• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MEMBANGUN JEJARING PENELITIAN

Lembaga Penelitian IAIN Sunan Ampel menyelenggarakan acara work shop metodologi penelitian survey yang diikuti oleh dosen-dosen muda IAIN Sunan Ampel. Acara ini digelar di aula Kopertais Wilayah IV Surabaya, Jum’at, 6 Agustus 2010. Acara ini menjadi menarik di tengah keinginan untuk menjadikan penelitian sebagai ikon lembaga pendidikan tinggi.

Sebagai lembaga pendidikan tinggi, maka sering saya nyatakan bahwa penelitian merupakan salah satu jasa yang dijual oleh pendidikan tinggi. Selain jasa pendidikan, administrasi, pengabdian dan co kurikuler, maka jasa penelitian merupakan ikon pendidikan tinggi. Makanya, lembaga pendidikan tinggi yag memiliki tradisi penelitian yang sangat kuat,  maka akan memiliki imaje yang sangat baik.

Di lembaga pendidikan tinggi luar negeri, maka kekuatan lembaganya justru terletak pada kekuatan penelitiannya. Universitas  Harvard di Amerika Serikat, Universitas Oxford di Inggris, Universitas Utrech di Belanda, Universitas Mc-Gill di Kanada, Universitas Melbourne di Australia dan sebagainya menjadi terkenal karena produk-produk penelitiannya. Makanya, temuan-temuan unik dan orisinal dalam bidang akademis juga selalu diblow up secara besar-besaran melalui jurnal-jurnal yang sangat bergengsi.

 Kenyataannya bahwa beberapa perguruan tinggi yang para ahlinya memperoleh hadiah Nobel adalah perguruan tinggi yang memang terkenal memiliki tradisi-tradisi penelitian yang sangat kuat. Bahkan jika mengacu kepada World Class University (WCU), maka  yang memperoleh peringkat tertinggi pertama hingga kesepuluh adalah perguruan tinggi yang memiliki penemu-penemu di  bidang ilmiah yang sangat kuat. Mereka memiliki banyak peraih hadiah Nobel.

Di Indonesia, memang tradisi penelitian sudah mulai memperoleh perhatian yang relatif memadai. Dari tahun ke tahun, maka anggaran penelitian juga sudah mulai meningkat. Jika menggunakan ukuran Kementerian Pendidikan Nasional, maka anggaran yang didayagunakan untuk penelitian semakin mencukupi.  Semua ini tentu menandai adanya gairah baru di dalam dunia akademik yang semakin membaik.

Untuk membangun tradisi akademik, khususnya di bidang penelitian, maka ada dua factor yang sangat mendasar, yaitu factor internal dan factor eksternal. Factor internal adalah kesiapan para peneliti (dosen) dalam melakukan penelitian tentang fenomena-fenomena social, politik, agama, budaya, ekonomi dan sebagainya dan kemudian merumuskannya di dalam penelitian yang standart. Di dalam hal ini, maka kepekaan untuk mengenal problem akademis-empiris menjadi sangat penting. Dosen tidak hanya peka menghadapi mahasiswa yang dididiknya, akan tetapi juga peka menghadapi dunia fenomena social di hadapannya.

Kemudian, factor eksternal, yaitu ketersediaan jaringan yang kuat dengan lembaga-lembaga lain yang memiliki funding untuk penelitian.  Untuk membangun jaringan, maka yang harus diingat adalah bagaimana membangun jaringan individu menjadi jaringan institusi. Saya teringat dengan cerita di masa lalu, ketika Fakultas Hukum Universitas Airlangga memiliki jaringan yang kuat dengan universitas di negeri Belanda, ternyata bahwa jaringan tersebut ada karena keberadaan Prof. Mohammad Khoesnoe.  Maka ketika Prof. Khoesnoe pindah ke Ubaya, maka jaringan Belanda tersebut juga pindah ke Ubaya.

Kenyataan ini memberikan gambaran nyata bahwa factor individu menjadi sangat penting di dalam membangun jejaring. Jaringan primer terbentuk dari factor individu dan kemudian mengembang ke jaringan sekunder yang berupa institusi. Jadi, untuk mengembangkan lembaga penelitian, maka yang perlu ada terlebih dahulu adalah sense untuk mengembangkan lembaga dari para individu yang ada di lembaga tersebut, dan kemudian menarik seluruh jaringan yang dimilikinya ke dalam institusi yang dijadikan sebagai tempat mengabdi.

Makanya, siapapun yang memiliki jaringan eksternal dan kemudian mengembangkannya untuk kepentingan institusi harus diapresiasi dengan sangat memadai. Untuk membesarkan lembaga tentu dibutuhkan semangat mengembangkan lembaga tersebut melalui membangun jejaring dengan pihak lain.

Jika jejaring eksternal telah terbentuk, maka tugas berikutnya adalah membangun imaje tentang kekuatan dan kehebatan institusi,  sehingga bisa dikenal secara lebih luas. Penguatan kelembagaan dengan jejaring harus ditindaklanjuti dengan penguatan imajenya. Jika dua hal ini sudah diperoleh, maka lembaga itu akan menjadi kuat dan kemudian akan bisa berkiprah lebih baik.

Persoalannya adalah bagaimana membangun jejaring dan bagaimana mengembangkan imaje tersebut. Akan tetapi saya tetap memiliki keyakinan bahwa perubahan adalah kata kunci untuk mengembangkan lembaga. Jika kita mau berubah saya yakin perubahan pun akan bisa diperoleh.

Perubahan tidak dimulai dari yang tua-tua (dosen),  akan tetapi dimulai oleh yang muda-muda (dosen). Makanya, asa untuk berubah selalu ditaruh di pundak yang muda-muda.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini