• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KESABARAN DAN SOLIDARITAS SOSIAL

Khutbah Hari Raya di Masjid Istiqlal, 1 Syawal 1431/10 September 2010

Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi

Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya

 Assala>mu‘alaikum warah}matulla>hi wa Baraka>tuh

Alla>hu akbar, Alla>hu akbar, Alla>hu akbar. Alla>hu akbar kabi>ra> wal h}amdulilla>hi kath>ira> wa subh}a>nalla>hi bukratan  wa as}i>la>. La> ila>ha illalla>h walla>hu akbar. Alla>hu akbar  walilla>hil h}amd.

Innal h}amda lilla>h. Nah}maduhu> wa nasta‘i>nuhu> wa nastaghfiru>h wa na ‘u>dhu billa>hi min shuru>ri anfusina> wa min sayyia>ti a‘ma>lina>. Man yahdilla>hu fa la> mud}illalah wa man yud}lilhu fa la> ha>diya lah.

Alla>humma s}alli wa sallim wa ba>rik ‘ala sayyidina> Muhammad wa ‘ala> a>lihi> wa as}h}a>bihi> ajma‘i>n.

Fa ya> ayyuha al-h}a>diru>n rah}ima kumulla>h. Ittaqulla>h. Ittaqulla>ha h{aqqa tuqa>tihi> wa la> tamu>tunna illa> wa antum muslimu>n.

Qa>lalla>hu fi> kita>bihil kari>m, a‘u>dhu billa>hi min al-shayt}a>n al-raji>m. La in shakartum la azi>dannakum wa lain kafartum inna adha>bi> la shadi>d.

Waqa>l al-Nabiyyu S{allala>hu ‘alaihi wa sallam: “man s}a>ma ramad}a>na i>ma>nan wah}tisa>ban ghufira lahu> ma> taqaddama min dhanbih.

 

ALLA<HU AKBAR, ALLA<HU AKBAR, ALLA<HU AKBAR WALILLA<H AL-H{AMD

Sidang Shalat Id Rahima kumullah.

Pada pagi hari yang berbahagia ini, marilah kita bersyukur ke hadirat Ilahi Rabbi, Tuhan seru sekalian alam, karena berkat rahmat, taufiq dan hidayahnya sehingga kita diberi umur panjang untuk dapat melaksanakan puasa ramadan selama satu bulan dan kita juga bisa bertemu kembali dengan hari raya idul fitri, hari raya ketika kita kembali kepada kesucian. Rasa syukur itu tentu tidak saja di dalam ucapan, tetapi juga di dalam tindakan.

Kita  mengucapkan syukur alh}amdulilla>h, dan kemudian ditindaklanjuti dengan tindakan yang tidak bertentangan dengan rasa syukur itu, yaitu melakukan amal kebaikan atau amal saleh, terutama terhadap sesama manusia. Hakikat amal shaleh sesungguhnya adalah ketika kita berhasil mengembangkan perilaku dan tindakan ke arah kesadaran memanusiakan manusia sebagai sesama makhluk Allah.

Di dalam hal ini Allah menyatakan di dalam surat Ibrahim, ayat 14:   “La in shakartum la azi>dannakum wa lain kafartum inna adha>bi> la shadi>d,” yang arti secara harfiahnya adalah “jika kalian bersyukur, maka Allah akan menambah kenikmatan-Nya dan jika kalian berpaling, maka Allah akan memberi adzab yang pedih”.

Arti kontekstual ayat ini adalah kenikmatan yang besar kepada manusia akan memiliki makna, jika kenikmatan itu tidak hanya bercorak individual, akan  tetapi kenikmatan yang bercorak komunal. Kita seringkali memaknai nikmat itu dari sisi kenikmatan individual, padahal puncak kenikmatan itu terjadi justru ketika dirasakan oleh banyak orang. Inilah barangkali yang dimaksud dengan konsep Islam sebagai rah}matan lil ‘a>lami>n. Islam bukan hanya untuk kenikmatan individu, segelintir orang, tetapi adalah kenikmatan bagi seluruh umat.

