• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MAKNA SERTIFIKASI DOSEN SWASTA

Pak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden Republik Indonesia dalam suatu kesempatan membuka acara Forum Intelektual Indonesia yang dihadiri oleh para guru besar se Indonesia menyatakan: “di Indonesia secara diam-diam telah terjadi silent revolution, yaitu revolusi secara diam-diam di dalam dunia pendidikan. Revolusi pendidikan tersebut diindikatori  lahirnya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, PP No. 37 tahun 2009 tentang Dosen, PP No. 47 tentang Sertifikasi Guru dan Dosen dan naiknya Anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Melalui silent revolution itu, maka banyak perubahan yang terjadi pasca munculnya berbagai peraturan tersebut. Di antara yang menonjol adalah tentang sertifikasi dosen. Melalui program ini sebenarnya ada tiga  hidden agenda pemerintah. Pertama, untuk memberikan apresiasi dan penghargaan kepada para guru dan dosen agar memperoleh reward ekonomi yang cukup memadai. Melalui peraturan yang secara eksplisit mengharuskan guru dan dosen bersertifikat, maka dosen dan guru bisa memiliki status guru dan dosen profesional. Makanya dosen kemudian memperoleh penghargaan yang berupa tunjangan profesi, kehormatan dan tunjangan lainnya.

Kedua, secara eksplisit guru dan dosen juga harus meningkat kualitasnya, baik kualitas pembelajaran maupun kualitas akademiknya. Misalnya dosen minimal harus berkualifikasi pendidikan Strata dua (S2). Peningkatan kualitas akademik ditandai dengan kewajiban dosen untuk menulis karya ilmiah yang outstanding yang mampu dipublikasikan di jurnal ilmiah atau melakukan penelitian dan menulis buku. Dosen tidak hanya mengajar tetapi juga menulis. Dosen yang tidak memenuhi kewajiban penyebaran gagasan, penelitian dan menulis buku, maka akan diberhentikan tunjangan profesi dan kehormatannya. Di sinilah makna kompetisi dosen pasca sertifikasi dosen. Dia harus keompetitif dalam penuangan pemikiran akademiknya di era peningkatan kualitas dosen.

Ketiga, memberikan status terhormat berupa status profesional. Bukankah selama ini yang dianggap profesional hanyalah dokter, insinyur, advokat dan sebagainya. Sedangkan guru dan dosen hanyalah pegawai negeri sipil (PNS) biasa sebagaimana PNS lainnya. Dengan menjadikan guru dan dosen sebagai profesi,  maka status sosialnya menjadi meningkat. Dengan status itu, maka guru atau dosen bisa menegakkan kepala ketika berhadapan dengan profesi lainnya.

Pada tahun 1980-an, Iwan Fals pernah menyanyikan lagu tentang Omar Bakri, seorang guru yang digambarkannya sebagai guru yang  naik sepeda butut.  Padahal  guru Omar Bakri itulah yang menghasilkan menteri, pejabat tinggi, cerdik pandai dan sebagainya. Akan tetapi Omar Bakri tetaplah guru yang tidak memiliki kemampuan apapun dalam sector ekonomi. Penghasilannya  sangat rendah, sehingga tidak bisa digunakan untuk menyekolahkan anak-anaknya. Gajinya hanya bisa digunakan untuk membeli sepeda butut yang mengantarkannya ke sekolah. Gambaran inilah yang kemudian direspon oleh pemerintah meskipun agak terlambat. Pada tahun 2003, melalui UU Sistem Pendidikan Nasional barulah diamanahkan agar guru menjadi profesi, sehingga bisa dibayar sesuai dengan profesinya itu. Demikian pula dosen.

Guru dan dosen adalah orang yang memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam pemberdayaan SDM bangsa. Makanya pantaslah jika kualitas menusia Indonesia ke depan juga sangat tergantung kepada para guru dan dosen. Guru dan dosen adalah orang pertama yang dipersalahkan jika kualitas pendidikan rendah. Oleh sebab itu,  melalui program  sertifikasi ini, maka guru dan dosen diharapkan agar menjadi manusia yang paling sadar akan pentingnya kualitas manusia Indonesia ke depan.

Dosen adalah orang yang paling sadar tentang dunia akademis, tetapi juga yang paling sadar tentang perlunya transformasi dunia akademik tersebut di dalam kehidupan masyarakat.  Di dalam posisi ini, maka dosen  memiliki fungsi strategis. Bukan hanya fungsi transformer tetapi juga penemu. Temuan hanya bisa diperoleh melalui penelitian, makanya dia harus menjadi peneliti, terutama terkait dengan disiplin keilmuannya. Kemudian, yang bersangkutan menuliskan temuan itu dalam jurnal ilmiah atau buku.

Makna sertifikasi adalah terkait dengan bagaimana dinamika keilmuan harus terjadi.

Hidden agenda inilah yang tampaknya kurang dipahami oleh dosen. Tujuan tersembunyinya adalah agar dosen terus menulis dan mengembangkan ilmu. Tidak ada kata henti dalam pengembangan ilmu.

Harus diakui bahwa jumlah tulisan dosen  masih rendah. Banyak dosen yang lebih suka mengajar dari pada meneliti dan menulis. Melalui program sertifikasi, para  dosen diminta untuk melakukan ketiganya sekaligus. Meneliti, menulis dan menyebarkan gagasannya itu di dalam dunia akademis.

Tuntutan terhadap kualitas bangsa yang direspon melalui sertifikasi guru dan dosen tentu juga memiliki konsekuensi. Bukan hanya sekedar peningkatan standart kehidupan. Oleh karena itu, guru dan dosen juga harus meresponnya dengan semangat dan kerja keras.

Dosen apakah dia PNS atau Non PNS (swasta), maka pasca disertifikasi haruslah memiliki kemampuan berubah. Melalui perubahan sistem pengajaran yang memang harus dilakukannya, maka kita berharap bahwa kualitas pendidikan Indonesia di masa depan akan jauh lebih baik.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini