Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KEWAJIBAN MENULIS BAGI DOSEN

Sekian bulan yang lalu, saya menulis tentang pentingnya dosen menulis pasca sertifikasi. Tulisan itu saya anggap penting sebab menulis memang menjadi kewajiban bagi dosen kapan dan di manapun juga. Ada semacam anggapan bahwa dosen yang tidak menulis adalah dosen yang dianggap tidak produktif dalam mengembangkan daya nalarnya. Dan yang dikhawatirkan adalah jika kemudian terdapat anggapan terutama dari kalangan mahasiswa bahwa dosen tersebut tidak kualifait. Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian semua dosen agar terus menghasilkan tulisan-tulisan baik tulisan akademik maupun non akademik.

Pasca sertifikasi dosen, maka pemerintah sudah mencanangkan untuk mendorong para dosen agar menulis dan menghasilkan karya ilmiah. Jika dicermati, maka tugas menulis dan menghasilkan karya akademis juga tidak terlalu berat, terutama bagi yang terbiasa menulis baik tulisan akademis murni atau ilmiah popular. Akan tetapi bagi yang tidak terbiasa menulis,  maka kewajiban tersebut bisa dirasakan berat dan memberatkan. Oleh karena itu, untuk memahami apakah menunaikan tugas menulis itu berat atau tidak,  tergantung pada sudut pandangnya.

Pemerintah sudah mencanangkan bahwa pasca sertifikasi dosen, maka pada tahun pertama, seorang dosen harus menyebarkan gagasan. Wujud menyebarkan gagasan itu adalah melalui karya-karya akademis yang teruji di jurnal baik jurnal terakreditasi atau non terakreditasi tetapi memiliki International Standart Series Number (ISSN). Mengapa perlu ada ketegasan normative tentang pentingnya dosen menuliskan gagasannya melalui media? Hal ini tentu saja terkait dengan kenyataan bahwa banyak dosen yang tidak menulis di media. Jumlah dosen yang menulis di jurnal, majalah, bulletin dan sebagainya ternyata masih langka.

Maka, melalui program sertifikasi ini, maka secara structural dosen dipaksa untuk menuliskan gagasannya melalui berbagai media. Jika tidak, maka tunjangan fungsional, tunjangan profesi dan tunjangan kehormatannya bisa dihentikan. Dan yang bersangkutan bisa mengikuti program sertifikasi lagi sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Pada tahun kedua, seorang dosen harus melakukan kajian secara mandiri maupun bersama melalui program penelitian. Dosen memang bukan hanya sekedar pengajar, akan tetapi juga seorang peneliti. Dosen bukan hanya sebagai PNS yang tugasnya hanya menyebarkan ilmu melalui lesan dari satu kelas ke kelas lainnya, akan tetapi juga sebagai peneliti yang harus menghasilkan temuan-temuan ilmiah baru atau merevisi teori-teori yang sudah ada. Namun demikian, juga bisa diperhitungkan jika yang bersangkutan membina atau membimbing penelitian mandiri yang dilakukan oleh mahasiswa dalam berbagai stratanya.

Kemudian di tahun ketiga, dosen harus menghasilkan karya yang berupa buku. Buku yang dihasilkan dosen tersebut haruslah buku yang memiliki standart internasional yang dibuktikan melalui International Standart Book Number (ISBN) dan tentu juga diterbitkan oleh penerbit yang layak. Jika menggunakan ukuran yang pernah dibakukan melalui Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, maka buku tersebut harus merupakan karya monumental, yang diindikatori dengan pengakuan buku tersebut di kalangan dunia akademis. Misalnya digunakan oleh tiga lembaga pendidikan tinggi, diterbitkan oleh penerbit internasional, dikutip oleh tiga penulis asing dan lainnya.

Meskipun hal tersebut bukan standart baku, akan tetapi ada niat yang demikian kuat dari jajaran Kementerian Agama agar para dosen bisa menghasilkan karya-karya outstanding yang memang layak sebagai karya akademisi atau dosen.

Dosen memang bukan sekedar pengajar biasa, akan tetapi pengajar yang memiliki komitmen sebagai pengembang ilmu pengetahuan. Makanya menurut saya bahwa ada semacam hidden agenda dari Direktur jenderal Pendidikan Islam ketika merumuskan edaran tentang tata cara pengajuan guru besar tersebut, yaitu keinginan untuk meningkatkan kualitas para dosen yang memasuki dunia akademis tertinggi atau guru besar.

Kita sungguh akan melihat ke depan bahwa para dosen menjadi sangat sibuk untuk memenuhi standart kualifikasi minimal sebagai dosen dengan terus menulis baik di jurnal, majalah atau menghasilkan karya berupa buku. Jika ini bisa dilakukan maka akan kita jumpai dinamika pengembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa.

Mungkin di tahap awal dosen hanya akan berpikir minimal, yaitu memenuhi standart minimal persyaratan. Akan tetap lama kelamaan, saya yakin bahwa para dosen akan terus meneliti dalam rangka menemukan teori-teori baru.

Melalui tekanan structural bagi dosen untuk menulis, maka ke depan akan dijumpai semakin semaraknya dinamika ilmiah di kalangan perguruan tinggi.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Jakad Publishing at 15:43 on 10 December 2018

Salam Sejahtera
Menulis memang suatu hal yang perlu dilakukan bagi kalangan akademi, oleh karena itu kami siap membantu bagi kalangan akademi dalam menerbitkan karya tulis tersebut menjadi sebuah kami.

Kami adalah penerbit yang profesional dan sudah bekerja sama dengan puluhan Perguruan Tinggi.

Silahkan kunjungi website kami di http://www.jakad.id

Terima kasih

Nur Syam at 04:47 on 14 December 2018

wah sangat senang membaca respon ini. dari blog saya sudah terbit 5 buku. ada lagi yang akan dipersiapkan untuk terbit tahun 2019 dengan judul “Merawat Tradsi Menuai Kearifan”. thanks.