Itulah sebabnya Islam mengajarkan konsep tentang zakat, infaq dan shadaqah. Zakat bagi orang kaya bukanlah pemberian kepada orang miskin, akan tetapi adalah hutang atau kewajiban yang harus ditunaikan. Jika orang kaya tidak memberikan sebagian kecil hartanya kepada orang miskin, maka hakikatnya mereka memiliki hutang kepada orang miskin. Ajaran zakat, infaq dan shadaqah adalah bagian penting di dalam konsepsi Islam tentang  bagaimana membangun solidaritas sosial.

 

ALLA<HU AKBAR, ALLA<HU AKBAR, ALLA<HU AKBAR WALILLA<H AL-H{AMD

Hadirin Rahima kumullah.

Manusia adalah makhluk Allah yang paling mulia di dunia. Dibanding dengan makhluk-makhluk Allah lainnya, manusia memiliki kelebihan dalam akal dan pikiran. Dengannya, manusia bisa membedakan mana yang benar dan salah, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak, serta mana yang menguntungkan dan yang merugikan. Namun demikian, kelebihan akal terkadang justru menjadikan manusia sebagai makhluk yang eksploitatif terhadap lainnya. Bahkan dengan kemampuan akalnya, manusia melakukan perusakan secara sistemik terhadap alam yang seharusnya dijaga dan dimanfaatkan. Bahkan, manusia dengan kesadaran akalnya juga mengeksploitasi manusia lainnya untuk memenuhi tuntutan kebutuhannya.

Sesungguhnya, manusia memiliki tiga tugas utama di dalam kehidupannya. Yaitu yang tersurat dalam konsep h}ablum min Alla>h, h}ablum min al-na>s dan h}ablum min al- ‘a>lam. Manusia harus melakukan dan menjaga hubungan erat dengan Allah Swt. Hubungan yang tercermin dalam kepatuhan menjalankan semua perintah dan menjauhi  larangannya. Manusia harus mempercayai seluruh sistem keimanan agamanya, menjalankan seluruh ritual peribadahan, dan juga bermoralitas yang relevan dengan misi agamanya.

Manusia harus menjaga hubungan baik dengan sesama manusia. Memelihara tali hubungan kemesraan berdasar humanitas adalah bagian penting di dalam perjalanan hidup manusia. Sebagai khali>fat Alla>h fi al-ard}, manusia dapat melaksanakan peran yang sangat penting agar hubungan antar manusia tidak didistorsi oleh kepentingan atas nama  kelompok, golongan dan lainnya. Mengisi ruang “kosong” humanitas adalah tugas manusia di tengah pergulatan kehidupan yang penuh dengan tarikan-tarikan kepentingan yang sering menggelora. Inti kemanusiaan adalah equalitas, keadilan, kemerdekaan dan keselamatan yang didasari oleh ajaran agama. Oleh karena itu, agama yang benar selalu menempatkan humanitas sebagai inti ajarannya. Agama yang dipahami dengan tidak mengedepankan humanitas tentunya bukan yang menjadi inti dari misi agama.

Manusia juga harus menjaga hubungan baik dengan lingkungan  alam. Di dalam diri manusia harus ada kesadaran bahwa kehidupan manusia sangat tergantung kepada alam. Untuk makan, minum, bertempat tinggal, memelihara keturunan dan bermasyarakat tentunya sangat tergantung kepada keserasian lingkungan alam. Hubungan yang serasi antara manusia dan alam terjadi jika manusia tidak hanya menempatkan alam sebagai obyek. Ketika manusia menempatkan alam sebagai obyek, maka yang terjadi adalah proses eksploitasi yang tidak seimbang.. Dalam mengeksploitasi alam yang tidak bisa diperbaharui, seperti bahan tambang, maka harus dipertimbangkan menjaga keselarasannya. Dalam mendayagunakan alam yang dapat diperbaharui, maka harus dijaga agar tidak punah. Islam mengajarkan agar alam dijaga sebagai layaknya subyek yang turut menentukan dirinya sendiri.

 

ALLA<HU AKBAR, ALLA<HU AKBAR, ALLA<HU AKBAR WALILLA<H AL-H{AMD

Hadirin Rahima kumullah.

