• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MARHABAN YA RAMADLAN

Syukur Alhamdulillah  bahwa kita hari ini, Rabu, 11 Agustus 2010 atau 01 Ramadlan 1431 telah datang ke haribaan. Semua umat Islam tentu menyambut hadirnya bulan ramadlan dengan suka cita. Tentu saja hal ini disebabkan bahwa dengan kehadiran bulan Ramadlan berarti kita menemui lagi bulan suci yang didalamnya banyak amal ibadah yang pahalanya dilipatgandakan oleh Allah.

Hamdan wa syukran ya Allah bihudhuri syahr Ramadlan. Seluruh umat Islam menyambutnya dengan suka cita dan penuh harap agar semua amal ibadah diterima oleh Allah swt. Dan kita tentu yakin bahwa pahala yang dijanjikan oleh Allah akan dipenuhi selama kita melaksanakan ibadah tersebut secara ikhlas.

Melaksanakan puasa disyariatkan Allah melalui Surat al-Baqarah 183 yang berbunyi: “Ya ayyuhal ladzina amanu kutiba alaikumush shiyamu kama kutiba alal ladzina min qablikum laallakum tattaqun”.  Yang artinya kurang lebih: “wahai orang yang beriman, diwajibkan atas kamu sekalian untuk melakukan puasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, mudah-mudahan kamu memperoleh ketaqwaan”.

Jika kita cermati, maka ayat ini mengandung tiga hal penting, yaitu: pertama, perintah puasa hanya diberlakukan bagi umat Islam dan tidak kepada umat selainnya. Ketika Nabi Muhammad saw diangkat oleh Allah sebagai rasul bisy syari’ah, maka sudah terdapat umat beragama lain di belahan dunia lain bahkan di tanah Arab sendiri. Namun perintah puasa hanya diperuntukkan bagi umat Islam yang telah beriman kepada Allah dan rasulnya.

Kedua, perintah puasa ramadlan ini telah diperintahkan kepada umat-umat sebelum kenabian Muhammad saw. Artinya bahwa umat nabi-nabi terdahulu seperti Nabi Musa, Isa, dan sejumlah Nabi lainnya yang membawa syari’at telah diperintahkan untuk melakukan puasa. Hanya saja teknik puasa, model puasa dan kapan puasanya bisa saja berbeda dengan puasa bagi umat Islam. Ada puasa makan daging, ada puasa berkata-kata dan sebagainya.

Ketiga yang penting adalah ibadah puasa menjadi peluang untuk bertaqwa kepada Allah. Di dalam surat itu dinyatakan laallakum tattaqun, semoga kamu bertaqwa. Kata semoga tentu mengandung arti bahwa dengan melakukan puasa maka terdapat peluang untuk menjadi orang yang bertaqwa kepada Allah swt.

Pertanyaannya kenapa disebut sebagai peluang? Tentu saja karena ada aspek tantangan puasa yang harus dilampaui oleh seseorang ketika melakukan puasa tersebut. Puasa adalah ibadah pisik yang berupa menahan keinginan pemenuhan kebutuhan biologis seperti makan, minum, hubungan seksual dan sebagainya. Maka siapa yang bisa melampaui tantangan ini, maka dia memiliki peluang untuk menjadi orang yang bertaqwa.

Hal itu saja tidak cukup, sebab masih ada tantangan psikhologis yang harus dilampaui oleh orang yang puasa yaitu kemampuan menahan amarah, menahan berbuat jelek, kemauan untuk menahan berkata yang jelek, seperti mengumpat, menggunjing dan sebagainya. Dan sebaliknya apakah seseorang bisa berbuat kebajikan dengan menghindari seluruh pantangan di dalam berpuasa juga menjadi peluang untuk menjadi bertaqwa.

Kemudian juga disunnahkah untuk membaca dan menelaah terhadap Al-Qur’an, mengeluarkan shadaqah, infaq, zakat dan sebagainya. Semua ini adalah peluang untuk meraih ketaqwaan. Seluruh amalan baik tersebut berakumulasi kepada cinta dan kasih sayang kepada sesama manusia yang Allah menghendakinya.

Maka secara hipotetik bisa dinyatakan bahwa: “semakin baik puasa seseorang yang ditandai dengan amalan wajib dan sunnah yang berimplikasi pada tindakan sehari-hari, maka semakin besar peluang seseorang untuk meraih taqwa.”

Dengan demikian, maka bulan puasa bisa menjadi bulan yang di dalamnya banyak peluang untuk memperoleh ketaqwaan, selama yang bersangkutan bisa melampaui tantangan puasa dan bisa mengembangkan potensi kebaikan yang terdapat di dalamnya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini