DOA BERSAMA DALAM BINGKAI DIALOG AGAMA-AGAMA
Sekian tahun yang lalu, Dr. Soedjatmoko, cendekiawan Indonesia yang sangat terkenal membuat para peserta Seminar Internasional di Tokyo, 13 April 1987, menjadi terpukau ketika Beliau membawakan makalah tentang “The Future of Mankind and Cooperation among Religions”. Cendekiawan Indonesia ini mengajak kepada para peserta untuk merenungkan kembali tentang iman dan sejarah dalam kaitannya dengan dialog dan kerja sama antar agama. Selanjutnya beliau menyatakan: “selama berabad-abad agama-agama besar mengajarkan persatuan umat manusia. Kini di dalam dunia modern persepsi transenden dari kemanusiaan kita itu semakin memudar” (M. Syafi’I Anwar, 1993).
Apa yang disampaikan oleh Soedjatmoko tersebut tampaknya masih relevan di tengah kehidupan beragama dewasa ini. Di satu sisi terdapat kesalingpahaman yang cukup besar dari relasi antar penganut agama, tetapi di sisi lain juga masih cukup tinggi tegangan antar umat beragama tersebut. Tegangan antar umat beragama memang sangat bisa dipahami, sebab memang di dalam ajaran agama terdapat seperangkat doktrin keagamaan yang sangat berbeda dan bisa menjadi penyebab terjadinya konflik horizontal.
Mungkin masih membekas di dalam ingatan kita tentang rencana Terry Jones yang akan melakukan tindakan nekad “membakar al Qur’an”atau hari pembakaran kitab Al-Qur’an. Ini merupakan salah satu contoh bahwa tegangan antarumat beragama hingga dewasa ini masih sangat kental. Bagaimanapun hal ini merupakan bentuk gerakan untuk melawan keteraturan social. Padahal keteraturan social adalah sebagaimana yang diinginkan oleh kebanyakan umat beragama.
Dunia ini sesungguhnya masih dihuni oleh orang-orang seperti Terry Jones ini. Masih ada sebagian kecil warga dunia yang merasa bahwa melakukan penistaan dan penghinaan terhadap agama merupakan keyakinan yang dianggap benar. Sebagian orang yang seperti ini, tentu dihinggapi oleh penyakit merasa benar sendiri dan keyakinannya saja yang benar dan yang lain boleh dinista, dihina dan bahkan dinegasikan.
Namun demikian, tindakan seperti justru memancing reaksi yang sangat tinggi. Masyarakat Islam di seluruh dunia sontak melakukan reaksi terhadap rencana tindakan ini. Masyarakat Islam di Iran, Pakistan, Malaysia, Indonesia dan bahkan minoritas Islam di negara-negara Barat juga melakukan penolakan terhadap acara ini. Gelombang protes terjadi di mana-mana.
Begitu kuatnya tekanan internasional ini, maka Terry Jones kemudian mengurungkan niatnya. Akan tetapi satu hal yang kiranya menjadi bahan perhatian bahwa pelecehan, penistaan dan penghinaan agama kiranya memang menjadi bagian dari sebagian warga dunia yang memang tidak menginginkan dunia ini menjadi teratur. Dan sebagaimana diketahui bahwa aspek krusial yang menjadi penyebab tegangan antar umat beragama adalah persoalan penistaan agama tersebut. Banyak konflik yang menjadi mengeras ketika agama dilibatkan di dalamnya.
Ungkapan Soedjatmoko tersebut kiranya menjadi penting untuk direnungkan bahwa hakikat agama sesungguhnya adalah mengajarkan tentang keteraturan social dan bukan konflik social. Pesan agama yang paling mendasar adalah untuk mencapai kedamaian. Di dalam Islam dikenal konsep Islam sebagai rahmatan lil alamin, Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Setiap agama tentu memiliki ajaran mengenai hal ini. Artinya bahwa setiap agama memiliki hakikat bahwa yang diinginkan adalah perdamaian di dalam kehidupan bersama. Hanya saja bahwa misi agama tersebut terkadang tereduksi oleh tafsir dan semangat beragama yang sangat tinggi dan kemudian diiringi dengan tindakan dan keinginan untuk menegasikan lainnya. Makanya, di mana-mana terjadi konflik beragama yang disebabkan oleh keinginan yang tak tertahankan tersebut.
Namun demikian, mengamati terhadap acara halal bil halal yang dilakukan oleh Yayasan Masjid Chengho di Biara Kenjeran Park beberapa saat yang lalu, dan kemudian shalat jamaah Magrib di Biara tersebut lalu diikuti dengan doa bersama umat beragama, maka gambaran bahwa ketiadaan dialog untuk menuai kebersamaan itu bukan sesuatu yang mustahil dilakukan.
Umat beragama yang terdiri dari Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu tersebut larut dalam doa yang dilakukan pada waktu yang bersamaan. Jika melihat kenyataan ini, maka kerukunan antar umat beragama merupakan sesuatu yang akan terus terjadi di Bumi Indonesia.
Jika semua penganut beragama memiliki wawasan keagamaan yang luas seperti ini, maka kerukunan umat beragama akan bisa menjadi modal dalam membangun kehidupan bangsa secara menyeluruh.
Wallahu a’lam bi al shawab.