MELESTARIKAN MUSIK KLASIK DI TENGAH PERUBAHAN
Ada suatu kegiatan yang sangat menarik yang diselenggarakan oleh Paduan Suara Mahasiswa (PSM) IAIN Sunan Ampel bekerjasama dengan Kantor BKKBN Propinsi Jawa Timur dan Tim Penggerak PKK Propinsi Jawa Timur, yaitu Festival Qasidah Rebana Klasik se Jawa Timur. Acara ini diseleggarakan di Aula IAIN Sunan Ampel, Kamis, 10 Juni 2010. Acara dihadiri oleh kepala BKKBN, Muhammad Is dan jajarannya, Kapolda jatim, Pangdam Jatim, pimpinan IAIN Sunan Ampel dan lainnya. Acara ini juga menjadi lebih menarik karena dihadiri oleh Ketua Tim Penggerak PKK Propinsi Jawa Timur, Ibu Nina Soekarwo.
Bagi orang yang awam musik rebana, maka orang hanya akan mendengar tabuhan music yang sederhana tanpa kerumitan. Akan tetapi bagi yang memahami makna music ini, maka akan memunculkan gairah bermusik yang sangat baik. Ada empat hal yang mendasar dari music jenis ini, pertama, yaitu aksentuasi suara atau dalam bahasa Jawa disebut cengkok. Maka semestinya music rebana memiliki aksentuasi yang khusus. Ia berbeda dengan aksentuasi dalam music Melayu, Pop, Rock atau lainnya. Untuk ini, maka sebaiknya seorang penyanyi rebana harus memahami Qira’ah Sab’ah di dalam Al-Qur’an.
Kemudian kedua, irama tabuhan. Untuk menjadi enak didengar, maka setiap irama music harus memadukan semua alat music menjadi satu kesatuan. Semua komponen harus dipersatukan agar menjadi perpaduan yang enak didengar. Ia tidak hanya sekedar tek dung, tek dung dung. Akan tetapi bisa dibikin secara lebih variatif dengan memanfaatkan semua elemen alat music tersebut.
Ketiga, Yang tidak kalah penting juga perpaduan antara menyanyi dan memainkan alat music. Harus tetap diperhatikan bagaimana menyanyi yang benar di dalam seluruh bangunan music rebana. Di dalam hal ini, maka yang juga menarik diperhatikan adalah bagaimana seorang penyanyi melantunkan suaranya di dalam irama music yang klasik ini yang sangat padu dengan irama music yang dimainkan.
Lalu keempat, yang tidak kalah pentingnya adalah penampilan. Setiap musik harus dapat didengarkan secara merdu yang merupakan perpaduan antara suara musik dengan suara penyanyi. Dan jika acara dikemas dalam bentuk visual maka yang penting juga bagaimana musik dapat dinikmati oleh mata dan didengar oleh telinga. Jadi, jangan sampai ketika melantunkan lagu sedih dengan penampilan yang gembira atau musiknya rancak. Demikian pula sebaliknya.
Musik rebana adalah musik klasik. Musik ini berada di ujung pinggir pergeseran yang disebabkan oleh semakin semaraknya musik-musik kontemporer. Melalui teknologi informasi, seperti televisi yang semakin proaktif menyelenggarakan acara musik live dalam berbagai variasinya, maka kehadiran music rebana klasik seakan tidak bermakna. Di kalangan anak-anak muda, jenis musik ini hamper tidak dikenal. Kalah pamornya dibanding dengan musik pop, melayu atau lainnya.
Di era yang disebut orang sebagai modern dan global, maka banyak orang yang tidak lagi mengindahkan yang klasik. Banyak orang yang lebih suka kepada sesuatu yang modern. Untuk makan maka orang lebih suka ke Kentucky Fried Chicken (KFC), Mc Donald, atau makan di Food Court dengan aneka masakan dari berbagai negara. Orang menjadi suka memakan sesuatu yang berasal dari negara lain. Mungkin sekedar sensasi atau memang agar disebut sebagai bagian dari orang modern. Jadi, menjadi modern juga terkait dengan gaya makan.
Orang yang masih memakan pecel, soto, rawon, tahu tek-tek, rujak cingur, batagor, kare, mangut dan sayur lodeh ibarat orang kampung yang tidak maju dan modern. Orang yang lidahnya tidak bisa makan hamburger, hot dog, pizza dan sebagainya adalah orang yang ketinggalan zaman. Makanya, banyak orang yang hanya ingin disebut modern dengan memakan makanan yang disediakan oleh resto makanan junk food tersebut. Di antara yang menyukai makanan ini adalah kawula muda dengan rentangan usia 15-30 tahun. Untuk sekedar minum kopi, maka orang bisa datang ke Starbuck. Orang bisa duduk berjam-jam di situ sambil menikmati layanan internet atau lainnya. Jadi, orang bisa menjadi modern dengan berlife style seperti ini.
Di tengah dunia modern yang serba ada, maka orang bisa berubah gaya hidupnya. Dunia modern memang ditandai dengan penerimaan berbagai hal yang datang dari luar. Jika orang masih bertahan dengan tindakannya yang lama, maka dianggap sebagai kolot. Tidak maju dan kurang pergaulan. Menurut pakar studi globalisasi, Mike Featherstone, bahwa salah satu di antara ciri globalisasi adalah meningkatnya nilai barang. Jadi orang lebih memburu nilai barangnya dari pada nilai substansial barang. Orang lebih memburu merek daripada esensi barangnya. Nilai gengsi yang dimiliki barang jauh lebih penting dibandingkan dengan barangnya sendiri.
Maka orang lebih mengenal nilai simbolik barang ketimbang substansi barangnya. Merek yang branded akan diburu orang. Karena melalui merek yang branded itu maka status seseorang juga akan mudah ditampakkan. Dengan demikian, orang yang telah memasuki kawasan modern maka ditandai dengan realitas empiris bahwa yang bersangkutan mestilah bergaya kehidupan sebagaimana layaknya orang modern.
Music qasidah rebana klasik dianggap sebagaimana soto, rawon, rujak cingur atau lainnya yang tidak lagi menjadi simbol modernitas. Makanya, untuk tetap mempertahankannya harus melalui usaha pemihakan.
Kerjasama antara Paduan Suara Mahasiswa (PSM) IAIN Sunan Ampel dengan BKKBN Propinsi Jawa Timur dalam rangka untuk mengadakan Festival Qasidah Rebana Klasik di IAIN Sunan Ampel yang diikuti oleh 25 peserta dari seluruh Jawa Timur tentunya harus memperoleh apresiasi yang sangat tinggi.
Tentu hanya melalui usaha pemihakan seperti ini, maka melestarikan tradisi lokal yang bernilai religious dan musikal dapat terus digapai.
Wallahu a’lam bi al shawab.
