HAKIKAT REFORMASI BIROKRASI
HAKIKAT REFORMASI BIROKRASI
Ada satu hal yang menarik dari sambutan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) dalam acara Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNM-PTN) di Hotel Borobudur, Jakarta, 14/07/2010. Di dalam sambutannya, Mohammad Nuh menyatakan bahwa di dalam kegiatan reformasi birokrasi yang penting adalah bagaimana mereformasi struktur dan kinerja aparat di dalam pelayanan publik.
Semenjak reformasi digulirkan oleh pemerintah, maka yang paling sulit adalah reformasi birokrasi. Di dalam penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Nasional, bahwa persepsi masyarakat tentang reformasi birokrasi belum menggembirakan. Reformasi di bidang ekonomi baru dirasakan pengaruhnya sekitar 25%, di bidang politik sebesar 23% dan hanya di bidang sosial yang angkanya cukup menggembirakan, yaitu sebesar 50%. Di bidang sosial ini menyangkut pendidikan dan kesehatan. Mayoritas jawaban masyarakat masih menyatakan bahwa reformasi birokrasi belum berpengaruh pada kehidupan masyarakat.
Sampai hari ini, ternyata reformasi memang belum menyentuh aspek mendasar yaitu bagaimana peningkatan kualitas pelayanan. Mestinya, reformasi birokrasi tersebut harus berujung pada peningkatan kualitas pelayanan pada masyarakat. Namun ternyata untuk memberikan pelayanan yang berbasis kepuasan pelanggan ternyata tidak mudah. Dalam contoh sederhana di kementerian Pendidikan Nasional, ternyata untuk mengurus izin operasional pendirian program studi, ternyata masih membutuhkan waktu yang cukup panjang, bisa berbulan-bulan.
Persoalannya adalah kenapa proses seperti ini masih terjadi. Di antara yang menyebabkan adalah reformasi birokrasi yang terkait dengan perubahan struktur kelembagaan masih belum tuntas. Misalnya, bahwa untuk mengurus sebuah sebuah program ternyata harus melewati berbagai macam struktur. Untuk mengurusi sekolah menengah, maka harus melewati beberapa unit birokrasi, sebab gurunya diurus oleh satu unit, siswa diurus oleh unit yang lain dan untuk kurikulum diurus oleh unit lainnya. Akibatnya, akan terjadi kesulitan koordinasi.
Makanya di dalam reformasi birokrasi ini, maka yang diperlukan adalah sebuah sistem yang bisa mengatasi persoalan secara menyeluruh. Misalnya direktorat pendidikan dasar dan menengah, maka seluruh hal yang terkait dengan pendidikan dasar dan menengah diatur dan dilaksanakan di direktorat ini. Jadi tidak gurunya diurus satu direktorat tersendiri dan persoalan lainnya diurus oleh yang lain.
Dengan demikian, mulai hulu sampai hilir harus diurus oleh satu unit organisasi, sehingga akan dapat memotong jalur koordinasi yang selama ini bisa menghambat terhadap percepatan pelayanan. Jika di direktorat jenderal pendidikan tinggi sudah memiliki kavling yang jelas dari hulu sampai hilir, maka di direktorat lainnya juga bisa seperti itu. Melalui mekanisme seperti ini, maka efektivitas dan efisiensi pelayanan akan dapat dilakukan.
Untuk melakukan reformasi birokrasi, maka dimensi tujuan birokrasi sebagai ending pemberian pelayanan maksimun tentu tidak bisa diubah. Demikian pula tugas, pokok dan fungsinya tentu tidak bisa diubah. Tugas pokok dan fungsi tersebut tentu harus mengarah pada pencapaian tujuan birokrasi. Maka, sesungguhnya yang diperlukan untuk melakukan reformasi birokrasi adalah pada perubahan struktur dan agen-agen struktur di dalamnya.
Jadi yang perlu dipikirkan adalah apakah struktur dan agen mengikuti tujuan dan tupoksi atau tujuan dan tupoksi mengikuti struktur dan agennya. Di dalam hal ini, maka yang benar adalah struktur dan agen mengikuti tujuan dan tupoksi birokrasi. Banyak orang yang menentukan struktur dan agen terlebih dahulu dan bukan menentukan tujuan dan tupoksi yang mengikutinya. Makanya, banyak struktur dan agen yang kemudian tidak melaksanakan suatu pekerjaan yang relevan dengan tujuan dan tupoksinya. Tujuan dan tupoksi, seharusnya dirancang terlebih dahulu.
Makanya, di dalam reformasi birokrasi yang penting untuk dicermati adalah memetakan terhadap tujuan dan tupoksi sebuah organisasi dan kemudian merumuskan struktur dan agen yang akan menjadi instrumen untuk meraih tujuan tersebut. Melalui pemetaan tersebut, maka akan diketahui mana yang sudah relevan dan mana yang tidak dan kemudian melakukan penggabungan terhadap struktur yang memiliki kesamaan sebagai instrumen pencapaian tujuan dan bahkan membuang terhadap struktur yang dianggap bisa ditangani oleh struktur lain yang lebih komprehensif.
Maka salah satu hal yang mesti dipertimbangkan di dalam reformasi birokrasi adalah merombak struktur yang dianggap bisa menghambat terhadap tujuan peningkatan kualitas pelayanan dengan mengedepankan efektivitas dan efisiensi.
Jika kita tidak mampu melakukannya, maka berarti bahwa hakikat reformasi birokrasi hanyalah sebagai cita-cita dan sulit menjadi realita.
Wallahu a’lam bi al shawab.