Sebagai suatu bangsa yang tengah melaksanakan pembangunan, maka kita mengalami  cobaan yang tidak sedikit. Cobaan itu adakalanya memang bagian dari takdir Allah Swt, yang merupakan faktor eksternal-absolut, seperti gempa bumi, gunung meletus, tsunami dan sebagainya.  Tetapi adakalanya cobaan juga disebabkan oleh faktor internal-nonabsolut atau  karena ulah manusia, misalnya kerusakan alam yang berakibat banjir, tanah longsor, kerusakan jalan dan sebagainya. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah dalam surat Al-Rum, ayat 41:  “z}ahara al-fasa>du fi al-barri wa al-bah}ri bima> kasabat aid al-na>s”,yang artinya: “telah nyata terjadi kerusakan di daratan dan lautan yang disebabkan oleh ulah manusia”.

Dewasa ini juga ada sebagian masyarakat yang menggunakan kekerasan sebagai proses penyelesaian masalah. Banyak penafsiran yang keliru tentang gerakan demokratisasi, keterbukaan dan kebebasan. Mereka beranggapan bahwa melalui demokratisasi, keterbukaan dan   kebebasan, maka orang bisa melakukan apa saja termasuk melakukan kekerasan atas nama agama. Mereka menganggap bahwa melalui kekerasan, maka masalah akan dapat diselesaikan.   

Padahal kita telah memiliki konsep yang sangat implementatif tentang kerukunan, keharmonisan dan keselamatan. Melalui konsep kerukunan, maka penyelesaian masalah tidak harus menggunakan kekerasan. Melalui kerukunan tersebut maka akan memunculkan keselarasan dan melalui keselerasan akan memunculkan keselamatan. Di dalam kehidupan beragama, maka kita juga memiliki konsep aplikatif tentang kerukunan hidup beragama, yaitu kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama dan kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah.

Di sisi lain, kita juga harus membangun kerukunan dalam hubungan internasional. Di dalam kerangka ini, maka membangun kerukunan antar negara merupakan bagian penting dalam relasi di dunia internasional. Namun demikian, di dalam membangun jaringan internasional juga tidak boleh ada yang mencederai. Relasi antar negara juga harus dalam coraknya yang berkesetaraan.  

Mestinya masyarakat Indonesia memahami bahwa kekerasan dalam penyelesaian masalah tentu bukan pilihan dalam tindakan apapun. Sebab hal ini akan menimbulkan kerusakan yang memprihatinkan. Dan setiap kekerasan juga akan menghasilkan kekerasan baru atau terjadi  siklus kekerasan. Kekerasan akan selalu menimbulkan pengalaman traumatic.

Belajar dari kenyataan ini, maka pilihan untuk menyelesaikan masalah dengan mengambil fokus pada penyelesaian yang mengedepankan kerukunan, keharmonisan dan keselamatan memang perlu dikedepankan. Maka pilihan bangsa Indonesia untuk melakukan dialog berkesetaraan untuk menyelesaikan wilayah perbatasan dengan negara-negara tetangga tentu menjadi sangat urgen. Sebagai bangsa yang besar tentu kita tidak boleh terprovokasi oleh tindakan-tindakan yang memang secara sengaja memancing masalah. Dan sebagaimana diketahui bahwa tidak ada keuntungan sedikitpun penyelesaian masalah yang bercorak kekerasan.

Marilah kita teladani apa yang dilakukan oleh Junjungan Kita Nabi Besar Muhammad SAW. Ketika beliau berdakwah di Taif. Bukannya ajakan Rasul itu memperoleh respon positif, akan tetapi justru dilempari dengan kotoran hewan, kotoran manusia dan bahkan dilempari dengan batu, sehingga tubuh Rasulullah berdarah-darah. Saking kejamnya perlakuan orang Taif kepada Rasulullah SAW., maka Malaikat Jibril akan menenggelamkan mereka. Akan tetapi Rasulullah SAW justru menyatakan bahwa Beliau diturunkan untuk mengembangkan perdamaian dan bukan untuk membuat kerusakan.

