HAK ASASI MANUSIA DAN NEGARA ISLAM
Akhir-akhir ini muncul pikiran baru terkait dengan pemikiran membentuk Negara Islam Indonesia (NII). Pikiran ini datang dari kelompok Islam garis keras yang menganggap bahwa negara yang sah hanyalah negara yang dibentuk atas dasar syari’ah Islam, dan bentuknya adalah negara khilafah. Pikiran ini ternyata menggunakan hak asasi manusia (HAM) tentang kebebasan berpikir dan bertindak.
Hal ini diketahui melalui perbincangan di televisi (TVone) beberapa saat yang lalu. Di dalam perbincangan di sekitar gerakan terorisme yang mengkaitkan peran Abu bakar Ba’asyir tersebut, Nasir Abbas mengemukakan pendapat jika keterkaitan Abu Bakar Ba’asyir dengan gerakan terorisme sesungguhnya dapat dicari dari selebaran yang berangkat dari pemikiran Abu Bakar Ba’asyir sendiri tentang pentingnya mendirikan Negara Islam Indonesia.
Melalui logika keterkaitan pikiran dengan beberapa bukti empiris tentang keterlibatan murid-muridnya, maka akan didapati indikasi yang menurut logika kepolisian masuk akal. Dugaan keterlibatan inilah yang dijadikan sebagai bukti awal untuk melakukan penangkapan terhadap orang yang dicurigai. Selama ini, polisi memang menggunakan logika dugaan keterlibatan tersebut untuk menangkap seseorang yang dianggap melanggar hukum.
Adapun apakah yang bersangkutan terlibat atau tidak, sangat tergantung kepada bukti di lapangan sebagaimana yang dibuktikan oleh pengadilan. Jika didapatkan bukti yang kuat, maka yang bersangkutan akan dipastikan akan menjadi tersangka dan kemudian sebaliknya, jika tidak terlibat, maka akan dilepaskan.
Pertanyaannya adalah bagaimana dengan munculnya pemikiran keinginan mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) yang dianggap sesuai dan berselaras dengan HAM? Benarkah seperti itu? Bisa jadi, bahwa mendirikan negara adalah hak asasi manusia yang terkait dengan freedom to be. Ia merupakan hak asasimanusia (HAM) yang paling dasar. Hal ini terkait dengan negara apa yang akan diikuti atau diyakini kebenarannya.
Tetapi yang penting harus diingat adalah feedom to act atau kebebasan melakukan tindakan. Apakah seseorang bebas untuk mendirikan negara di tengah negara yang sudah ada atau di tengah negara yang sudah menjadi pilihan sebagian besar penduduknya. Dewasa ini sudah ada negara yang sah bagi bangsa Indonesia.
Jika yang dijadikan sebagai alasan untuk berpikir mendirikan Negara Islam adalah HAM, maka sesungguhnya ia bertabrakan dengan kenyataan empiris bahwa Indonesia sudah memiliki satu bentuk kenegaraan yang jelas. Yaitu Negara Kesatuan Republic Indonesia (NKRI). Seperti diketahui bahwa NKRI merupakan bentuk final negara yang dipilih oleh bangsa Indonesia. Sehingga orang yang memiliki keinginan berbeda dengan bentuk final Negara Republik Indonesia, sebenarnya sudah bisa dianggap sebagai pikiran yang menyeleweng dari negara.
Jika orang berpikir untuk mendirikan negara di dalam suatu negara yang sah, maka menurut saya bukanlah bagian dari hak asasi manusia, sebab pikiran seperti ini sesungguhnya bisa dikategorikan sebagai tindakan makar terhadap negara. Apalagi jika pikiran tersebut dilaksanakan dengan cara-cara yang melawan kemanusiaan. Terus terang saja bahwa menggunakan pengeboman untuk kepentingan mendirikan negara dengan dalih apapun tentu tidak dibenarkan.
Andaikan hal ini dilakukan di era Orde Baru, maka sudah dianggap sebagai tindakan subversif. Bagaimanapun juga pikiran dan tindakan untuk mendirikan negara di dalam negara yang sah adalah tindakan yang melanggar undang-undang. Sebagai negara yang dinyatakan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, maka melakukan perlawanan terhadapnya tentu dianggap sebagai tindakan menyalahi aturan perundang-undangan dan bahkan subversif.
Hak asasi memang mengatur terhadap kebebasan manusia untuk berbicara dan berpendapat. Akan tetapi, menyatakan atau berpendapat tentang perlunya mendirikan Negara Islam Indonesia di tengah kehidupan bernegara bangsa yang sah adalah merupakan tindakan yang bertentangan dengan negara.
Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa berpikir atau menyatakan pendapat tentang membentuk negara lain selain Negara Indonesia yang sah adalah tindakan yang tidak benar dalam koridor NKRI.
Wallahu a’lam bi al shawab.