BELAJAR PADA RADHAR PANCA DAHANA
Saya memperolah kesempatan yang sangat langka, yaitu menonton pertunjukan teater yang mengusung cerita Republik Reptil oleh Teater Kosong yang bekerjasama dengan Teater Q Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel. Acara pertunjukan teater ini diselenggarakan di Auditorium IAIN sunan Ampel, 09/08/2010. Pementasan ini menjadi istimewa sebab dihadiri Olivia Zalianti, bintang sinetron yang tidak diragukan kapasitasnya. Selain itu juga nama-nama yang tidak asing di jagat perteateran, misalnya Toto Prawoto, Andi Bersama, Bambang Prihadi, Eko D Zenah, Meritz Hendra, Bobi Kardi dkk. Selain itu juga ada beberapa crew teater Q yang terlibat di dalamnya.
Sebagai sebuah drama satire, maka lakon pementasan teater ini memang memberikan sindiran kepada penyelenggaran pemerintahan, mulai dari Presiden SBY, para Menteri, anggota DPR dan para makelar kasus atau markus.
Lakon Republik Reptil sepertinya diangkat dari fenomena sosial politik yang terjadi di Indonesia. Cerita tentang cicak, buaya, dan reptil lainnya menggambarkan tentang bagaimana proses penyelenggaran negara dewasa ini. Digambarkan tentang bagaimana konspirasi tentang kasus perpajakan, kasus Bank Century, kasus broker perkara hukum atau yang disebut markus atau makelar kasus.
Contoh tentang kasus Artalyta yang diperankan oleh Olivia Zalianti tentu menggambarkan tentang bagaimana prosesi terjadinya kasus penyelesaian hukum yang diselesaikan dengan cara konspirasi. Bagaimana tokoh perempuan ini memainkan peran penting dalam penyelesaian mafia hukum. Melalui kecantikan dan kekuatan koneksinya, maka iguana menjadi tokoh sentral di dalam peristiwa hukum di Indonesia.
Di dalam prosesi pementasannya, maka kelihatan betapa Radhar Panca Dahana menggambarkan profil Indonesia dewasa ini. Yang juga mendapatkan kritikan tajam tentang performansi anggota dewan. Simbolisasi sidang dewan yang ricuh dan penuh adegan konyol yang semuanya merupakan gambaran bagaimana sesungguhnya kualitas dewan itu.
Radar Panca Dhahana, sesungguhnya ingin menghadirkan secara total tentang bagaimana realitas sosial politik Indonesia akhir-akhir ini. Totalitas tersebut tampak dari pemberian peran yang dimainkan secara total oleh para Pemain. Iguana yang dimainkan Olivia Zalianti secara total dapat menggambarkan bagaimana makelar kasus perempuan ternyata memang bisa secara lebih fleksibel memainkan perannya untuk menjalankan praktik mafia hukum tersebut.
Pelajaran teatrikal tentu sudah didapatkan, yaitu bagaimana para pemain dapat mengelaborasi Profil Indonesia dewasa ini. Bagaimana kualitas penegakan hukum di Indonesia, bagaimana kualitas para pemimpin bangsa, bagaimana kualitas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan sebagainya. Semuanya sudah dimainkan secara total oleh crew teater ini.
Ada dua catatan saya yang sangat penting, yaitu: kepercayaan teater kosong untuk berkolaborasi dengan Teater Q Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel. Betapa jauhnya jarak reputasi antara Teater Kosong yang menasional bahkan internasional. Nama sutradaranya, Radar Panca Dhahana adalah jaminan kehebatan pementasan Teater Kosong. Kemudian juga pemain sekelas Olivia Zalianty, yang namanya juga sangat familiar di dalam jagat persinetronan Indonesia. Demikian pula nama-nama beken yang sangat dikenal public teater.
Kedua, pemilihan IAIN Sunan Ampel sebagai tempat untuk acara pertunjukan teater. Acara ini tentu akan sangat bergengsi seandainya digelar di perguruan tinggi yang memiliki reputasi hebat. Akan tetapi justru memilih IAIN Sunan Ampel sebagai tempat untuk manggung. Rasanya menjadi kenangan yang tidak ada habisnya. Bagi saya ini adalah sebuah kehormatan yang tidak bisa dinyatakan. Selain itu juga menjadi instrumen periklanan yang sangat menjanjikan bagi IAIN Sunan Ampel. Perkembangan perteateran di IAIN Sunan Ampel memang sangat menggembirakan. Hampir semua fakultas memiliki teaternya sendiri-sendiri. Hal ini tentu sangat menggembirakan sebab bagi saya berteater juga memiliki makna dakwah, makna menyebarkan kebaikan dan mengkritik terhadap kedholiman.
Namun sesungguhnya yang lebih penting adalah belajar kepada Radhar Panca Dahana tentang kerja keras dan cerdas dan keinginan untuk terus berprestasi. Mengapa kita harus belajar kepada Radhar Panca Dahana untuk persoalan ini. Bukankah pertunjukan teater adalah peristiwa yang biasa saja.
Memang pertunjukan teater adalah peristiwa biasa, namun dibalik pertunjukan itu ternyata terdapat tokoh besar yang memiliki kemauan untuk terus berkarya d tengah keterbatasan fisiknya. Radhar Panca Dahana dalam keadaan kurang enak badan ketika pementasan ini berlangsung, sehingga dia mengendalikan acara pementasa teater dengan terbaring.
Sore hari ketika saya datangi beliau, ternyata Beliau sedang berbaring. Akan tetapi Beliau segera bangun dan menyalami saya. Dan kemudian beliau ungkapkan idenya ingin ketemu Gus Ipul untuk berbicara tentang kenapa Jawa Timur, khususnya Surabaya belum memiliki gedung Teater yang representative. Padahal Jakarta sudah memiliki kira-kira 15 gedung teater yang berkelas internasional. Juga beliau ungkapkan keinginannya untuk bertemu Wapres, Budiono, untuk membicarakan pendidikan karakter anak bangsa.
Akan tetapi yang membuat saya harus berdecak kagum kepada Pak Radhar adalah “sakit” tidak menghentikannya untuk terus berkarya. Di tengah keterbatasan fisiknya itu ternyata tersimpan semangat yang membara untuk berkarya. Semangat yang menyala-nyala ternyata bisa mengalahkan keterbatasan fisiknya.
Selamat Pak Radhar, saya belajar banyak dari panjenengan.
Wallahu a’lam bi al-shawab.