• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

TRIPLE GREEN: THE GREEN BOARDING

Dalam acara penandatanganan Memory of Understanding (MoU) antara IAIN Sunan Ampel dengan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, maka yang dianggap penting untuk dikerjasamakan adalah bagaimana membangun pesantren di wilayah perbatasan. Sejauh manakah urgensi pesantren perbatasan atau yang dikonsepsikan sebagai green boarding tersebut dalam kerangka membangun Indonesia secara umum dan khususnya wilayah perbatasan.

Wilayah perbatasan merupakan pintu gerbang Indonesia. Pemikiran ini bukan sesuatu yang mengada-ada.  Sebab  wilayah yang berbatasan dengan negara lain, sesungguhnya adalah wilayah yang memang merupakan pintu masuk ke dalam wilayah Indonesia dari negara lain. Dahulu, orang hanya melihat Jakarta –sebagai ibukota negara—akan tetapi dengan semakin pentingnya wilayah perbatasan sebagai pintu gerbang masuk wilayah suatu negara, maka konsepsi Ibukota Negara sebagai pintu gerbang negara mestinya harus direvisi.

Memang tidak ada yang memungkiri bahwa orang akan melihat seberapa majunya negara itu dari ibukotanya. Jadi untuk melihat kemajuan Indonesia, maka orang akan mengukur kota Jakarta yang penuh dengan gedung pencakar langit, pusat pedagangan dan kantor-kantor pemerintah yang megah. Akan tetapi di tengah semakin pentingnya kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan, maka mau tidak mau juga harus memperhatikan wilayah perbatasan tersebut.

Di wilayah perbatasan ternyata bertumpuk persoalan bangsa, misalnya akibat kesejahteraan masyarakat yang rendah dan berbeda dengan tingkat kesejahteraan negara tetangga, maka akan mempengaruhi struktur social, budaya  dan yang lebih menyedihkan kemudian juga akan mempengaruhi terhadap rasa nasionalismenya. Kasus pemindahan patok perbatasan di Kalimantan Barat ke wilayah Malaysia adalah contoh betapa krusialnya persoalan perbatasan tersebut.

Persoalan nasionalisme tentu tidak bisa ditawar, sebab bagaimana nasib bangsa ini ke depan jika nasionalisme tersebut tidak didongkrak tinggi dalam kehidupan masyarakat. Bangsa ini telah merdeka selama 65 tahun. Dan itu bukan waktu yang pendek. Makanya,  jika kemudian rasa nasionalismenya luntur, tentu  bisa dibayangkan bagaimana nasib suatu bangsa di kemudian hari. Di dalam kehidupan berbangsa, maka tidak ada yang lebih penting kecuali mempertahankan nasionalisme tersebut.

Akan tetapi nasionalisme juga akan bisa luntur, jika kesejahteraan masyarakatnya tidak diperhatikan. Salah satu contoh yang sangat kentara adalah kesenjangan pembangunan di berbagai wilayah di Indonesia. Konsentrasi pembangunan di Jawa sering menjadi penyebab mengapa terjadi kecemburuan antara berbagai wilayah di Indonesia. Wilayah luar Jawa, khususnya Indonesia Timur, misalnya merupakan wilayah yang belum memperoleh sentuhan secara memadai dalam pembangunan masyarakatnya.

Di dalam kerangka ini, maka dengan menyiapkan pesantren perbatasan, maka ada hal-hal strategis yang akan dapat diperoleh. Di antaranya adalah sebagai wahana untuk membangun mental masyarakat, khususnya di wilayah perbatasan dan membangun potensi kehidupan mereka dalam kehidupan yang riil.

Makanya, untuk membangun pesantren di wilayah perbatasan tersebut, maka harus ada kerjasama dan sinergi antar kementerian. Demikian pula harus ada kerjasama dan sinergi antar perguruan tinggi. Pesantren ini disiapkan agar menjadi pesantren terpadu. Tidak hanya mengaji al-Qur’an, belajar fiqh, nahwu sharaf dan sebagainya, akan tetapi juga belajar pertanian, agribisnis, peternakan, perkebunan dan sebagainya.

Oleh karena itu, pesantren ini akan didesain secara terpadu dengan menggunakan semua komponen agar bisa terrealisasikan. Untuk mempercepat proses terrealisirnya hal ini, maka sinergi yang diperlukan adalah dengan menggandeng berbagai kementerian, misalnya Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pembangunan Desa Tertinggal dan sebagainya.

Hanya persoalannya adalah siapa yang menjadi leading sector untuk pembangunan pesantren ini. Maka di dalam hal ini, ada dua kementerian yang sangat penting, yaitu Kementerian Agama dengan Direktorat Pondok Pesantrennya dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dengan Deputi Menteri bidang  pembangunan wilayah perbatasan.

Oleh karena itu mensinergikan di antara keduanya menjadi penting untuk dirajut dan dilaksanakan. Jadi perlu mengembangkan visi kebersamaan di dalam afirmatif action ini.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini