencapai angka triyunan rupiah.

Sesuai dengan laporan yang dirilis oleh Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Yuna Farhan, bahwa anggaran kunker adalah sebesar 19,5 trilyun rupiah untuk tahun 2010. Digambarkan  oleh FITRA, bahwa kunjungan Presiden ke Luar negeri menghabiskan dana Rp. 179,03 Milyar, Kementerian Kesehatan Rp. 145,3 milyar, Menbudpar 60,8 Milyar. Kemudian jatah  DPR setiap pembahasan RUU dan perubahan UU adalah mengunjungi tiga negara, dengan rata-rata Rp. 1,7 milyar.  Setiap anggota DPR yang kunker, maka memperoleh uang sebesar Rp 3-4 juta perhari tergantung tujuan negara yang dituju. Jika seminggu akan mendapatkan uang sebesar Rp. 25-30 juta (JP, 20/09/2010).

Di tengah transparansi seperti sekarang, maka tidak ada yang bisa ditutupi. Termasuk juga anggaran belanja negara yang secara khusus mengenai kunjungan kerja. Banyak LSM yang kemudian memelototi terhadap anggaran pemeritah. Sebut saja misalnya FITRA, Transparancy International, Corruption Watch dan sebagainya. Bahkan mereka juga melakukan pelatihan-pelatihan bagi organisasi social kemasyarakatan untuk  terlibat di dalam proses pengawasan anggaran negara.

Tentu kondisi ini sangat berbeda dengan zaman Orde Baru. Melalui pemerintahan yang otoriter, maka banyak hal yang bisa ditutupi. Apalagi yang menyangkut persoalan yang memang harus ditutupi. Anggaran untuk kunker, misalnya, di Era Orde Baru pasti tidak akan bisa diungkap oleh LSM. Lembaga swadaya masyarakat tidak akan pernah bisa mengakses data penting seperti ini. Makanya, perjalanan kunker kemanapun tidak akan pernah terekspose di media atau public.

DPR memang sedang menjadi lakon. Beberapa saat yang lalu menjadi lakon Dana Aspirasi. Akan tetapi rencana ini menjadi mentok karena tekanan public yang sangat kuat. Kemudian pembangunan kantor DPR yang juga menjadi pembicaraan public luar biasa,  karena anggaran yang tersedot untuk kepentingan pembangunan perkantoran DPR sebesar mencapai trilyunan rupiah.  Perkantoran tersebut sangat komplit dengan kolam renang, SPA, tempat pijat dan infrastruktur lainnya.

Sekarang DPR juga kena lakon lagi terkait dengan dana yang besar untuk kunker. Pemerintah pun juga terkena sorotan tentang kunker ini.  Yang menjadi masalah tentu saja adalah besaran anggaran kunker yang digunakan oleh aparat pemerintah dan juga anggota DPR. Anggaran sebesar 19,5 trilyun rupiah untuk kunker tentu saja dianggap besar bagi Indonesia yang memang sedang mengentas kemiskinan.  Angka ini sangat besar dibandingkan dengan anggaran untuk  kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) yang hanya satu trilyun, apalagi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang kurang dari satu trilyun.

Dua kementerian ini adalah leading sector pengentasan kemiskinan yang kisarannya masih cukup besar, demikian pula anggaran untuk pembangunan lingkungan yang semestinya menjadi prioritas di Indonesia.  Anggaran sebesar itu mestinya dapat didayagunakan untuk memperkuat dua kementerian ini agar bisa memberikan makna lebih bagi proses percepatan peningkatan kesejahteraan warga miskin dan juga perbaikan lingkungan.

Memang harus diakui bahwa kunker itu penting. Kunker adalah salah satu medium untuk membangun mimpi atau untuk menumbuhkan aspirasi. Akan tetapi kunker yang tidak produktif tentu saja justru tidak menjadikan cerdas.

Yang bisa dilaksanakan adalah kunker yang memang menjadi prioritas saja. Artinya harus dilakukan sesuai dengan analisis dan kajian yang sangat mendalam tentang prioritas kunker tersebut. Kemudian, juga harus diperhatikan seberapa besar rombongan kunker yang harus terlibat.

Besaran rombongan, besaran anggaran dan jumlah negara yang dikunjungi,  tentu terkait dengan focus yang dicarikan informasinya dan kemudian juga berkait kelindan dengan hasil atau produk kunjungan kerja tersebut.

Pertanyaan besarnya adalah apa yang dihasilkan oleh berbagai kunjungan kerja tersebut. Apakah melalui kunker tersebut kemudian bisa menghasilkan inspirasi yang memang dibutuhkan. Lalu, apakah ada pertanggungjawaban akademis tentang kunker itu. Inilah pertanyaan besar yang bisa dikaitkan dengan kunker anggota dewan dan juga aparat pemerintah.

Jika pertanyaan dasar ini tidak terjawab, maka memang besaran anggaran untuk kunker layak dipertanyakan. Makanya, jawabannya adalah hendaknya setiap pengeluaran anggaran harus diperhitungkan untuk kepentingan masyarakat.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini