PENEGAKAN HUKUM
Kemarin, Jum’at, 30 Juli 2010 dilakukan penandatangan MoU antara Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Timur, Sihabuddin, Bc.IP., SH, MH dengan sejumlah Perguruan tinggi di Jawa Timur, yang disaksikan oleh Gubernur Jawa Timur dan Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar. Tema MoU adalah “Dengan Law & Human Right Centre Kita Tingkatkan Pelayanan Hukum dalam Rangka Kepastian Hukum dan Perlindungan Hak Asasi Manusia.”
Yang terlibat di dalam MoU ini adalah perguruan tinggi, pesantren, LSM dan instansi pemerintah. Di antara perguruan tinggi yang terlibat adalah IAIN Sunan Ampel, Universitas Brawijaya, Universitas Airlangga, UPN Veteran Jawa Timur, Untag, UM Sidoarjo, UM Surabaya, STAI Syarifuddin Lumajang, IAI Tribakti, dan sebagainya. Kemudian juga Pesantren Darul Ulum, Jombang, Pesantren Al-Hikam Malang dan sebagainya. Program ini dirasa tepat di tengah keraguan banyak orang tentang penegakan hukum di Indonesia. Memang harus diakui bahwa persoalan penegakan hukum memang sedang karut marut. Makanya, ketika acara MoU digelar, juga terdapat demonstrasi yang dilakukan oleh Pemuda Pancasila. Tuntutannya adalah Kementerian Hukum dan HAM jangan menghentikan pengusutan kasus Bank Century.
Salah satu yang memang masih menjadi permasalahan di Indonesia di tengah upaya pembangunan bangsa adalah penegakan hukum. Banyak kasus korupsi yang tidak ditindaklanjuti. Apalagi kasus yang melibatkan orang kuat di negeri ini. Banyak dugaan manipulasi pajak, manipulasi kekayaan dan penyalahgunaan kekuasaan politik yang tidak ditindaklanjuti. Makanya di sana sini muncul ketidakpuasan tentang penanganan kasus-kasus hukum di Indonesia.
Sesungguhnya, penanganan kasus hukum bukan tidak dijalankan. Akan tetapi yang paling mendasar adalah banyaknya kasus yang harus ditangani dan diselesaikan oleh aparat hukum. Dan yang tentu mengerikan adalah ketika para aparat hukum justru terjebak kasus hukum. Ada sekian banyak hakim, jaksa, polisi dan penegak hukum lainnya yang tersangkut kejahatan hukum. Sebut misalnya jaksa Oerip, Antasari Azhar, anggota DPR/DPRD, bupati/walikota dan sebagainya. Sesungguhnya, penegakan keadilan yang utama berada di tangan para penegak hukum. Kepercayaan masyarakat akan terbangun manakala para penegak hukum yang menjadi tulang punggung penegakan hokum menjadi teladan dalam menegakkan hukum. Dan lebih lanjut orang akan bisa mempercayai lembaga penegakan hukum sebagai terminal akhir bagi para pencari keadilan.
Trust tentu tidak bisa diperoleh secara gampang. Ia harus dibangun melalui kerja keras, dan tanggungjawab. Dan yang tidak bisa dilupakan adalah aspek keteladanan. Yang banyak hilang dari negeri ini adalah keteladanan ini. Oleh karena itu, membangun keteladanan di Indonesia sungguh-sungguh diperlukan. Melalui kerjasama ini, maka sesungguhnya ada satu hal yang ingin dicapai ialah bagaimana memberikan pelayanan pada aspek hokum kepada masyarakat. Melalui pelayanan yang memadai kepada masyarakat, maka diharapkan kritikan tentang pelayanan hokum yang dirasa masih belum maksimal akan dapat dieliminasi.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, bahwa reformasi pelayanan hokum sudah dilakukan meskipun dampaknya belum menyentuh pada aspek yang lebih massif. Misalnya, tentang pemangkasan birokrasi terkait dengan remisi, pelayanan administrasi hukum, pelayanan kunjungan ke lapas dan sebagainya. Secara pelan tetapi pasti perubahan-perubahan demi perubahan sudah kita laksanakan. Namun di atas semua perubahan yang telah terjadi, maka yang lebih mendasar adalah bagaimana penegakan hukum bisa dilakukan secara maksimal.
Reformasi hukum akan dianggap memiliki pengaruh signifikan sejauh penegakan hokum bisa dilaksanakan secara memadai. Jadi, masyarakat akan mempercayai terhadap proses dan prosedur pencarian keadilan ketika institusi penegak keadilan melaksanakan prinsip keadilan secara transparan dan penuh tanggungjawab. Konteks sosial keadilan perlu dipertimbangkan selain aspek hukum yang mengikat dan memaksa.
Wallahu a’lam bi al shawab.