INDONESIA: KEBANGSAAN YANG TUNTAS
Membaca Mingguan Tempo, 26 Juli-1 Agustus 2010, tentang Tim Sepakbola Spanyol, La Furia Roja, Pasukan Merah Berani, ternyata ada yang menarik. Meskipun pasukan sepakbola Spanyol ini merupakan satu tim atas nama Negara Spanyol, ternyata mereka memang terdiri dari beberapa suku yang masih sangat kuat kesukuannya.
Ada beberapa suku yang menghiasi tim Spanyol dan masing-masing masih terikat kuat dengan kesukuannya. Ada yang dari Catalan, Castilla, Basque, Andalusia, Kepulauan Canari dan Asturia. Bentuk ikatan kesukuan tersebut, misalnya ditunjukkan oleh Sergio Ramos yang berasal dari Suku Andalusia. Usai Tim Spanyol mengalahkan Belanda, maka dia bungkus dirinya dengan bendera Andalusia. Demikian pula Charles Puyol dan Xavi Hernandes juga melambaikan bendera sukunya, suku Catalonia atau Senyera ketika keduanya sampai di Bandara Madrid, Ibukota Spanyol.
Mereka memang terdiri dari berbagai suku yang masih terikat kuat dengan kesukuannya. Namun demikian, mereka dapat membentuk satu tim yang tangguh dan berhasil menjadi juara dunia. Yang tentu menarik dari peristiwa ini adalah bagaimana ikatan kesukuan yang masih kuat di tengah kesatuan sebagai bangsa Spanyol. Akan tetapi di sisi lain, bahwa masing-masing suku masih menggunakan lambang bendera yang diagungkannya. Artinya, bahwa kesukuan tersebut masih dilambangkan dengan bendera-bendera kesukuannya dan bahkan bisa saja menafikan bendera nasionalnya.
Melihat kenyataan ini, maka saya merasa sangat beruntung menjadi warga Indonesia. Negara yang terdiri dari ratusan suku, bahasa dan adat istiadat ini ternyata sudah bisa menyelesaikan lambang-lambang kenegaraan dalam satu kesatuan yang jelas. Di dalam hal ini betapa Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928 ternyata bisa menjadi tonggak penyemaian kemenyatuan sebuah bangsa yang kemudian diberi nama Indonesia. Semua suku mengakui bahasa nasionalnya adalah Bahasa Indonesia. Semua suku mengakui bernegara satu, Negara Indonesia. Semua suku mengakui berbangsa satu bangsa Indonesia. Dan yang lebih membanggakan adalah semua mengakui bendera nasional Indonesia, merah putih.
Meskipun negeri ini terdiri dari bekas-bekas kerajaan, namun semuanya mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tanpa menjadikannya sebagai halangan untuk mengekspresikan tradisi-tradisinya. Semua menjadi satu kesatuan dalam wadah negara yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Semua ini menandakan bahwa lambang-lambang formal yang berupa bendera atau bahasa tidak harus dipertahankan ketika mereka telah menjadi satu kesatuan. Ketika unitas telah ditegakkan, maka diversitas berhenti. Di sini yang berlaku adalah konformitas pada unitas yang tuntas.
Bisa dibayangkan andaikan suku-suku dan kerajaan-kerajaan tersebut kemudian saling mengklaim sebagai yang dominan dan negara harus merepresentasikan dominasi tersebut, maka bendera Jawa, Sunda, Madura dan sebagainya akan saling berebut pengaruh dan menguasai. Dan ketika itu, maka akan terjadi sifat saling menguasai dan menihilkan.
Kita sungguh merasa bangga bahwa persoalan kebangsaan kita sudah tuntas seperti ini. Kita sudah tidak lagi disibukkan oleh bahasa, bendera, suku, etnis, agama dan sebagainya. Ini semua tentu karena kearifan para pendahulu kita. Betapa hebatnya kearifan local dari para founding fathers negeri ini. Tidak ada sedikitpun kepentingan dominasi mayoritas dan tirani minoritas. Andaikan pada tanggal 18 Agustus 1945, lalu pemimpin bangsa yang beragama Islam ngotot agar menjadikan Jakarta Charter sebagai dasar negara, maka bisa jadi mereka akan memenangkannya. Akan tetapi kesatuan dan persatuan bangsa jauh di atas kepentingan agama sekalipun.
Maka, saya jadi membayangkan bahwa dengan pilar kebangsaan yang sudah tuntas ini, maka semestinya bangsa Indonesia akan bisa menjadi bangsa yang sangat maju. Bukankah masalah yang sangat rumit bagi sebuah bangsa yang multicultural dan plural semacam ini adalah persoalan persatuan dan kesatuan bangsa. Dan Indonesia sudah menyatukannya semenjak kemerdekaan menjadi kenyataan di Indonesia ini.
Oleh karena itu, saya tetap berkeyakinan bahwa bangsa ini memiliki peluang untuk menjadi bangsa yang maju selama di dalamnya terdapat orang-orang yang memiliki kemampuan untuk bekerja keras, jujur, kebersamaan, tanggungjawab dan menjunjung kesetaraan. Dan semuanya berada di dalam bingkai wawasan, sikap dan tindakan kebangsaan.
Jadi memang sudah saatnya kita mengisi kemerdekaan yang sudah tuntas ini dengan tindakan nyata, yaitu usaha-usaha untuk menjadikan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. Melalui kekayaan sumber daya alam yang tidak ada tandingannya di dunia ini, maka sudah sepantasnya jika bangsa Indonesia bisa menjadi bangsa yang besar kelak di kemudian hari.
Wallahu a’lam bi al shawab.