• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENGATASI KEMISKINAN DENGAN ZAKAT

Mungkin saja bagi sementara orang judul ini bombastis. Atau bahkan juga ada yang bertanya bagaimana zakat bisa digunakan untuk mengentaskan kemiskinan. Negara yang memiliki anggaran sangat besar untuk mengentas kemiskinan saja tidak mampu. Berbagai program yang dirancang dengan konsepsi yang sangat baik juga gagal di implementasi. Bagaimana zakat bisa dijadikan sebagai dijadikan sebagai instrumen untuk mengentas kemiskinan.

Pertanyaan yang berisi keraguan ini yang akan dicoba dijawab secara ringkas untuk memperoleh justifikasi bahwa zakat yang dikelola dengan sangat baik ternyata bisa menjadi instrumen dalam meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat atau sekaligus mengentaskan persoalan kemiskinan.

Sebagaimana yang saya tulis kemarin, bahwa Islam sangat concern dalam mengentas kemiskinan atau memberdayakan orang-orang miskin dan yang tergolong dengannya. Islam sebagai agama sungguh memiliki konsepsi yang sangat matang tentang membangun ketaraturan social berbasis saling menolong dan member. Yang kaya harus menyisihkan sebagian kecil hartanya untuk yang miskin dan golongan lainnya. Pemberian tersebut dalam bentuk zakat, infaq dan sedekah.

Jika kita lakukan perhitungan secara kasar, maka ada tiga pola zakat yang dikembangkan yaitu zakat fitrah, zakat profesi dan zakat harta milik. Zakat fitrah sesuai dengan ketentuan sebesar 2,5 kg beras atau produk pertanian lainnya. Kemudian zakat profesi 2,5 persen dari penghasilan bersih pegawai atau karyawan dan zakat harta sebesar takaran yang diperkenankan atau nisabnya.

Andaikan seluruh umat Islam (muzakki) melakukan zakat fitrah maka akan didapatkan sejumlah perkalian jumlah penduduk beragama Islam (muzakki) kali 2,5 kg beras atau penghasilan pertanian lainnya. Kemudian andaikan seluruh karyawan atau pegawai beragama Islam (muzakki) berzakat, maka juga akan didapatkan 2,5 persen dari penghasilannya dan kemudian dikalikan dengan jumlahnya, maka akan didapatkan angka yang cukup memadai.

Belum lagi jika kemudian dikaitkan dengan sedekah dan infaq. Jika hal ini juga dilakukan dan kemudian bisa dimanaj yang memadai, maka tentunya akan didapatkan angka yang cukup memadai untuk pemberantasan kemiskinan.

Kita tentu bersyukur bahwa akhir-akhir ini sudah terdapat banyak lembaga amil zakat dan badan amil zakat yang memiliki greget untuk mengelola zakat, infaq dan sedekah. Artinya bahwa sudah banyak lembaga pemerintah dan non pemerintah yang mengurus masalah zakat, infaq dan sedekah. Bahkan juga terdapat varian-varian di dalam mentasarufkan zakat bagi umat. Misalnya zaka produktif,  zakat profesi, zakat kredit dan sebagainya.

Pengembangan implementasi zakat bagi kaum dhu’afa ini sesungguhnya didasari oleh keinginan agar zakat dapat menjadi instrumen bagi pemberdayaan masyarakat. Zakat kredit misalnya diberikan bukan untuk keperluan konsumtif akan tetapi untuk kredit usaha produktif. Jadi terdapat pengembangan konsep zakat yang dahulu hanya digunakan untuk kepentingan konsumtif –untuk makan—maka sekarang digunakan untuk pengembangan usaha.

Beberapa rumah zakat sudah melakukan usaha untuk   mengembangkan konsep zakat ini. Yaitu zakat yang diberikan kepada pengusaha kecil bahkan sangat kecil agar yang bersangkutan dapat mengembangkan layanan usahanya. Para bakul (penjual) jajan, penjual makanan, jamu gendongan dan sebagainya dapat menjadi sasaran zakat kredit ini.

Tentu saja, zakat ini harus bisa dikembangkan. Oleh karena itu, maka setiap mustahik zakat dari kelompok pedagang ini harus mengembangkan usahanya dan kemudian dapat mengembalikan uang zakat tersebut agar dapat didayagunakan lagi bagi kepentingan membantu pedagang yang lain.

Jika zakat dapat diimplementasikan untuk kepentingan pengembangan usaha dan bukan hanya untuk kepentingan konsumtif, maka diharapkan bahwa zakat akan dapat menjadi instrumen dalam pengembangan kesejahteraan masyarakat miskin.

Wallahu a’lam bi al shawab. 

Categories: Opini