Kata Malaikat itu, “Wahai Rasulullah, kami siap untuk menjalankan perintah tuan. Jika engkau mau, kami sanggup menjadikan gunung di sekitar kota itu berbenturan, sehingga penduduk yang ada di kedua belah gunung ini akan mati tertindih. Atau apa saja hukuman yang engkau inginkan, kami siap melaksanakannya.” Mendengar tawaran malaikat itu, Rasulullah saw. dengan sifat kasih sayangnya berkata, “Walaupun mereka menolak ajaran Islam, saya berharap dengan kehendak Allah, keturunan mereka pada suatu saat nanti akan menyembah Allah dan beribadah kepada-Nya.”   

  

ALLA<HU AKBAR, ALLA<HU AKBAR, ALLA<HU AKBAR WALILLA<H AL-H{AMD

Hadirin Rahima kumullah.

Kita yakin bahwa semua yang terjadi dan kita rasakan atau kita alami adalah bagian dari rekayasa Allah untuk masyarakat dan bangsa ini. Sebagai masyarakat yang agamis kita yakin bahwa semua ini adalah bagian dari takdir Allah. Jika hal ini diyakini bagian dari rekayasa Allah, maka penjelasannya bahwa semua ini diciptakan Allah sebagai ujian terhadap kesabaran,  ketakwaan, dan  keimanan kita kepada-Nya. Apakah dengan banyaknya cobaan dan ujian ini menjadikan kita sebagai masyarakat bangsa semakin dewasa atau justru sebaliknya menjadi semakin kerdil.

Sebagai warga masyarakat bangsa yang besar, kita  yakin bahwa semua cobaan Allah akan dapat disikapi dengan penuh kedewasaan dan bukan sebaliknya. Sebab kita juga yakin bahwa Allah tidak akan mencoba umatnya dan menguji umatnya melebihi takaran dan batas kemampuan manusia untuk menanggungnya. Allah sendiri berjanji di dalam Al-Qur’an, surat Al-Baqarah, ayat 286, yang berbunyi: “La> yukallif alla>hu nafsan illa> wus‘aha>”.

Bangsa ini sesungguhnya sudah kenyang dengan berbagai cobaan. Jika kita lakukan flash back, maka selama tiga abad berjuang melawan penjajahan, kemudian dilanjutkan dengan konflik demi konflik dalam perebutan kekuasaan dan juga penderitaan ekonomi yang terkenal sebagai  krisis ekonomi. Namun demikian, sebagai bangsa yang besar, maka cobaan dan  penderitaan itu justru menjadi cambuk dalam rangka meningkatkan kehidupan. Bangsa ini adalah bangsa yang tidak mengenal kata menyerah dan putus asa. Sebab Allah dalam Surat Yusuf, ayat 87 melarang kita untuk berputus asa, wa la> tay’asu> min rauh}illla>h, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sebab  orang yang berputus asa dari rahmat Allah adalah orang-orang kafir.

Ada ungkapan yang sangat bagus untuk direnungkan bahwa kejayaan kita yang paling hebat bukan ditentukan karena kita tidak pernah gagal, tetapi karena kita bangkit lagi setiap kali kita jatuh. Jadi sebuah bangsa yang besar bukanlah bangsa yang tidak pernah gagal, akan tetapi bangsa yang besar adalah bangsa yang pernah jatuh akan tetapi dapat bangkit kembali.  

Habis gelap terbitlah terang.

 

ALLA<HU AKBAR, ALLA<HU AKBAR, ALLA<HU AKBAR WALILLA<H AL-H{AMD

Hadirin Rahima kumullah.

