• May 2024
    M T W T F S S
    « Apr    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

TKI: WAJAH INDONESIA DI LUAR NEGERI

Dalam salah satu laporan televisi swasta disebutkan bahwa ada TKW Indonesia yang meninggal di kolong Jembatan di Arab Saudi. Sayangnya bahwa berita tersebut saya ketahui agak terlambat, sehingga tidak tahu detail beritanya. Tetapi yang jelas bahwa berita ini melengkapi cerita-cerita tentang TKI-TKW Indonesia yang sedang mengais rejeki di negeri orang.

Penderitaan seakan enggan menjauh dari pekerja migran Indonesia. Antin Suprihatin binti Solehudin (34), tenaga kerja asal Bandung, Jawa Barat, tewas mengenaskan dianiaya majikannya di Provinsi Ha’il, 700 kilometer barat laut dari Riyadh, Arab Saudi.

Kasus ini memperpanjang daftar pelanggaran hak asasi TKI di negara penempatan. Belum pupus dari ingatan soal Siti Hajar dan Modesta Rengga Kaka terluka parah akibat penganiayaan majikan di Malaysia, Juni lalu. Yanti Iriyanti asal Cianjur, Jawa Barat, dihukum tembak pada 11 Januari 2008 karena dituduh membunuh majikan di Arab Saudi.  Arab Saudi adalah negara penempatan TKI terbesar kedua setelah Malaysia. Sedikitnya 1 juta TKI di Arab Saudi dengan 96 persen pembantu rumah tangga.

Memang, cerita tentang TKW banyak ragamnya.  Ada cerita sukses dan ada cerita yang menyedihkan. Jika cerita sukses bisa membuat banyak orang iri ingin seperti itu. Tetapi berita yang menyedihkan mesti membuat kita merenung dan sekaligus bertanya “sejauh itukah penderitaan para TKW kita”.

Penderitaan para TKW tentu bukan barang baru dalam rangkaian cerita tentang TKW. Dan mereka yang sangat menderita ini biasanya adalah mereka yang berani melakukan perlawanan terhadap para majikan, karena faktor-faktor non-ekonomis. Misalnya kekerasan fisik, kekerasan seksual dan kekerasan psikhologis yang diderita oleh para TKW. Jika kemudian mereka melarikan diri, maka hampir pasti mereka akan menemui kesulitan kehidupan yang cukup berat.

Mereka yang terlempar tersebut dapat dipastikan tidak akan membawa uang untuk bekal kehidupan. Gaji dan fasilitas lainnya pasti tidak akan dibawa serta. Bahkan mungkin mereka juga pergi hanya dengan pakaian di badan. Di dalam keadaan seperti ini, maka mereka akan menemui kesulitan dalam menghadapi kenyataan hidup di negeri orang. Belum lagi jika passport mereka ditahan oleh majikan. Maka mereka akan menjadi manusia yang stateless, manusia tanpa identitas kewarganegaraan. Bisa dibayangkan apa yang terjadi jika kemudian ada razia dari tentara kerajaan Saudi Arabia, maka sahlah mereka akan menjadi penghuni rutan di negeri orang, orang yang bersalah tanpa pembelaan.

Mereka kebanyakan adalah orang yang tanpa akses. Begitu datang di tanah rantau maka dilepas begitu saja. Tanpa ada orang yang dapat menjadi pendamping dari aspek hukum atau lainnya. Bahkan mereka juga tidak tahu kemana harus melapor jika terjadi hal-hal yang berada di luar pekerjaannya. Terkadang saya bayangkan bahwa mereka juga tidak tahu alamat atau nomor telepon Konsulat Jenderal atau Kedutaan Besar RI di mana mereka bekerja. Dan salah satu penyebabnya adalah karena rendahnya tingkat pendidikannya, keterputusan dengan aparat pemerintah asal, dan rendahnya pengetahuannya tentang perlindungan sosial yang seharusnya diperoleh.

Banyaknya persoalan yang dihadapi oleh para TKW ini tentunya menjadi perhatian semua pihak. Deplu dan Depnaker adalah instansi yang  seharusnya memanggul tanggungjawab yang sangat besar terkait dengan pengiriman TKI-TKW ke luar negeri. Dalam kenyataan inilah, maka pemerintah harus mengambil bagian yang sangat serius yakni menjadi Tim Pendamping bagi para TKI-TKW. Yang  diperlukan adalah kerjasama antara PJTKI dengan Deplu dan Depnaker terkait dengan siapa berada di mana.

Nasib para TKI-TKW adalah gambaran tentang siapa kita ini sesungguhnya. Jika yang banyak tampil di dunia internasional adalah gambaran para TKI-TKW kita yang bermasalah, maka dihadapan relasi dunia internasional juga seperti itu. Maka agar semuanya menjadi clear yang harus diusahakan secara maksimal adalah mengupayakan agar nasib para TKI-TKW kita lebih bermartabat di negeri orang.

Wallahu a’lam bi al-shawab.

Categories: Opini