• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MAKNA VISI BAGI KEMAJUAN

Saya berkesempatan naik pesawat Lyon, 02/09/2010, sehari setelah mengikuti acara Buka Bersama Duta Besar Kanada di Indonesia, Mackenzie Clugston. Pada saat saya berada di pesawat tersebut, maka saya sempat membaca Majalah LIONMAG, edisi V, Agustus 2010. Saya buka lembar demi lembar sampai akhirnya saya menemukan artikel yang sangat inspiring yang ditulis oleh Jemy V. Confido dengan judul “kekuatan Visi”.

Tulisan ini sangat menarik sebab terdapat sebuah pepatah yang menyatakan: “vision without work is a day dream. Work without vision is a nightmare”. Konon katanya, ungkapan ini adalah Japanese probes. Dia mencontohkan bagaimana orang yang bekerja dengan visi dan yang bekerja tanpa visi. Dia mengambil contoh pekerja atau tukang batu yang sama-sama membuat rumah.

Tukang batu pertama, maka dia bekerja sesuai dengan tujuannya bekerja, yaitu hanya untuk membuat tembok. Yang penting menjadi tembok. Tukang kedua, tidak hanya membuat tembok, akan tetapi akan membangun rumah. Jadi yang penting nanti menjadi rumah. Tukang ketiga lebih jauh berpikir, bahwa dia akan membuat rumah yang indah.

Jika tukang pertama yang penting bekerja membuat tembok, kemudian tukang kedua, yang penting bekerja dan menjadikan sebuah rumah, maka tukang yang ketiga tidak hanya sekedar bekerja, akan tetapi lebih jauh untuk membuat rumah yang indah. Maka ketika ada sesuatu yang kurang baik lalu diperbaiki, yang kurang tepat dibenarkan. Baginya, tanpa hal itu maka rumah indah yang akan dibuatnya tidak akan pernah terealisasikan.

Maka tukang pertama bekerja tanpa visi, tanpa motivasi. Tukang kedua, sudah memiliki motivasi akan tetap masih tanpa visi. Tukang ketiga sudah memiliki keduanya. Dia bekerja dengan motivasi yang tinggi dan juga memiliki visi untuk menciptakan sesuatu. Dia ingin ciptakan rumah yang indah. Dan dia memilki kepuasan, self satisfaction, dengan pekerjaan dan hasilnya.

Marilah kita renungkan tulisan ini. Kita semua ini adalah orang yang bekerja di dalam dunia akademis, apakah sebagai dosen, karyawan dan juga pimpinan. Bagi yang pimpinan disebut sebagai pemimpin dan bukan manajer. Sebab pimpinan (leader) adalah orang yang do thing right, sedangkan manajer adalah do right thing. Jika seorang manajer adalah orang yang bekerja sebagaimana tupoksinya saja tanpa perlu melakukan kreasi apapun. Apa yang ditugaskan itulah yang dikerjakan. Apa yang menjadi aturan haruslah dipatuhi, maka dia haruslah do thing right.

Bagi pimpinan, maka ada dua hal yang secara empiris dapat dilihat, yaitu ada seorang pemimpin yang dia hanya bekerja sesuai dengan apa yang menjadi kewajibannya. Yang penting adalah bekerja dengan aman dan selamat. Dia hanya bekerja sesuai dengan apa yang sebaiknya dilakukan. Dia tidak bekerja untuk menemukan yang baru dan mengantarkan kepada kemajuan. Maka jika ada perubahan, maka perubahan itu akan berjalan sangat lambat dan nyaris tidak dirasakan.

Di sisi lain, maka ada seorang pemimpin yang bekerja dengan pakem yang berbeda. Dia tidak hanya bekerja sesuai dengan kewajibannya saja, akan tetapi dengan motivasi dan kreasi yang luar biasa. Bahkan terdapat kecenderungan meninggalkan tradisi-tradisi yang membelenggunya. Terhadap pemimpin yang seperti ini, maka kalau ada perubahan, maka perubahan itu akan sangat cepat. Bahkan akan memunculkan lompatan-lompatan.

Pemimpin dengan ciri yang kedua ini adalah pemimpin yang tidak terikat oleh tembok-tembok penyekat yang membatasi langkahnya. Dia terkadang menari dengan gemulai, terkadang menjejakkan kaki dengan kuat seakan-akan mau terbang ke angkasa. Akan tetapi juga tetap kembali menukik ke bumi. Dia memang terbang dengan cita dan visinya, akan tetapi tetapi berada di dalam kerangka pengembangan institusinya dan sumber daya manusianya.

Di tengah dunia kompetisi yang sangat kuat, maka pemimpin dengan tipe kedua yang kiranya cocok, sebab seorang pemimpin yang tanpa visi dan kemampuan bekerja yang baik akan bisa tenggelam di dalam persaingan yang semakin keras. Kata ahli filsafat, maka di era ini dibutuhkan pemimpin yang memiliki kemampuan berfikir lateral dan bukan horizontal. Menurut Rhenald Kasali, jika kita ingin perubahan besar, maka yang diubah adalah mindsetnya. Akan tetapi jika hanya memerlukan perubahan kecil, maka yang diubah cukup perilakunya.

Bagi dosen, maka tentu ada dosen yang hanya berpikir yang penting mengajar sebagaimana tupoksinya, tetapi juga yang bekerja agar mitra ajarnya menjadi memahami tentang apa yang diajarkannya dan kemudian mampu mengembangkan apa yang diajarkannya untuk menjadi bagian dari keahliannya. Dia akan berusaha agar apa yang diajarkannya menjadi bagian dari kemampuan mitra ajarnya. Bahkan lebih jauh lagi dia menginnginkan agar mitra ajarnya mampu melakukan pendalaman dengan sendirinya.

Bagi tipe dosen pertama, maka yang penting adalah datang mengajar dan bekerja sesuai dengan apa yang harus diajarkannya. Dia lakukan hal ini sebagai kewajiban. Dia memang harus mengajar sesuai dengan profesinya. Sedangkan tipe dosen kedua, maka dia tidak hanya datang mengajar sebagai kewajibannya, akan tetapi juga sebagai kebutuhannya untuk mengembangkan mitra didiknya. Maka yang dilakukannya adalah bagaimana mengembangkan kemampuan mitra didiknya agar pengetahuanya menjadi bermanfaat.

Oleh karena itu, pantaslah jika Japanese Probes tersebut direnungkan. Apakah kita sudah bekerja dengan visi atau belum. Jika belum maka tentunya harus ada langkah kongkrit untuk memperbaikinya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini