• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PERSPEKTIF HAM TERHADAP KEBEBASAN BERAGAMA

Saya memperoleh kesempatan yang luar biasa ketika diminta oleh Kementerian Dalam Negeri untuk menjadi pembicara dalam acara pertemuan Forum Kerukunan Umat Beragama (27/05/2010). Sebenarnya tema workshop itu adalah “Peningkatan Kapasitas dan Peran FKUB dalam Menciptakan Pemilu Kada Bersih  dan Terpilihnya Pimpinan Daerah yang Amanah”. Saya sendiri diberi kesempatan untuk membicarakan tentang “Perspektif HAM terhadap Kebebasan Beragama dan Pendirian Rumah Ibadah”. Acara ini dihadiri oleh semua Kakanwil Kementerian Agama se Indonesia dan peserta dari FKUB se Indonesia dan diselenggarakan di Hotel Sahid Jaya, Jakarta.

Bagi saya acara ini memang special, sebab yang dibicarakan adalah tema-tema yang selama ini banyak saya perbincangkan. Beberapa bulan yang lalu, saya terlibat menjadi saksi ahli pemerintah dalam kasus gugatan beberapa LSM dan Individu ke Mahkamah Konstitusi (MK) tentang “PNPS No I, tahun 1965” yang dianggap olehnya sudah tidak sesuai lagi dengan semangat zaman dan HAM. Makanya, bagi para penggugat bahwa PNPS No 1 tahun 1965 itu harus dicabut.

HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindunganharkat dan martabat manusia. (UU HAM ps. 1). Hak yang melekat pada keberadaan manusia ini yang kemudian memunculkan konsep kebebasan.

Ketika orang membicarakan kebebasan, maka sering kali melupakan bahwa ada empat hal tentang kebebasan, yaitu: kebebasan beragama dan beribadah, kebebasan berserikat dan berpendapat, kebebasan memperoleh kesejahteraan dan kebebasan dari ketakutan dan rasa aman. Meskipun ini semua merupakan kebebasan manusia,  akan tetapi senyatanya bahwa semua selalu berada di dalam koridor hukum, sebab HAM dan kebebasan di era sekarang sesungguhnya terkait dengan hukum (positif).

Di dalam kerangka kebebasan beragama, maka ada dua hal yang mesti diperhitungkan, yaitu: freedom to be dan freedom to act. Freedom to be terkait dengan kebebasan agama yang asasi, yaitu kebebasan menjadi beragama. Di sini maka orang bebas untuk mengekspressikan agamanya dalam ranah individunya dan negara tidak bisa campur tangan terhadapnya. Misalnya, ketika orang Islam harus menyebut nama Tuhannnya dengan sebutan Allah, yang berbeda dengan cara orang Katolik atau Protestan menyebutnya atau orang Budha atau Hindu harus menyebutnya. Begitu pula cara orang melakukan relasi dengan Tuhannya melalui ritual-ritual agamanya. Semua ini tidak bisa diintervensi oleh siapapun termasuk negara.

Akan tetapi yang tidak boleh dilupakan adalah freedom to act, yaitu kebebasan yang terkait dengan orang banyak atau masyarakat. Di sini maka ada hak dan kewajiban. Orang tidak bisa mengekspressikan agamanya di depan orang banyak atau masyarakat dengan semau-maunya. Demikian pula apa yang dilakukan juga tidak boleh membuat orang lain sakit hati atau merasa ternodai. Di sinilah negara bisa melakukan intervensi, misalnya dalam bentuk aturan perundang-undangan.

Makanya, empat kebebasan di atas juga terkait dengan Undang-Undang, sebab dia tidak berdiri sendiri akan tetapi terkait dengan orang lain. Tentang kebebasan berserikat dan berpendapat, maka juga di atur oleh Undang-Undang, demikian pula tentang kebebasan memperoleh kesejahteraan dan kebebasan akan rasa aman dan dari ketakutan. Dan yang paling krusial tentu saja adalah tentang kebebasan beragama.

Di dalam hal ini, maka yang patut diperhatikan adalah tentang kebebasan yang bertanggungjawab. Bangsa ini sudah memilih bukan kebebasan liberalisme, kebebasan otoritarianisme akan tetapi kebebasan yang bertanggungjawab. Makanya, selain ada hak juga ada kewajiban. Demikianlah pedoman kehidupan yang kita pilih.

Makanya, di dalam kehidupan kita tidak ada kebebasan tidak beragama, meskipun secara general term kebebasan beragama juga mengandung makna kebebasan tidak beragama. Namun di Indonesia justru terkait dengan kebebasan beragama dan bukan sebaliknya. Di Indonesia, beragama terkait dengan banyak hal, misalnya dengan UU Perkawinan, UU kependudukan, UU kewarganegaraan dan sebagainya. Semua ini menandakan bahwa kebebasan tidak beragama tidak memiliki tempat dalam kehidupan bangsa Indonesia.

Meskipun Indonesia bukan negara agama, akan tetapi Sila Pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemudian diturunkan di dalam UUD 1945 tentang kebebasan beragama dan kewajiban menjalankan agamanya dan kepercayaannya.

Jadi, kebebasan beragama adalah kebebasan yang terbatas. Ibaratnya, sisi koin mata uang, maka sisi satunya adalah kebebasan beragama dan sisi lainnya adalah kewajiban beragama.

Wallahu a’lam bi al shawab.    

Categories: Opini