• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

LEMBAR KOMPETENSI LULUSAN PTAI

Di dalam pertemuan forum pimpinan PTAIN di Sunan Ampel, 8 April 2010, ada sebuah usulan menarik yang disampaikan oleh Dr. Shafaatun dari UIN Sunan Kalijaga tentang pentingnya menambahkan lembar kompetensi kepada alumni PTAIN selain ijazah yang memang  menjadi haknya. Ijazah adalah lembaran yang menyatakan yang bersangkutan telah menyelesaikan program pendidikan strata satu (S1), dengan seluruh mata kuliah yang telah diambil dan diselesaikannya, sedangkan lembar kompetensi berisi keahlian apa yang dimilikinya terkait dengan program studi yang ditekuninya atau keahlian lain yang relevan dengan tuntutan pasar kerja.

Pertanyaannya, mengapa diperlukan lembar kompetensi selain ijazah. Bukankah ijazah dan seluruh komponen mata kuliahnya sudah menggambarkan tentang keahlian atau profesi yang disandang oleh alumni perguruan tinggi (PT). Secara  umum jawabannya tentu ya. Tetapi di tengah kepentingan pasar yang sangat variatif akan tetapi spesifik, maka lembar kompetensi menjadi sangat penting.

Bukankah sekarang ini lembaga pendidikan tinggi dengan kesamaan program studinya sudah menjadi sesuatu hal yang sangat biasa. Artinya bahwa tawaran program studi hampir semua sama. Maka, kompetensi umum alumni program studi yang memiliki kesamaan tentu saja sama. Oleh karena itu pasar kerja akan menghadapi kesulitan untuk menentukan mana yang dipilih terutama jika lembaga pendidikan tersebut memiliki kualifikasi yang sama.

Memang sudah didapati peringkat untuk menentukan kualifikasi program studi, misalnya melalui Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), sehingga kualifikasi lembaga pendidikan tinggi juga dengan sangat mudah dikenali. Pertanyaannya, bahwa kualifikasi yang diberikan oleh BAN PT adalah penilaian kelembagaan dan proses pendidikan yang diselenggarakan, sehingga tentunya tidak sampai pada penilaian secara khusus tentang kualifikasi individu mahasiswa.

Makanya, di tengah kegamangan akan kemampuan alumni PT yang sering dianggap tidak siap pakai atau not ready to use, maka memberikan lembar kompetensi dianggap sebagai jalan keluar untuk mengatasi masalah yang sangat pelik tersebut. Di tengah keadaan seperti ini, maka memberikan lembar kompetensi akan menjadi jawaban tentang keahlian khusus  –saya tidak menyebut sebagai keahlian dasar—yang menyertai keahlian pendidikannya.

Andaikan program praktikum mahasiswa bisa dimaknai sebagai jalan keluar untuk menghasilkan lembar kompetensi, selain keahlian dasar alumni PT, maka tentunya praktikum mahasiswa akan menjadi sarana yang ideal untuk mengantarkan mahasiswa di dalam memiliki keahlian khusus tersebut.

Sayangnya bahwa program praktikum masih dianggap sebagai sesuatu yang pro-kontra. Sehingga keberadaan praktikum –yang  sesungguhnya sangat ideal jika dimanej dengan benar dan sesuai standart yang dibakukan—masih  dalam nuansa yang dipertentangkan.

Satu contoh yang sangat sederhana, bahwa alumni program studi Ekonomi Syariah, maka dia akan berhadapan dengan sejumlah alumni program ekonomi syariah yang bertebaran di berbagai tempat dan dari berbagai perguruan tinggi. Maka yang membedakan adalah lembar kompetensi itu. Apakah pengalaman yang dimiliki oleh alumni tersebut sesuai atau tidak dengan kebutuhan pasar yang terus bertambah variatif dan khusus.

Bagi mahasiswa jurusan KPI atau komunikasi, maka yang bersangkutan akan bisa memperoleh lembar kompetensi di bidang jurnalistik fotografi ,misalnya jika yang bersangkutan telah menyelesaikan praktikum khusus di bidang itu atau yang bersangkutan telah memperoleh pengayaan pengetahuan dan magang secara khusus tentang  kompetensi tersebut.

Makanya, mahasiswa yang selama praktikum telah memperoleh pengayaan dan  pengalaman lapangan “magang” secara terstuktur di dalam suatu lembaga yang didesain secara khusus, maka tentunya akan menjadi lebih unggul dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak memilikinya.

Hanya sayangnya bahwa kesadaran untuk menjadikan diri memiliki kemampuan lebih melalui aktualisasi diri secara maksimal terkadang dikalahkan oleh kepentingan sesaat. Banyak di antara kita ini yang tidak memiliki pemikiran ke depan bahwa peningkatan kualitas itu sebagai harga mati dari sebuah proses yang memang membutuhkannya.

Akan tetapi –sekali lagi—kita ini adalah orang yang tidak memiliki apa-apa kecuali pemikiran, dan terkadang pemikiran itu lalu menguap begitu saja karena ketiadaan instrument untuk mengaktualkan.

Jika instrument itu telah disiapkan, maka juga harus berhadapan dengan kekuatan eksternal yang sering menggunakan baju kepentingan yang berbeda.

Makanya, mengubah mindset  memang sangat sulit sebab memang berhadapan dengan dunia ketidakberdayaan ekonomi yang  terus menggelayut.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini