GURU BESAR
Ketika saya membaca ulang karya Prof. Dr. Osman Bakar, dengan topic “Hierarkhi Ilmu, Membangun Rangka-Pikir Islamisasi Ilmu, Menurut Al-Farabi, Al Ghazali, Quthb al Din Syirazi”, maka terbersit di dalam pikiran saya, bahwa para ulama terdahulu sebagaimana kajian Prof. Osman Bakar itulah yang sesungguhnya bisa disebut sebagai guru besar atau professor. Mereka adalah mewakili zamannya untuk menghasilkan karya-karya akademik luar biasa yang rasanya agak sulit ditandingi oleh para guru besar zaman sekarang.
Memang, sudah sangat banyak para guru besar di zaman ini, terutama yang terkait dengan kajian Islamic studies, namun karya-karya akademik guru besarnya memang tidak sebanyak dan sekuat apa yang dihasilkan oleh para guru besar pada zaman kemajuan Islam tersebut. Banyaknya kajian akademis dan temuan-temuan ilmiah yang diperoleh dari proses ilmiah di kalangan guru besar, seperti ditunjukkan oleh Prof. Osman Bakar tersebut, maka menandakan bahwa perkembangan kajian Islam di masa lalu memang dikembangkan oleh para guru besarnya.
Al Farabi, Al Ghazali dan al Syirazi adalah ilmuwan Islam yang mewakili zamannya dari disiplin keilmuan yang bervariasi. Ilmu-ilmu pra Islam diislamisasikan dan dikembangkan, ilmu-ilmu baru diciptakan, akan tetapi ada pertanyaan yang menarik, yaitu apakah perkembangan dan perubahan ini membawa pengaruh –dalam suatu cara yang signifikan—pada basis mendasar dan struktur klasifikasi ilmu yang dikaji, yang ditulis sebagaimana adanya di bawah perbedaan iklim filosofis dan religious.
Ketertarikan saya untuk membaca ulang selintas tentang karya Prof. Osman Bakar tentu terkait dengan perjumpaan saya dengan beliau di dalam event seminar baik di Surabaya (IAIN SA) maupun di Pelembang (IAIN Palembang). Di dua tempat ini, saya menjadi narasumber. Bahkan saya juga pernah diundang khusus dalam acara Hokkaido- Kualalumpur Simposium di Malaysia beberapa saat yang lalu. Hanya saja, saya berhalangan sebab bertepatan pada hari pelaksaannya, di IAIN Sunan Ampel kedatangan dua menteri sekaligus, pagi dan siang hari. Paginya Menteri Agama, Mohammad M. Basyuni untuk meresmikan ICT di IAIN SA dan siangnya Menteri Perumahan Rakyat, M. Yusuf Asy’ari untuk meresmikan Rusunawa di IAIN SA. Kalau tidak salah akhir bulan Pebruari 2010.
Prof. Osman Bakar memang sangat konsisten dalam membangun satu aspek dalam kajian Islam dan Sains, terutama terkait dengan Islamisasi Ilmu. Di dalam berbagai seminar dan symposium, maka beliau selalu ungkapkan tentang epistemology Islam san sains, sebagai bagian penting di dalam kajian dan pembicaraannya. Konsistensi itulah yang menurut saya sangat penting bagi seorang guru besar. Hal itu menunjukkan bahwa yang bersangkutan memiliki komitmen dan konsistensi dengan bidang kajian akademisnya. Akhir-akhir ini tidak banyak guru besar yang memiliki komitmen dan konsistensi tersebut.
Bukunya yang terbaru tentang “Tauhid dan Sains, Perspektif Islam tentang Agama dan Sains” juga memberikan gambaran tentang bagaimana komitmen dan konsistensinya tentang membangun kerangka Islamisasi Ilmu yang memang perlu untuk dikembangkan. Sebagaimana para pendahulunya, seperti Ismail Raqi al Faruqi bahwa di dalam tradisi Islam, maka sumber semangat pencarian dan pengembangan ilmu pengetahuan adalah tauhid. Sebagaimana bukunya yang terdahulu, maka di dalam karya ini juga berbicara tentang epistemology Islam dan Sains.
Dibicarakan dengan panjang lebar tentang epistemology Islam dan Sains dalam lintasan historis, dan bagaimana pandangan Islam tentang berbagai disiplin ilmu pengetahuan terutama dari aspek epistemologinya. Jika dicermati, sesungguhnya pada buku keduanya, Prof. Osman Bakar ingin menegaskan bahwa proyek Islamisasi Ilmu bukanlah proyek kosong dalam dimensi historis dan filofofis, akan tetapi sebenarnya telah menjadi bagian integral di dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Tentu saja, juga sudah banyak karya akademis yang dihasilkan oleh para guru besar Islamic studies dewasa ini, dan juga ada di antaranya yang sangat baik. Akan tetapi, melakukan pembandingan terhadap karya akademis produk para guru besar di zaman keemasan akademis di masa lalu juga menjadi penting. Sebab melalui kajian komparatif itu, maka akan dihasilkan suatu semangat bahwa para guru besar sekarang juga perlu untuk menemukan atau mengembangkan konsep dan teori baru yang terkait dengan bidangnya.
Di Indonesia, pemerintah sudah melakukan perbaikan kesejahteraan para guru, dosen dan guru besar. Memang belum sehebat Malaysia. Namun dengan menaikkan tingkat kesejahteraan guru, dosen dan guru besar tersebut terkandung maksud agar para dosen dan guru besar melakukan yang terbaik dalam proses pengembangan kualitas SDM. Dan di antara yang mendasar adalah bagaimana agar para dosen dan guru besar dapat menghasilkan karya akademis yang monumental.
Jika tidak menghasilkan karya-karya yang terbaik, tentu kita harus bertanya di dalam hati “apakah yang saya sumbangkan kepada dunia akademis terkait dengan jabatan saya sebagai dosen atau guru besar”?
Wallahu a’lam bi al shawab.
