ISRAEL DAN STATE TERRORISM
Judul berita di berbagai Koran kemarin, 01/06/2010, tentu membuat siapapun yang memiliki nurani kemanusiaan akan menjadi terusik dan bahkan marah. Tema berita di JP yang berbunyi “Israel Bantai 19 Relawan” tentu membuat hati kita menjadi tersayat. Bukan karena di dalam tim relawan itu ada sejumlah orang Indonesia, akan tetapi bagaimana pun juga tindakan Israel itu adalah against humanity atau extra ordinary crimes. Dari tragedi ini, maka yang menjadi korban tewas sebanyak 19 orang dan yang luka-luka sebanyak 36 orang.
Yang diserang oleh Israel bukan tentara asing yang akan membantu kaum pemukim di Gaza, akan tetapi adalah kapal yang mengangkut kaum relawan yang tergabung di dalam Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) yang akan menuju jalur Gaza dalam rangka misi kemanusiaan. Mereka terdiri dari 700 orang yang diangkut oleh enam kapal. Kebanyakan di antara mereka adalah LSM dari berbagai lembaga internasional lintas negara dan agama. Di antara mereka ini terdapat sebanyak 12 orang warga Indonesia yang telah diketahui seorang dirawat di rumah sakit dan 11 lainnya dipenjara. Orang awampun lalu bisa bertanya, apa dasar Israel melakukan serangan hingga menewaskan belasan orang dan melukai puluhan orang tersebut dan juga apa alasan mereka memenjarakan awak kapal yang terdiri dari para relawan tersebut? Kenyataan ini yang menyebabkan Israel disebut sebagai negara terror atau state terrorism.
Semua orang tentu –apapun agama dan kebangsaannya—pastilah menyayangkan tindakan Israel yang membabi buta seperti itu. Yang diserang oleh Israel bukanlah tentara dengan persenjataan lengkap atau bahkan dipersenjatai. Mereka adalah para relawan yang membawa misi kemanusiaan. Yang dibawa adalah peralatan kesehatan, obat-obatan dan bahan makanan yang diperuntukkan bagi warga di sekitar Gaza yang memang membutuhkan uluran tangan para relawan.
Ditinjau dari sisi relasi internasional, maka misi ini adalah murni misi kemanusiaan. Tidak ada unsur politik yang ada di dalamnya. Akan tetapi, Israel mungkin saja menganggap bahwa di dalam misi kemanusiaan ini bermuatan politik. Akan tetapi sungguh nista jika misi kemanusiaan yang sangat murni tersebut kemudian dimaknai politis. Jadi memang ada konstruksi politik yang berbeda dalam melihat persoalan bantuan kemanusiaan ini. Tetapi apapun penafsirannya, maka yang jelas bahwa kepergian relawan ini adalah untuk membawa pesan perdamaian.
Tindakan Israel selama ini memang membuat banyak kalangan menjadi geregatan. Semenjak Israel memperoleh kembali haknya untuk menguasai wilayahnya, maka sangat banyak hal yang dilakukannya untuk membuat marah warga di dunia. Tidak hanya warga Palestina, akan tetapi juga seluruh warga dunia yang menghendaki perdamaian. Tindakan kekejaman Israel tentu sudah sangat dikenal oleh siapapun yang membaca berita internasional.
Sangat sering Israel melakukan tindakan memburu warga Palestina dan membunuhnya dengan dalih mengejar kaum teroris. Padahal yang dilakukannya adalah untuk melumpuhkan kekuatan warga Palestina dari sisi kekuatan militernya. Dan yang tentu saja juga membuat geram adalah tindakan Israel tersebut, sama sekali tidak pernah memperoleh sangsi apapun dari organisasi paling gigantic dan powerfull di dunia, PBB.
Di sinilah terjadi ketidakadilan dunia tersebut. Tidak hanya Amerika Serikat yang menerapkan kebijakan double standart atau double speak akan tetapi juga PBB. Semua elemen ini seakan-akan tidak mempedulikan terhadap apa yang dilakukan Israel terhadap bangsa lain. Di dalam kebijakan double standart, maka apa yang dilakukan Israel dalam kaitannya dengan Palestina atau lainnya bukan sebagai kriminalitas, akan tetapi ketika dilakukan oleh kelompok lain dinyatakan sebagai tindakan criminal. Dalam kasus yang sangat jelas, misalnya ketika Israel memborbardir perkampungan Palestina bukan sebagai tindakan criminal dengan alasan memburu kaum teroris, akan tetapi tindakan warga Palestina untuk melakukan balasan atas kekejaman Israel dianggap sebagai tindakan criminal.
Perbedaan standart penilaian inilah yang seringkali menjadi pemicu kebencian terhadap dunia barat. Mereka melakukan pembiaran terhadap tindakan kesewenang-wenangan Israel terhadap bangsa Palestina. Semua mata sudah mengetahui tentang tindakan ini. Dan semua mata juga tahu bagaimana sikap dan tindakan dunia barat terhadap kenyataan ini.
Di dalam banyak kesempatan saya sampaikan bahwa selama double standart masih menjadi kebijakan dunia barat, maka sesungguhnya dunia barat telah memberikan peluang tindakan teror yang dilakukan oleh kelompok lainnya. Siklus kekerasan hanya akan muncul karena kekerasan.
Makanya, memerangi terorisme menjadi tidak ada artinya selama penyebab gerakan teror tersebut selalu hadir di dalam relasi antar bangsa ini. Tindakan Israel tersebut menggambarkan bahwa negara ini sungguh merupakan negara teror atau state terrorism, yang justru akan membakar dunia dengan tindakan kekerasan lainnya.
Dunia ini akan menjadi damai, ketika semuanya menahan diri untuk tidak melakukan kekerasan atas nama apapun. Termasuk Israel tentu saja.
Wallahu a’lam bi al shawab.
