CERITA TENTANG DPR
Sabtu pagi, 31/07/2010, saya diwawancarai Radio El-Shinta tentang aksi nekad Pong Hardjatmo di Gedung DPR. Seperti diketahui bahwa Pong Hardjatmo melakukan aksi corat-coret di Gedung DPR. Di atas atap hijau Gedung DPR itu Pong menulis tiga kata Jujur, Adil dan Tegas. Sontak, maka seluruh mata tertuju kepada kasi nekad Pong dan bahkan ada yang menganggap aksi tersebut sebagai vandalisme. Tentu beragam tanggapan orang tentang aksi tersebut. Ada yang setuju dan ada yang tidak.
Sesungguhnya, aksi Pong itu adalah representasi dari sekian banyak kekecewaan masyarakat tentang kinerja DPR. Beberapa berita yang menyudutkan DPR pun dlansir besar-besaran. Di antaranya adalah tindakan indisipliner dari anggota dewan. Mulai dari tidur di dalam rapat sampai bolos acara sidang-sidang penting.
Dari berbagai pemberitaan tersebut, maka kelihatan bahwa kinerja DPR dianggap rendah. Kenyataannya bahwa kehadiran seseorang merupakan bentuk partisipasi fisik yang memang diperlukan oleh anggota dewan. Bukankah banyak keputusan yang harus diputuskan melalui jumlah kuota yang semestinya tercukupi. Maka dengan tidak hadir berarti bisa mengurangi bobot keputusan yang dilahirkan.
Di era reformasi ini, maka DPR memiliki wewenang yang sangat besar. Yaitu wewenang legislasi, penganggaran dan pengawasan pembangunan. Makanya, DPR juga dituntut untuk melakukan tindakan yang berupa kinerja yang sangat memadai. Makanya, ketika banyak cerita tentang DPR yang tidak serius, maka terjadilah anggapan bahwa kinerja DPR kurang maksimal.
DPR adalah wakil rakyat. Mereka dipilih berdasarkan atas pemilu yang merupakan instrument demokrasi. Sebagai wakil rakyat, maka apa yang dilakukan oleh wakil rakyat tentu adalah cerminan yang diwakilinya. Tindakan DPR sesungguhnya adalah tindakan rakyat. Apa yang dilaksanakan oleh DPR adalah cerminan dari apa yang dibutuhkan dan menjadi kepentingan rakyat.
Sekarang ini banyak penderitaan yang dirasakan oleh rakyat. Mulai dari tarif listrik, merambatnya harga bahan-bahan pokok, meledaknya tabung elpiji dan sejumlah masalah lainnya. Di tengah kenyataan ini, maka tidak didengar suara nyaring DPR untuk melakukan tindakan eksekusi. Problem ini seakan bukan problem mereka.
Kemudian, di tengah ketidakmempanan semua saluran media untuk mengingatkan DPR agar bekerja keras dan cerdas, maka tindakan Pong itu dianggap penting. Dan sebagaimana ungkapan Pong di media massa: radio, televise dan koran, maka dinyatakan bahwa semua saluran informasi sudah tidak lagi bisa dijadikan sebagai sarana untuk mengingatkan anggota dewan, maka tindakan seperti itu harus dilakukan.
Tindakan Pong memang tergolong nekad. Dia panjat gedung DPR dan kemudian dibuatlah coretan itu. Bahkan secara hukum, bisa saja dia dianggap melakukan tindakan merusak bangunan atau fasilitas umum. Akan tetapi, tindakan Pong harus dimaknai positif di tengah keinginan yang maksimal untuk melihat peran DPR yang jauh lebih efisien dan efektif.
Masyarakat tentu mengharapkan bahwa anggota DPR yang dipilihnya dulu adalah mereka yang memiliki kualifikasi untuk mewakilinya. Dan sebagai wakil rakyat tentu yang dilakukannya adalah representasi dari apa yang diwakilinya.
Anggota DPR harus memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Makanya mereka bukan lagi wakil partai politik, golongan atau lainnya, akan tetapi adalah wakil rakyat. Sehingga kepentingan partai atau golongan harus stop. Dan kemudian yang dikedepankan adalah kepentingan rakyat.
Jika tidak seperti itu, maka hakikat representasi rakyat yang ditampilkan oleh DPR akan menemui kegagalan.
Wallahu a’lam bi al shawab.