MAKNA PESANTREN MAHASISWA
Institusi pendidikan dewasa ini semakin dituntut untuk dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang andal. Di antara ukuran keterandalan tersebut antara lain adalah memiliki pengetahuan, sikap dan keahlian yang relevan dengan kualifikasi pendidikannya. Bisa saja ahli di bidang ilmu kealaman, ilmu sosial atau budaya dan humaniora. Jika seseorang belajar di program studi ilmu keagamaan, maka yang bersangkutan akan memiliki kemampuan dalam ilmu keagamaan.
Pesantren di masa lalu dikenal sebagai tempat untuk mengajarkan agama Islam. Oleh karena itu, pesantren dianggap sebagai institusi yang menjadi pilar dalam bidang keagamaan. Pada awalnya pesantren adalah lembaga pembelajaran agama khususnya pembelajaran membaca al-Qur’an. Akan tetapi dalam perkembangan berikutnya kemudian pesantren memang menjadi pusat pendidikan keislaman. Di dalamnya diajarkan ilmu-ilmu keislaman seperti Ilmu bahasa Arab , Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, Ilmu Fiqh, Ilmu tauhid dan sebagainya. Kemudian dalam perkembangan berikutnya pesantren lalu mengembangkan pendidikan lainnya yang lebih bersearah kepada penguasaan ilmu-ilmu umum. Seirama dengan ini, maka lembaga pesantren bergerak menuju kearah sistem pendidikan madrasi, bahkan sistem sekolah.
Dalam kajian yang dilakukan Karl Steenbrink dikenal ada perubahan konsep dari pesantren, madrasah dan kemudian ke sekolah. Melalui konsep continuity and change, maka diketahui bahwa ada yang tetap dilanggengkan tetapi juga ada yang berubah. Pesantren yang semula mengajarkan ilmu agama secara khusus, kemudian mengadopsi sistem madrasi yang juga mengembangkan ilmu-ilmu agama dan umum dan kemudian masuk ke dalam sistem sekolah dengan melakukan perubahan dalam sistem kurikulum dan pembelajarannya. Di pesantren tidak hanya dijumpai madrasah tetapi juga sekolah. Jika menjadi madrasah masuk ke dalam wilayah Departemen Agama dan ketika masuk ke dalam sistem sekolah maka menjadi bagian dari Departemen Pendidikan Nasional. Namun yang masih tersisa adalah yang tetap dianggap sebagai core pesantren, yaitu pendidikan keagamaan melalui penguasaan kitab-kitab kuning yang masyhur di kalangan pesantren.
Nampaknya memang ada bandul berayun. Jika banyak pesantren yang mengembangkan pendidikan umum melalui sistem sekolah, maka dunia pendidikan tinggi justru memulai untuk mendirikan institusi pesantren. Pesantren kini juga memasuki kawasan pendidikan tinggi. Pesantren di kalangan institusi pendidikan tinggi justru dianggap sebagai salah satu ikon yang dapat dijual kepada para customer. Universitas Islam Negeri Malang (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang adalah salah satu yang sudah mengembangkan sistem pendidikan kepesantrenan sebagai salah satu bagian dari sistem kependidikannya.
Sistem ini kemudian juga dilakukan di beberapa institusi pendidikan tinggi Islam lainnya. Di antaranya adalah IAIN Sunan Ampel. Selain telah memiliki sarana sendiri, maka hari Rabu, 29/07/09 Menteri Negara Perumahan Rakyat, Muhammad Yusuf Asy’ari, telah meresmikan pemanfaatan Ruman Susun Sederhana Sewa (rusunawa) yang akan dimanfaatkan untuk ma’had al-jami’ah.
Pesantren mahasiwa memiliki nilai strategis dalam rangka pengembangan mahasiswa. Sekurang-kurangnya ada tiga manfaat ma’had al-jami’ah bagi mahasiswa. Pertama, sebagai sarana untuk mengembangkan tradisi akademis. Melalui pesantren, maka mahasiwa akan menjadi terbiasa berada di dalam suasana tradisi akademis. Mereka akan menjadi terbiasa untuk berdiskusi, bermusyawarah, belajar bersama, melakukan pencarian referensi dan juga mengembangkan semangat dan minat untuk terus menemukan sesuatu yang baru. Kedua, untuk mengembangkan lingkungan akademis. Ada pepatah Arab yang menyatakan ”al-insan walad al bi’ah”, manusia itu anak dari lingkungannya. Jika mereka berada di pesantren, maka mereka juga akan berada dalam asuhan pesantren. Lingkungan pesantren tentunya sangat kondusif dalam rangka membentuk sikap dan prilaku yang agamis. Ketiga, membangun tradisi berbahasa asing baik bahasa Arab maupun Inggris. Dewasa ini seseorang dituntut untuk terus berkompetisi. Agar mampu berkompetisi maka salah satu syaratnya adalah menguasai bahasa internasional. Siapa yang menguasai bahasa internasional, maka dia akan mampu untuk menguasai dunia.
Dengan demikian, membangun pesantren bagi institusi pendidikan tinggi adalah respon terhadap kebutuhan masyarakat di era global, yang tidak saja untuk kepentingan berkompetisi di tengah perubahan sosial yang cepat tetapi juga untuk membangun mentalitas agar selalu berada di dalam pigura kehidupan yang baik dan berkualitas.
Wallahu a’lam bi al-shawab.
