PTAI DI ERA KOMPETISI
Genderang persaingan sesungguhnya sudah ditabuh. Maka yang penting adalah bagaimana menyiapkan diri di kancah persaingan yang akan semakin keras. Di arena persaingan tersebut, maka yang berkualitaslah yang akan mampu bertahan dan kemudian mengembangkan sayapnya. Persoalannya adalah sebagian besar dari institusi pendidikan tinggi di Indonesia belum siap untuk berkompetisi karena rendahnya kualitas SDM, manajemen pendidikan yang belum berbasis pelanggan dan produk pendidikan yang kualitasnya masih diragukan.
Di Diknas terdapat sebanyak 2680 PTN dan PTS. Di Depag terdapat sebanyak 775 perguruan tinggi, yaitu PTAN 59 buah dengan rincian: 6 Universitas Islam Negeri, 12 IAIN dan 32 STAIN serta PTAN Kristen, Hindu dan Budha dengan jumlah mahasiswa sebanyak 154.591 orang. Selebihnya adalah PTAS 716 buah yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu juga ada beberapa departemen, seperti Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri dan Departemen lain yang hingga saat ini masih memiliki lembaga pendidikan tinggi. Institusi pendidikan tersebut kira-kira hanya menampung 10% dari jumlah penduduk Indonesia yang berusia pendidikan tinggi, 19-24 tahun sebanyak 22.780.000. Mereka ini tersebar di berbagai lembaga pendidikan tinggi, di bawah Diknas, Depag, Depkes, dan Depdagri.
Institusi pendidikan tinggi Indonesia memang masih kalah kelas dibanding institusi pendidikan tinggi lain di kawasan Asia Tenggara. Dibandingkan dengan jumlah lembaga pendidikan tinggi yang ada di negara lain, seperti Malaysia, maka lebih kurang 6,5 persen perguruan tingginya telah berhasil menjadi PT unggulan di Asia Tenggara. Sementara itu, Indonesia baru berhasil memasukkan 14 dari 2.680 PTN dan PTS, atau 0,5 persen dalam jajaran PT elit Asia Tenggara. Bisa diduga bahwa yang masuk dalam daftar peringkat 100 perguruan tinggi unggulan dunia yang berada di Asia Tenggara, yaitu: ITB, UGM, UI, IPB, ITS, Universitas Parahyangan, Universitas Gunadarma, Universitas Bina Nusantara, STT Telkom, Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Universitas Airlangga, UK Petra, Universitas Brawijaya dan Universitas Hasanuddin, yang tergolong pendidikan tinggi dengan kuantitas mahasiswa dan kualitas institusionalnya yang sangat baik. Dari sebanyak 14 perguruan tinggi yang berhasil mencapai prestasi unggulan Asia Tenggara versi Webometrics yang berafiliasi dengan Dewan Riset Nasional Spanyol tersebut, terdapat 5 perguruan tinggi BHMN, 3 perguruan tinggi negeri dan 6 perguruan tinggi swasta.
Dari 100 perguruan tinggi unggul tersebut, maka PT Indonesia yang masuk kelompok 20 PT terunggul di Asia Tenggara, yaitu ITB berada pada peringkat 10 dan UGM pada peringkat 12. Jika dibandingkan dengan 100 PT Unggulan di Asia, maka hanya ITB yang masuk dalam ranking 73 dan UGM peringkat 100. Supremasi Muangthai kelihatan sangat menonjol, karena terdapat sebanyak 41 dari 100 PT papan atas Asia Tenggara yang berada di negara Gajah Putih tersebut. Demikian pula Malaysia yang telah melakukan reformasi pendidikan sejak tahun 1970-an juga sekarang nampak hasilnya, antara lain dari hasil pemeringkatan oleh Webometrics terdapat 17 PT di Malaysia yang berhasil masuk ke dalam kelompok PT unggulan Asia Tenggara.
Dalam kenyataan seperti ini, maka pertanyaannya adalah dimanakah kira-kira posisi Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) kita? Suatu kenyataan bahwa PTAI kita memang belum mampu bersaing dalam kawasan nasional seperti halnya ranking yang dibuat oleh Depdiknas apalagi dalam kawasan World Class University (WCU). Jika kita menggunakan ukuran-ukuran yang digunakan untuk mengukur kualitas lembaga pendidikan sebagaimana WCU, maka memang rasanya masih sangat jauh.
Oleh karena itu, dalam waktu dekat maka yang perlu dikejar adalah bagaimana menjadi lembaga pendidikan yang memiliki peringkat di Indonesia, kemudian Asia Tenggara dan sekian tahun ke depan menjadi bagian dari lembaga pendidikan terbaik di Asia.
Wallahu a’lam bi al-shawab.