PUASA SEBAGAI BULAN PENGAMPUNAN
Bulan ramadlan adalah bulan yang dijanjikan oleh Allah sebagai bulan yang di dalamnya terdapat proses pengampunan yang tidak didapatkan pada bulan-bulan lainnya. Nabi Muhammad saw menyatakan: “barangsiapa melakukan puasa dengan iman dan penuh perhitungan, maka akan diampuni dosanya pada tahun yang akan datang”.
Begitu pentingnnya puasa itu, sampai-sampai Rasulullah saw menyatakan bahwa puasa akan bisa menjadi instrumen bagi pengampunan dosa bagi tahun yang akan datang. Ibadah lain tidak ada yang sedemikian besar implikasi religiositasnya.
Berdasarkan hadis ini, maka bulan puasa disebut sebagai bulan ibadah atau syahrun ibadah. Sebagai bulan ibadah, maka implikasinya adalah banyak orang yang berlomba-lomba melakukan ibadah. Di bulan ini, memang Allah memberikan kesempatan yang luar biasa bagi hambanya untuk memperoleh pahala yang berlipat-lipat dan ampunan yang sangat besar.
Bulan puasa juga merupakan bulan untuk melakukan evaluasi diri atau syahrun muhasabah. Artinya bahwa pada bulan ini Allah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi hambanya untuk bermuhasabah atau mawas diri. Di dalam proses ini, Allah memberikan kabar gembira bahwa siapapun yang melakukan puasa dengan penuh mawas diri, maka akan memperoleh ganjaran dan pengampunan.
Itulah sebabnya, bulan puasa disebut sebagai bulan maghfirah atau syahrun maghfirah. Sebagai konsekuensi tindakan puasa yang penuh keimanan dan mawas diri, maka Allah akan memberikan pengampunan agung, yang berupa pengampunan dosa bahkan pada tahun yang akan datang.
Sebagai bulan pengampunan, maka wajarlah jika banyak orang yang berlomba-lomba untuk melakukan pendekatan kepada Allah (taqarrub ilallah) dengan cara melakukan pertaubatan nasuha atau pertobatan yang sungguh-sungguh. Banyak orang yang selama bulan puasa kemudian berkonsentrasi secara maksimal untuk memperoleh pengampunan dengan cara melalukan dzikir, wirid, beristighfar dan bermunajat kepada Allah agar dosanya diampuni.
Kita semua tentu bersyukur bahwa Allah menurunkan satu bulan yang sangat bermakna ini. Sehingga melalui keberadaannya, maka manusia memiliki kesempatann untuk melakukan introspeksi tentang apa yang dilakukannya pada tahun berjalan. Melalui muhasabah atau evaluasi diri dan introspeksi diri yang dibarengi dengan tindakan memohon ampunan kepada Allah, maka kiranya Allah akan memberikan ampunan.
Jika Allah yang Maha Kuasa saja memberikan ampunan luar biasa seperti itu, maka kita juga tentunya harus memiliki kemampuan untuk memberikan maaf kepada sesama manusia. Bukankah memberikan maaf kepada yang lain adalah perbuatan yang sangat terpuji. Tidak hanya bagi manusia, tetapi juga menurut Allah swt.
Di tengah kehidupan yang sangat kompetitif seperti sekarang, tentunya banyak hal yang bertentangan dengan kehidupan yang mengagungkan keteraturan dan solidaritas sosial. Maka tentunya juga banyak perilaku yang kita lakukan yang bisa saja menyakiti terhadap orang lain. Di dalam dunia yang penuh kompetisi, maka banyak tindakan yang tidak terpuji yang bisa saja dilakukan.
Bulan puasa memberikan ruang bagi manusia untuk melakukan introspeksi andaikan ada tindakan kita yang tidak relevan dengan nurani manusia lainnya. Jika kita melakukan pendholiman, maka sudah saatnya kita memohon maaf untuk kepentingan ini.
Islam sesungguhnya memberikan kesempatan yang luar biasa bagi pemeluknya untuk mengimplementasikan ajaran agamanya dalam bentuk memohon ampunan kepada Allah secara vertical dan meminta maaf kepada sesama manusia secara horizontal.
Jika ini mampu dilakukan, maka puasa sebagai medan muhasabah yang berakhir pada maghfirah bukan sesuatu yang tidak bisa diperoleh.
Wallahu a’lam bi al shawab.