• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENDORONG TOLERANSI

Di dalam salah satu kesempatan memberikan pidato pembukaan pada acara Temu Alumni Universitas Al Azhar Mesir di Jakarta (02/05/2010), Menteri Agama Republik Indonesia, Surya Dharma Ali, menyatakan: “moderasi dan toleransi merupakan ajaran pokok Islam. Ini bukanlah ajaran baru di dalam Islam”.  Lebih lanjut dinyatakan bahwa “selama ini umat Islam seakan kebakaran jenggot menjelaskan kepada banyak orang bahwa Islam adalah agama moderat dan sangat toleransi. Sebab, saat ini umat Islam berhadapan dengan gerakan radikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan agama khususnya Islam”.

Siapapun bersetuju dengan ungkapan Menteri Agama ini. Sebab yang kita ketahui bahwa Islam semenjak semula memang mengusung ajaran Islam yang toleran. Islam tidak mengajarkan agar umatnya melakukan peperangan yang tanpa alasan yang jelas. Islam sebagai agama sangat menghargai sikap toleran umatnya.

Memang di dalam sejarah Islam semenjak kenabian Muhammad saw., telah ada peperangan yang dilakukan oleh umat Islam, namun demikian seperti yang dapat dibaca maka peperangan itu hakikatnya adalah sebuah cara yang digunakan sebagai pilihan terakhir di antara sekian banyak cara yang sebelumnya sudah ditempuh.

Ketika Nabi Muhammad saw membuat perjanjian dengan kaum Arab ketika itu, maka dengan tegas dinyatakan perjanjian tersebut sebagai cara untuk menghindari peperangan antar suku atau kabilah di jazirah Arab. Peperangan hanya terjadi ketika ada pihak yang melakukan pendhaliman terhadap perjanjian dimaksud.

Peristiwa Nabi Muhammad saw untuk membuat Piagam Madinah adalah peristiwa social politik untuk menegaskan akan pilihan beragama Islam yang bisa berdamai dengan umat lainnya. Ada alasan kuat kenapa Nabi Muhammad saw melakukannya adalah untuk melindungi seluruh penduduk Madinah yang memang memiliki varian di dalam suku, keyakinan agama dan juga budayanya.

Maka pasca penetapan Piagam Madinah sebagai kesepahaman bersama antar umat, maka sesungguhnya Islam menjadi agama yang mengatur kehidupan umat yang plural. Islam mengajarkan agar umat Islam dapat berdampingan dalam kehidupan bersama umat lainnya. Secara konsekuensial, maka melalui Piagam Madinah dinyatakan bahwa Islam tidak hanya secara teoretik saja terkait dengan toleransi akan tetapi juga secara praktis mengajarkan toleransi tersebut.

Toleransi dalam kehidupan umat itu sekarang ini sedang diuji. Salah satu ujian yang terus akan berlangsung adalah terkait dengan gerakan-gerakan keagamaan yang sering mengusung radikalisme. Jika radikalisme tersebut tidak memaksakan tafsiran agama yang benar menurutnya saja, kiranya tidak ada masalah. Namun  ketika radikalisme itu kemudian memaksakan tafsiran agama yang benar hanya dari kelompoknya saja, maka di saat itulah akan terjadi monopoli tafsir agama, sehingga yang lain dianggapnya salah.

Jika tafsiran itu hanya di dalam wacana saja, maka tidaklah membuat kerumitan. Akan tetapi ketika sudah masuk ke dalam dunia praksis, maka masalah baru akan muncul. Terjadinya berbagai kekerasan agama yang terjadi akhir-akhir ini, maka salah satunya dipicu oleh tafsir tunggal tentang agama.

Berbagai praktik penyerangan terhadap kelompok lain, misalnya terhadap kelompok yang berbeda keyakinan, bahkan terjadi perusakan terhadap tempat ibadah, maka hal ini merupakan bentuk kekerasan agama yang disebabkan oleh adanya tafsir tunggal tersebut. Mereka yang menyerang adalah mereka yang menyatakan bahwa hanya tafsirannya saja yang benar dan yang lain salah. Bahkan Gus Dur pun pernah diserang oleh kelompok ini karena beda tafsir agama dimaksud.

Sesungguhnya Islam Indonesia ini sudah memiliki sejarah yang amat panjang. Jauh sebelum kemerdekaan, Islam Nusantara telah memiliki dinamikanya sendiri dalam relasinya dengan masyarakat Nusantara yang beragama lain. Pasca kemerdekaan, maka  relasi umat Islam dengan agama lain dan juga keyakinan lain ternyata bisa diakomadasi sedemikian rupa. Sangat jarang dijumpai konflik agama yang memang berbasis pada keyakinan atau tafsir keagamaan. Jika ada konflik sesungguhnya difasilitasi oleh persoalan social atau lainnya.

Namun demikian, di era pasca reformasi di mana terdapat keyakinan akan kebenaran agama yang  bercorak dominative dan menguasai praksis keagamaan di Indonesia, maka ketika itu relasi antar umat beragama menjadi carut marut. Banyak kekerasan agama yang disebabkan oleh tafsir dominative atas agama.

Di tengah nuansa keberagamaan yang seperti ini, maka ajakan menteri Agama untuk memahami bahwa toleransi agama merupakan ajaran pokok adalah ajakan yang sangat realistic. Toleransi antar umat beragama, bahkan juga toleransi antar suku dan golongan bukan hanya memperoleh legitimasinya di dalam teks-teks agama, akan tetapi merupakan ajaran pokok di dalam agama Islam.

Oleh karena itu, marilah kita kedepankan keindahan toleransi untuk merajut kehidupan bersama di antara kita yang memang berbeda. Dalil yang digunakan oleh Hasyim Muzadi melalui pernyataannya: “yang sama jangan dibedakan dan yang beda jangan disamakan” adalah pesan toleransi yang sangat indah.

Indonesia kita yang plural dan multicultural ini harus terus eksis dan berkembang. Dan salah satunya ialah melalui implementasi konsep toleransi itu.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini