• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENGAPA NOORDIN M TOP SULIT DISTOP?

Pernyataan Duta Besar Malaysia, Dato Zainal Abidin Zain di Kantor Wakil Presiden, 11/08/09 menarik untuk disimak. Beliau menyatakan: “tidak benar banyak orang Malaysia yang menjadi teroris di sini. Mungkin anda lupa, yang mengajar mereka ini Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir. Mereka orang mana? Lebih lanjut dinyatakan: “tindakan Azhari dan Noordin yang mengobok-obok Indonesia tidak mencerminkan kehendak warga Malaysia. Bahkan keduanya juga diburu aparat penegak hukum Malaysia delapan tahun lalu, sebelum diselamatkan jaringannya di Indonesia”.

Menurut penilaian Malaysia, bahwa kedua orang, Azhari Husin dan Noordin menjadi radikal setelah belajar agama di Pesantren Lukmanul Hakim yang diasuh oleh dua warga negara Indonesia, Ustadz Abu Bakar Baasyir dan Ustadz Abdullah Sungkar. Menurut rekaman pengalaman Nasir Abbas, mantan anggota JI, di dalam bukunya “Membongkar Jamaah Islamiyah”, 2005, bahwa Pesantren Lukmanul Hakim adalah tempat penggodokan bagi para pemuda yang akan berjihad di Afghanistan dan juga di tempat lain. Pesantren ini merupakan tempat untuk menjadi transit dan sekaligus pembekalan bagi para pejuang Afghanistan. Mereka memperoleh doktrin jihad ofensif melalui teror, bombing dan suicide bombing. Bahkan juga dinyatakan bahwa sepeninggal Abdullah Sungkar, maka Amir JI adalah Abu Bakar Baasyir. Maka Abu Bakar Baasyir adalah amir terakhir JI sebelum yang bersangkutan mendirikan organisasi baru, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang bermarkas di Solo, Jawa Tengah.

Saya rasa semua tahu bahwa hingga saat ini, Abu Bakar Baasyir masih menjadi ikon di kalangan Islam garis keras. Ketika terjadi penyerangan tentara Israel terhadap kaum Hisbullah di Tepi Yordan, maka Abu Bakar Baasyir juga yang berkomentar akan mengirin pasukan jihad dalam jumlah ribuan, jika setiap negara Islam mengirim pasukan  jihad 50 orang.  Intinya bahwa jihad memang sudah diperlukan untuk membela Islam. Konsepnya hanyalah satu: Hisbullah representasi Islam dan Israel representasi kafir. Umat Islam harus melakukan jihad kepada orang kafir. Ketika Densus 88 ramai melakukan perburuan terhadap kaum teroris di Desa Beji, Kedu, Temanggung, maka Abu Bakar Baasyir juga menyatakan bahwa ”melakukan teror dengan pengeboman itu bisa salah dan bisa juga benar”. Artinya masih ada ruang kebenaran dalam melakukan pengeboman itu. Bagi saya, jelas bahwa melakukan pengeboman adalah salah sama sekali. Tidak ada sedikitpun ruang kebenaran di dalamnya.

Kenyataannya bahwa kaum teroris betah hidup di Indonesia dan kemudian melakukan serangkaian tindakan teror terhadap masyarakat Indonesia. Apapun alasannya, maka melakukan pengeboman terhadap negara Indonesia yang jelas-jelas mayoritas beragama Islam dan relasi antara umat beragama dengan pemerintah juga sangat baik, maka logika menjadikan Indonesia sebagai tempat untuk jihad ofensif jelas bertentangan dengan realitas empiris masyarakat beragama di Indonesia.

Mengamati terhadap pernyataan Dato Zainal Abidin Zain di atas, kiranya ada hal yang sangat mendasar, bahwa di Malaysia jaringan terorisme sudah dibasmi oleh kekuatan pemerintah dan masyarakat, sehingga sistem represi yang dilakukan pemerintah menjadi sangat efektif. Sel-sel gerakan ini juga sudah mengecil bahkan mati. Namun di Indonesia, gerakan terorisme memperoleh lahan subur. Ada banyak penolong mereka di Indonesia. Ada jaringan lama yang terus terbina dan berkembang. Sehingga Noordin akan terus eksis. Jika pemerintah melakukan represi, maka masyarakatlah yang justru melindunginya. Ada patron dan ada sel jaringan yang saling bersimbiosis  secara sistemik. Itulah sebabnya betapa sulitnya menangkap si Noordin Manusia Top itu. Nah yang diperlukan sekarang adalah mengisolasi para patron dan memotong sel-selnya. Saya berkeyakinan bahwa aparat pemerintah—khususnya Denpom 88—pastilah sudah mengetahui siapa patron dan sel-selnya. Oleh karena itu, melakukan pemutusan relasi patron-klien-sel kaum teroris tentunya menjadi prioritas utama.

Masyarakat Indonesia yang berfalsafah hidup rukun, harmoni dan slamet seharusnya bisa mewujudkannya di dalam kehidupan. Jika ada yang tidak seperti itu, maka berarti mereka telah kemasukan ideologi lain. Dan ideologi itu tidak lain adalah ide trans-nasionalisme yang sekarang lagi memperoleh tempat untuk tumbuh subur di negeri ini.

Wallahu a’lam bi al-shawab.

Categories: Opini