Semua hamparan cobaan Allah sesungguhnya merupakan ujian tentang sejauh mana kesabaran kita. Menurut Muh}ammad al-Ghaza>li> dalam bukunya “Mauiz}at al-Mu’mini>n min Ihya>’ al-‘Ulu>m al-Di>n, dinyatakan bahwa sabar adalah teguh dan tahan dalam menetapi pengaruh yang disebabkan oleh agama untuk menghadapi atau menentang pengaruh yang ditimbulkan oleh hawa nafsu. Sedangkan menurut Shaykh Abu> Baka>r Ja>bir al- Jazairi> di dalam bukunya “Minha>j al-Muslimi>n” dinyatakan bahwa kesabaran adalah menahan jiwa atas hal-hal yang tidak disukai, atau menanggung yang tidak disukai dengan rela dan pasrah. manusia yang mampu menahan jiwanya atas cobaan yang dideritanya dan terus beribadah kepada Allah dengan ikhlas dan pasrah kepadanya dan terus menghindari kamaksiatan yang terus menggodanya.  

Manusia yang sabar adalah manusia yang memiliki ketahanan dan keteguhan dalam menghadapi pengaruh hawa nafsu, yang berupa sifat hayawaniyyah, sifat lawwa>mah dan sifat ama>rah. Sebaliknya dia akan tetap berada di dalam koridor sifat mut}mainnah yang dipandu oleh ajaran agama. Inti kesabaran  adalah seseorang yang teguh dan tahan di dalam akhlak al- karimah. Makanya Rasulullah bersabda, sebagaimana diriwayatkan oleh Ima>m T<abra>ni>: al-s}abru was sama>h}ah” yang artinya: “termasuk kesempurnaan keimanan ialah bersifat sabar dan berlapang dada atau toleran”. Jika kita bersabar dan berlapang dada, maka Rasulullah SAW. menyatakan: “man s}abara z}afira” yang artinya: “barangsiapa bersabar, pasti memperoleh tujuannya”. Kemudian Allah juga menyatakan di dalam surat Al-Zumar, ayat 10: “innama> yuwaffa al-s}a>biru>na ajrahum bi ghayri h}isa>b” yang artinya: “sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabar yang dicukupkan pahalanya tanpa batas”.  

 

ALLA<HU AKBAR, ALLA<HU AKBAR, ALLA<HU AKBAR WALILLA<H AL-H{AMD

Sidang Shalat Id Rahima kumullah.

Sungguh pada pagi hari ini kita adalah kaum pemenang. Tentunya tidak hanya hari ini. Karena hari-hari kita akan terus berlalu. Alangkah indahnya merajut persahabatan dan persaudaraan di tengah suasana ketiadaan syakwasangka, su>’u al-z}an, dan prejudice. Oleh karena itu, marilah di tengah suasana idul fithri ini kita saling mawas diri, dengan sungguh-sungguh memahami makna keagungan idul fitri.

Marilah kita jadikan hari raya kembali ke fitrah ini sebagai momentum untuk terus melakukan ibadah, sebagai konsekuensi shahrun ‘iba>dah. Mari kita jadikan hari raya Idul Fitri ini sebagai momentum untuk terus melakukan muh}a>sabah sebagai konsekuensi shahrun muh}a>sabah dan semoga kemudian kita memperoleh ampunan Allah sebagai implikasi shahrun maghfirah.

Marilah kita berdoa kepada Allah Swt., semoga amal ibadah kita di bulan ramadan diterima Allah Swt dan hal tersebut mengejawantah di dalam perilaku sosial kita di tengah kehidupan sosial kemasyarakatan.

Alla>humaghfir lil mu’mini>na wal mu’mina>t wal muslimi>na wal muslima>t al-ah}ya>’i minhum wal amwa>t. Alla>humma ij‘al baldatana> Indonesia baldatan t}ayyibatan tajri> fi>ha> ah}ka>muka wa sunnatu rasu>lik. Ya> h}ayyu ya> Qayyu>m. Rabbanaghfirlana> wa li ikhwa>ninal ladhi>na sabaqu>na bil i>ma>n wa la> taj‘al fi> qulu>bina> ghilla lil ladhi>na a>manu> innaka ra’u>fu al-rah}im. Rabbana> a>tina> fi al-dunya> h}asanah wa fi al-a>khirati h}asanah wa qina> adha>b al-na>r.  Aqu>lu qauli hadha fastagfirulla>h al-az}im. Wassala>mu ‘alaikum warah}matulla>hi wa Baraka>tuh.

Categories: Opini