• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PUASA DAN PENCEGAHAN KORUPSI

Di dalam salah satu acara yang diselenggarakan oleh Stasiun Televisi SBO, 18/08/2010, saya bertepatan diundang untuk menjadi narasumber. Seperti biasa karena bulan Ramadlan, maka perbincangan juga berkisar tentang ibadah puasa. Acara ini dibuat interaktif, sehingga terdapat session tanya jawab tentang ibadah puasa.

Akan tetapi di antara yang menarik minat saya untuk menulis ulang tentang Obrolan Puasa tersebut adalah pertanyaan yang menyangkut  persoalan apakah puasa bisa mencegah seseorang untuk  melakukan tindakan korupsi. Menurut Si Penanya bahwa problem Indonesia sekarang adalah bagaimana menanggulangi korupsi terutama yang dilakukan oleh elit-elit politik  yang jumlahnya semakin banyak.

Korupsi memang menjadi problem akut negeri ini. Semenjak pembangunan digulirkan melalui skema bantuan luar negeri –meminjam konsep Harold dan Domar—maka ketika itu pula sebenarnya sudah terdapat berbagai tindakan korupsi. Proyek-proyek yang dibiayai oleh pinjaman luar negeri itu menjadi instrumen yang kental dengan tindakan korupsi.

Dalam perkembangan berikutnya korupsi menjadi semakin merajelala dengan berbagai modus dan caranya. Begitu dominannya korupsi itu, maka beberapa kali Indonesia mencetak prestasi dalam tindakan korupsi, yaitu menjadi negara terkorup di Asia Pacifik. Semua ini bersebalikan dengan Singapura yang menjadi negara terbersih dari tindakan koruptif.

Menjadi negara terkorup tentu tidak membanggakan. Bahkan memalukan. Begitu rasa malunya itu, sehingga orang Indonesia yang di luar negeri merasa malu menyebut dirinya dari Indonesia. Sebagai negara yang korupsinya masih tinggi, maka pada hampir semua segmen kehidupan masyarakat terdapat tindakan korupsi.

Pusat-pusat pelayanan masyarakat menjadi ajang korupsi yang paling menggiurkan. Proyek-proyek pemerintah juga menjadi ajang korupsi yang paling atraktif. Semua dilakukan melalui kesadaran bahwa melakukan tindakan korupsi bukan sebuah kesalahan bagi bangsa. Di sini terjadi apa yang dinyatakan Marx sebagai “kesadaran palsu”. Orang melakukan tindakan korupsi sesungguhnya dipandu oleh kesadaran palsu tentang kekayaan dan kesejahteraan individu atau sekelompok individu. Orang menjadi mementingkan dirinya sendiri agar kaya dan sejahtera.

Padahal kekayaan materi bukanlah satu-satunya variable yang menyebabkan seseorang sejahtera. Ada variable batin yang justru mengarahkan kepada kedamaian. Paduan antara kekayaan lahiriyah dan batiniah, memiliki kecukupan kekayaan yang dipandu dengan kekayaan batin yang penuh justru akan menjadikan manusia merasakan kesejahteraan yang luar biasa.

Di sinilah kemudian terjadi banyak orang yang menjadi terbelah kehidupannya, orang menyangka yang bersangkutan sejahtera karena kekayaan hartanya, akan tetapi sesungguhnya dia gelisah karena ketakutan yang tiada taranya.

Puasa adalah ibadah fisikal dan sekaligus juga ibadah batiniyah. Ibadah fisikal bercorak menahan keinginan atau nafsu biologis seperti makan, minum dan relasi seksual, sedangkan ibadah batiniyah bercorak pengendalian hawa nafsu yang non fisikal.

Salah satu yang sesungguhnya bisa dicegah adalah keinginan atau syahwat memperkaya diri secara tidak wajar. Korupsi adalah tindakan untuk memperkaya diri secara tidak wajar tersebut. Karena dilakukan secara tidak wajar, maka tentu lalu merugikan orang lain.

Puasa dengan segala perangkat ibadahnya tentu bisa menjadi instrumen untuk mencegah nafsu memperkaya diri tersebut. Puasa yang dilakukan secara sungguh-sungguh, dengan niat hanya karena Allah semata, maka akan mendatangkan cahaya atau energy positif untuk menolak berbagai tindakan untuk  melawan kebenaran hakiki.

Bukankah Nabi Muhammad Saw mengajarkan bahwa ketika ada godaan dalam bentuk apapun, maka  orang yang berpuasa harus menyatakan “inni shoimun” atau katakan: “saya sedang berpuasa”. Jadi dalam bahasa lain dinyatakan dengan ungkapan: “nyatakan tidak” untuk semua tindakan penyelewengan.

Dengan demikian, puasa yang diniatkan dengan benar, maka akan diperoleh kekuatan atau energy positif untuk menolak tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan semua aturan yang berlaku, seperti tindakan  korupsi.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

Categories: Opini