SATUKAN LANGKAH HADAPI TERORISME NEGARA
Kita tentu bersyukur bahwa warga Negara Indonesia yang terlibat di dalam misi bantuan internasional di Jalur Gaza semuanya selamat. Dari 12 orang yang mengikuti program tersebut, maka semuanya telah teridentifikasi. Memang masih ada yang dirawat di Rumah Sakit Israel, akan tetapi kondisinya sudah terpantau dengan meyakinkan. Di antara mereka ini, 10 di antaranya sudah di Ibukota Yordania, Amman, dan dua di antaranya ada yang luka ringan dan luka sedang masih dirawat dan segera akan menyusul dideportasi ke Amman.
Kelegaan itu terpancar di dalam wajah para anggota keluarga, ketika yang bersangkutan disorot kamera telivisi melalui wawancara jarak jauh. Tidak hanya keluarga yang merasa gembira akan tetapi juga seluruh masyarakat Indonesia merasa bahwa keselamatan masih menaungi mereka ini. Kebanyakan yang tewas dalam insiden penembakan tentara Israel terhadap kapal pembawa misi kesehatan ke Jalur Gaza adalah warga Turki.
Tentu yang menarik dari insiden ini adalah kecaman yang dilakukan oleh warga dunia terhadap Israel. Tidak hanya dunia Timur Islam yang melakukan demonstasi mengecam dan mengutuk terhadap kebiadaban Israel, akan tetapi juga seluruh masyarakat dunia. Di Amerika, Inggris, dan beberapa negara barat lainnya juga melakukan demonstrasi. Bahkan yang lebih menarik, bahwa di Israel juga terdapat sebagian warganya yang melakukan demonstrasi terhadap negaranya sendiri.
Pelajaran yang dapat diambil dari kasus ini adalah menyangkut persoalan kemanusiaan atau humanisme. Bagaimana pun juga, masalah penutupan jalur Gaza dari relasi dengan dunia internasional adalah bagian dari kejahatan internasional yang dilakukan oleh Israel terhadap warga Palestina. Di dalam kenyataan seperti ini, maka penderitaan warga palestina di jalur Gaza tentu tidak bisa dibayangkan. Layanan air bersih, layanan kesehatan, layanan kebutuhan pokok kehidupan dan sebagainya menjadi sangat terbatasi.
Kenyataan seperti itu yang tentu saja menimbulkan solidaritas yang sangat tinggi bagi warga dunia yang sesungguhnya menginginkan perdamaian dan keselamatan. Di sana ada masalah kemanusiaan yang perlu dibela luar biasa. Oleh karena itu pantaslah jika yang tergabung di dalam misi kemanusiaan ini adalah masyarakat lintas agama, negara dan budaya. Mereka adalah sebagian warga dunia yang memiliki concern terhadap pembelaan kemanusiaan.
Dari sebanyak 600 orang yang tergabung dalam perjalanan kemanusiaan di kapal Freedom Flotilla ini, maka mereka memiliki kebangsaan yang bervariasi, yaitu: Turki, Yunani, Inggris, Yordania, Al Jazair, Kuwait, Indonesia, Jerman, Swedia, Amerika Serikat, Malaysia, Irlandia, Francis, Maroko, Italia, Belgia, Republik Ceska, Yaman, Bahrain, Pakistan, Suriah, Norwegia, Makedonia, Mesir, Mauritania, Lebanon, Australia, Azerbaijan, Belanda, Bulgaria, Bosnia, Selandia Baru, Oman, Serbia, Kosovo dan Kanada. Jadi, relawan ini memang terdiri dari representasi masyarakat dunia.
Kita sungguh tidak memahami bagaimana Israel melakukan penyerangan terhadap misi kemanusiaan tersebut. Penjelasannya tentu saja adalah political policy. Israel tentu saja menganggap bahwa bantuan kemanusiaan itu adalah sebuah bentuk dukungan politik terhadap warga Palestina. Makanya, dukungan itu harus dihentikan. Melalui insiden ini, maka ke depan tentu tidak akan ada lagi sekumpulan orang yang akan melakukan pembelaan terhadap warga Palestina. Mungkin saja logikanya, biarkan sekali dikecam oleh dunia internasional, tetapi ada keuntungan politik yang sangat tinggi yang dapat diperoleh.
Israel memang sebuah negara yang hampir tidak pernah mengindahkan kecaman,cercaan atau kutukan dari negara manapun. Melalui kedekatannya dengan negara-negara super power, maka dukungan politik akan selalu diperolehnya. Ketika sebagian warga Amerika melakukan demonstrasi mengecam Israel karena tindakannya itu, maka Menlu Amerika Serikat, Hilary Clinton, juga tidak mengucapkan sepatah kata pun untuk mengecam atau mengutuk Israel. Amerika ternyata masih ambigu di dalam kebijakannya tentang Israel.
Fakta social seperti ini, yang menyebabkan Israel sama sekali tidak bergeming di dalam kebijakannya terhadap negara tetangganya, khususnya Palestina. Israel memang negara teror yang menggunakan kebijakan terorisme negara kepada Negara lain, khususnya bagi warga Palestina di sekitar Jalur Gaza. Tidak hanya intimidasi dan kekerasan simbolik yang dilakukannya. Akan tetapi juga kekerasan aktual yang terus ditebarkannya.
Dalam perbincangan tentang terorisme, seringkali orang mengabaikan tentang terorisme negara. Padahal sebenarnya selain terorisme yang digalang oleh organisasi dan individu, maka terorisme negara ternyata juga terjadi di dunia ini. Secara konseptual, bisa saja terorisme negara itu terkait dengan kebijakan terselubung bagi warganya sendiri dan terkadang juga terkait dengan kepentingan negara lain.
Dalam kasus terror negara terhadap warga masyarakatnya sendiri, maka bisa diambil contoh praktik penyelenggaraan negara di negara-negara otoriter. Dalam kasus ini, maka Uni Soviet di era komunisme dan kemudian Korea Utara serta beberapa negara lain yang hingga kini masih menerapkan sistem pemerintahan komunisme dianggap sebagai bagian dari state terrorism. Sedangkan state terrorism yang terkait dengan kebijakan ke luar atau berkaitan dengan negara atau bangsa lain, misalnya adalah Israel yang melakukan teror terhadap warga masyarakat Palestina dan juga mungkin beberapa negara lainnya.
Sebagai negara teror, maka Israel tidak akan pernah berhenti melakukan teror terhadap bangsa Palestina. Sepanjang dukungan kebijakan negara barat masih sangat kuat terhadap Israel, maka kekerasan terorisme itu tidak akan pernah berhenti.
Maka, untuk menghentikan tindakan teror Israel kepada bangsa Palestina tentu tidak ada kata lain kecuali dunia melakukan perubahan kebijakan. Semua tindakan teror harus diberikan sangsi internasional. Selama ini tidak dilakukan, kita pesimis bahwa Israel akan menghentikan tindakan biadabnya itu.
Oleh karena itu, semua bangsa harus bersatu. Tidak hanya negara-negara Timur Tengah yang harus melakukan kebersamaan, akan tetapi juga seluruh bangsa di dunia. Tanpa tindakan sangsi internasional, maka tidak ada kejeraan Israel dalam melakukan kekerasan.
Wallahu a’lam bi al shawab.