PERGURUAN TINGGI BERBASIS RISET
Sebagaimana yang tercantum di dalam tri darma perguruan tinggi, maka diketahui bahwa ada tiga darma yang dianggap penting, yaitu darma pendidikan dan pengajaran, darma penelitian dan darma pengabdian masyarakat. Ketiga darma ini menjadi penting, sebab pendidikan tinggi memang memanggul tugas untuk melakukan pendidikan dan pembelajaran, melakukan penelitian dan juga melaksanakan pengabdian masyarakat.
Sebagai lembaga pendidikan tinggi, maka yang sangat diperlukan adalah melakukan pengkajian secara sangat mendasar tentang berbagai fenomena social yang memang seharusnya diperhatikan dan kemudian dikaji untuk kepentingan teoretik maupun social.
Sebagaimana saya jelaskan di dalam forum workshop penelitian yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian IAIN Sunan Ampel, 06/08/2010, maka sudah seharusnya perguruan tinggi menjadikan riset sebagai prioritas di dalam proses pendidikan. Saya selalu menyatakan bahwa seharusnya lembaga pendidikan tinggi di Indonesia mencontoh terhadap lembaga pendidikan tinggi di negara-negara maju.
Sebagai contoh, Universitas National Australia (ANU), ketika seorang dosen akan mengajar di semester depan, maka di semester ini harus melakukan kajian yang sangat mendalam tentang subject matter yang akan diajarkannya. Ketika, misalnya Amrih Widodo dari ANU akan mengajar tentang Gender and Islam, maka dia harus melakukan penelitian terkait dengan tema tersebut.
Maka yang bersangkutan lalu melakukan penelitian tentang Jilbab bagi Wanita Islam di Indonesia. Hasil kajian ini kemudian didiskusikan secara mendalam, sehingga tidak hanya sekedar melakukan penelitian, tetapi juga dilakukan tranggulasi melalui Focus Group Discussion (FGD) untuk memperoleh second opinion tentang data dan hasil penelitiannya. Saya teringat betul peristiwa ini, sebab saya menjadi salah satu narasumber yang memberikan tanggapan tentang hasil penelitian dimaksud.
Program pendidikan tinggi di Indonesia, di dalam banyak hal masih menggunakan pola pendidikan dan pengajaran konvensional. Artinya, banyak program mata kuliah yang diajarkan hanya berbasis pada kajian-kajian terdahulu yang sudah agak usang. Yang saya maksud adalah kajian-kajian terhadap penelitian yang sudah ketinggalan zaman.
Memang kajian terdahulu menjadi penting dalam rangka untuk membangun konsep yang saling mengkritisi. Misalnya konsep-konsep dalam dunia agama dan budaya. Maka mestilah seorang pengajar akan menggambarkan kronologi penelitian dimaksud dari siapa peneliti awal yang menemukan konsepnya, siapa yang menentang dan membelanya, sehingga menghasilkan pohon konsep yang jelas dalam bidang agama dan budaya.
Misalnya konsep Geertz tentang Islam sinkretik, kemudian dibantah oleh Woodward melalui konsep Islam akulturatif, yang kemudian ditentang dan dibela oleh sejumlah ilmuwan antropologi sehingga bisa membangun skema konsep yang saling menguatkan dan meneguhkan. Tradisi seperti ini hanya akan muncul manakala terdapat tradisi riset yang sangat kuat di dunia perguruan tinggi. Tidak mungkin sebuah perguruan tinggi akan melahirkan dan memunculkan para peneliti yang memiliki keterandalan di dalam dunia penelitian, jika tidak didukung oleh tradisi akademik yang sangat memadai.
Seluruh perguruan tinggi yang memiliki peneliti-peneliti unggul adalah institusi pendidikan tinggi yang seluruh komponen lembaga tersebut memberikan support untuk para penelitinya. Sayangnya bahwa untuk memberikan dukungan tersebut tentu tidak cukup hanya dengan memberikan support moral, akan tetapi juga dukungan financial.
Di dunia barat dan lainnya, memang sudah sangat banyak funding yang bisa memberikan support dana untuk penelitian. Sebut saja misalnya Rockefeller Foundation, Ford Foundation, Toyota Foundation, dan sebagainya yang secara regular memberikan bantuan dana penelitian. Toyota Foundation, justru berkonsentrasi untuk memberikan bantuan penelitian kepada peneliti-peneliti muda.
Saya pun pernah menikmati bantuan pelatihan dan penelitian lapangan dari Toyota Foundation. Melalui bantuan dana penelitian yang cukup, maka juga dihasilkan beberapa penelitian yang sangat baik. Misalnya hasil penelitian Rajasa Mu’tashim yang berhasil dibukukan dengan judul “Bisnis Kaum Sufi”. Dan juga beberapa tulisan di jurnal terkemuka tentang hasil-hasil penelitian dimaksud.
Jadi, sesungguhnya untuk membangun iklim penelitian di perguruan tinggi, maka harus ada pemihakan dari pengambil kebijakan untuk kepentingan tersebut. Tanpa pemihakan, maka tidak akan mungkin menjadikan perguruan tinggi sebagai basis riset.
Wallahu a’lam bi al shawab.