KESEDIAAN BERBAGI
Salah satu hal yang sering menjadi penyakit orang modern adalah ketidaksediaan berbagi kepada yang lain. Orang modern yang didalam dunia ekonomi dikonsepsikan sebagai kaum kapitalis adalah orang yang hanya berkeinginan mengakumulasikan modal untuk kepentingan diri dan usahanya dan jika perlu dengan mengorbankan orang lain. Hal itu dilakukan semata-mata agar kekuasaan ekonomi tetap berada di tangannya dan tidak berpindah kepada yang lain.
Di dalam bidang politik, misalnya juga didapati keinginan untuk berkuasa secara terus menerus. Hasrat berkuasa memang telah menjadi fenomena tidak hanya masa sekarang akan tetapi juga di masa lampau. Bahkan banyak perang yang terjadi di dunia ini, hakikatnya untuk berebut kekuasaan. Tidak hanya sekedar fitnah, intrik, perbedaan pendapat, rivalitas dan konflik tetapi perang. Semenjak Romawi Kuno, Mesir Kuno, Cina Kuno dan di belahan lainnya, maka kekuasaan sering diperebutkan dari masa ke masa untuk memenuhi ambisi berkuasa dari seseorang atau sekelompok orang.
Sejarah social ternyata lebih banyak konfliknya ketimbang keteraturannya. Di dalam banyak hal, konflik itu dipicu oleh penguasaan yang satu atas lainnya terutama di dalam memperebutkan sumber daya ekonomi. Itulah yang memicu Karl Marx menyatakan bahwa sejarah kehidupan manusia diwarnai oleh konflik yang disebabkan oleh persaingan ekonomi atau secara lebih luas disebut the history of materialism.
Meskipun ada teori-teori lain tentang konflik social, akan tetapi teori Marx tersebut tidak juga runtuh begitu saja. Bahkan hingga hari ini, teori Marx masih menjadi alat analisis yang tepat untuk menggambarkan berbagai demonstrasi buruh, konflik kepentingan ekonomi, korupsi, penyalahgunaan sumberdaya ekonomi dan sebagainya.
Dewasa ini, kita sedang hidup di tengah kompleksitas kepentingan yang luar biasa. Yang satu dengan lainnya saling berebut untuk mengaktualisasikan kepentingannya. Di dalam kerangka ini, maka juga tidak jarang terjadi tindakan-tindakan yang tidak berada di dalam koridor kesopanan dan kewajaran. Ada banyak tindakan yang sesungguhnya berada di luar control keberagamaaan, yakni moralitas pergaulan sesama umat. Banyak pergaulan yang dibangun di atas fondasi kepentingan, sehingga menjadi layaknya sebuah butik. Di dalam sebuah butik, maka yang terjadi hanyalah pajangan-pajangan symbol yang bernuansa luar saja. Antara yang satu dengan yang lain bisa dipajang bersama, tetapi sesungguhnya tidak match antara satu dengan lainnya. Ia adalah boutique friendship.
Persahabatan layaknya seperti butik itulah yang sekarang sedang menghinggapi dunia orang modern. Persahabatan itu hanya didasarkan atas kepentingan sesaat. Kepentingan ekonomi, kepentingan jabatan, kepentingan politik, kepentingan social dan sebagainya. Jika ada kepentingan yang sama, maka bisalah menjadi sehabat akan tetapi ketika kepentingannya berbeda maka mereka menjadi lawan. Kalaupun bisa bertemu, maka yang terjadi hanya pada outward appearance-nya saja.
Dunia modern memang telah menjadikan manusia menjadi egois, mementingkan dirinya sendiri. Keinginan berbagi yang sesungguhnya juga menjadi fitrah manusia tereliminasi jauh ke belakang. Yang mengedepan adalah keinginan untuk memenuhi kepentingannya sendiri atau keakuannya sendiri. Manusia jarang bicara tentang “Kita” akan tetapi yang lebih banyak berbicara tentang “Aku”. Bukannya “Aku” yang melebur ke dalam “Kita” akan tetapi “Kita”yang melebur ke dalam “Aku”. Keakuan yang lebih mengedepan ketimbang kekitaan. Inilah salah satu sifat manusia yang paling menakutkan, karena bersumber dari sini, maka segala konflik di dunia ini bisa dimulai.
IAIN Sunan Ampel sekarang sedang memiliki program internasionalisasi dosen, yaitu pengiriman dosen ke luar negeri untuk program short course baik di Timur Tengah –Cairo University—dan ke dunia Barat –Melbourne University—yang sesuai dengan program akan dilakukan dalam waktu tiga tahun. Mereka yang dikirim juga tidak banyak, hanya sebanyak 30 orang dosen dan karyawan. Masing-masing 15 orang ke Australia dan 15 orang ke Mesir. Total yang dikirim sebanyak 90 orang dalam waktu tiga tahun.
Selain ini, karena IAIN Sunan Ampel dijadikan sebagai targeted institution dalam kerja sama antara Kementerian Agama dengan Pemerintah Kanada, maka juga akan semakin banyak dosen atau karyawan yang akan dikirim untuk program degree maupun non degree di negara lain.
Melalui program internasionalisasi dosen ini, maka target utama adalah memberikan bekal pengalaman kepada dosen yang belum pernah ke luar negeri untuk program short course yang terkait dengan bidang-bidang akademis. Makanya, secara nalar yang lebih diprioritaskan adalah para dosen yang belum pernah ke luar negeri. Bagi yang sudah punya pengalaman ke luar negeri, baik degree atau nondegree, maka bisa menunda keinginannya untuk ke luar negeri.
Hal ini semata-mata disebabkan ke depan akan sangat banyak program keluar negeri yang bisa diakses. Masih ada 60 puluh kesempatan ke luar negeri. Masih ada kesempatan program Supporting Islamic Leadership (SILe) dan masih ada lagi program Islamic Development Bank (IDB) yang semuanya dirancang untuk program pengayaan pengalaman keluar negeri.
Makanya, yang penting dihayati adalah kita harus memberi kesempatan kepada yang lain agar mereka juga memiliki pengalaman yang sama dengan kita. Jika ini bisa dilakukan, saya yakin bahwa program internasionalisasi dosen akan memberi manfaat kepada Kita dan bukan hanya kepada Aku.
Wallahu a’lam bi al shawab.