Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

DPR PUN PERLU KEARIFAN

Drama yang disajikan di dalam tayangan televisi kita akhir-akhir ini, memang mempunyai dampak yang sangat signifikan terhadap proses pembelajaran politik di negeri ini. Dunia politik yang di era Orde Baru seakan dunia yang sepi dari hingar bingar –kecuali pada pesta politik liminal lima tahunan—maka sekarang menjadi sangat transparan bahkan telanjang. Tayangan televisi tersebut menyajikan persidangan demi persidangan, mulai  kasus bailout Bank Century lewat Pansus DPR dan kemudian dilanjutkan dengan proses pemeriksaan terhadap actor yang dianggap terlibat.  Dan  selanjutnya juga menayangkan  “pengadilan” yang dilakukan oleh DPR terhadap KPK. Semua  ini  seakan memberikan gambaran bahwa memang di negeri ini sedang terjadi  unjuk kekuasaan.

Cobalah sekali-kali dengarkan pertanyaan-pertanyaan yang menyembul ke permukaan, maka sebagian besar adalah sebuah proses investigasi yang dilakukan dengan sangat lugas. Acara dengar pendapat yang seharusnya bernuansa kesetaraan, terkadang menjadi ajang untuk mengadili. Semua ingin menjadi jaksa atau hakim. Kira-kira mumpung ada kesempatan untuk unjuk gigi. Mungkin saja anggota DPR sudah tidak lagi percaya pada hakim-hakim kita.

Tugas DPR memang sangat besar di era sekarang. Selain tugas dan wewenang legislasi, maka juga memiliki tugas dan wewenang untuk  penganggaran dan pengawasannya. Tugas dan pengawasan itu dalam bentuk, misalnya  hak angket. Makanya, drama kasus Bank Century yang dilaksanakan melalui pansus angket Bank Century, adalah suatu contoh yang sangat fenomenal tentang penggunaan tugas dan wewenang DPR.

Meskipun menghabiskan anggaran yang lumayan besar, tetapi dapat dinyatakan bahwa pansus ini berhasil melakukan tugasnya dengan lumayan baik. Artinya, anggota DPR dapat memutuskan dengan keberanian untuk berbeda dengan anggota DPR sebelumnya. Bahkan mereka yang melakukan koalisi dengan pemerintah pun melakukan pembangkangan, misalnya PKS dan PPP. Makanya, kesimpulan yang dipilih untuk kasus bailout Bank Century adalah prosesnya salah dan akibatnya juga salah. Sementara partai pro pemerintah memilih proses tidak salah, akibatnya yang salah.

Kemandirian DPR inilah yang kemudian mendapatkan apresiasi sangat baik dari kalangan masyarakat. Sebab anggapan masyarakat terhadap bailout Bank Centuri 6,7 milyard adalah tidak masuk akal, apalagi dibuktikan bahwa akibat yang ditimbulkan oleh kasus bank ini juga jelas mengandung kesalahan. Ada banyak nama fiktif, alamat fiktif dan semuanya terencana dengan jelas.

Di tengah suasana seperti ini, maka juga ada anggota DPR yang menjadi tersangka dalam kasus anggaran, misalnya  korupsi atau gratifikasi. Semua ini juga menandaskan bahwa masih ada banyak hal yang mesti diperjelas tentang trust di antara mereka. Bahkan partai politik juga mengangkat orang yang diduga terlibat di dalam kasus suap keterpilihan Miranda Gultom dalam jabatan di BI. Ini memberikan sebuah gambaran bahwa kejujuran seakan menjadi sesuatu yang langka di negeri ini.

Di tengah nuansa seperti ini, maka kemudian muncul berita baru tentang keinginan DPR untuk mengganti Gedung Senayan, sebab gedung tersebut dinilai miring. Dengan tingkat kemiringan seperti itu, maka anggota DPR merasa enggan menempatinya. Ada kekhawatiran gedung tersebut akan roboh. Aga kegamangan tentang posisi gedung DPR tersebut.

Yang membuat public terhenyak adalah besaran anggaran yang dibutuhkan untuk membangun kembali gedung Senayan itu. Tidak tanggung-tanggung biayanya sebesar I,33 trilyun rupiah. Gedung yang direncanakan berlantai 33 tersebut dianggap cocok dan sesuai dengan kepentingan anggota DPR yang tugasnya adalah memikirkan kepentingan masyarakat. Gedung Senayan sekarang sudah dianggap tidak layak digunakan untuk   kepentingan anggota DPR. Ruang anggota DPR yang sempit untuk ukuran pejabat eselon I dengan sekretaris dan tim ahli menjadi salah satu alasan mengapa Gedung Senayan perlu dirobohkan dan diganti dengan yang baru.

Kita terkadang agak sedikit heran, mengapa hal-hal yang sangat sensitive ini tidak dipikirkan secara matang. Artinya, bahwa pembangunan Gedung dengan segala sarana prasarananya adalah bagian penting di dalam proses pengambilan kebijakan atau tindakan untuk  kepentingan masyarakat. Akan tetapi pengambilan keputusan di tengah negara dan masyarakat dalam keadaan seperti ini “rasanya” tidak empan papan (tidak relevan dengan tempat dan waktunya).

Di tengah berbagai bencana, seperti tanah longsong, banjir, gempa bumi dan sebagainya yang mendera masyarakat Indonesia, kemudian di tengah kemiskinan dan keterbelakangan sebagian masyarakat Indonesia, lalu di tengah rendahnya kemampuan masyarakat untuk mengakses pendidikan murah, di saat rendahnya kualitas sarana dan prasarana pendidikan dan sebagainya, ternyata DPR justru berpikir tentang bagaimana membangun  gedung DPR.

Mungkin kebijakan ini akan sangat baik ketika situasi social politik kemasyarakatan dalam posisi stabil, sehingga masyarakat pun akan menerima dengan lapang dada. Di dalam hal inilah, maka menjaga trust bagi semuanya menjadi penting.

Oleh karena itu, buatlah kebijakan yang relevan waktu dan tempatnya, sehingga semua akan menerima sebagai kebutuhan yang memang tidak dapat ditunda. Kearifan pun perlu dikedepankan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini