POLITICAL WILL UNTUK PENGEMBANGAN ISLAMIC STUDIES
Di dalam Seminar yang dilaksanakan atas kerjasama antara IIIT Malaysia dengan PPs IAIN Raden Intan dalam acara Forum Cendekiawan Ummah Serantau (FOCUS) ke 3 di Hotel The Jayakarta Daira Palembang, di mana saya menjadi salah satu narasumber, maka ada suatu usulan agar tentang pengembangan Islamic studies diserahkan kepada mekanisme pasar, artinya jika tidak ada respon pasar tentang pengembangannya, maka biarkan ilmu itu tidak perlu dikembangkan. Pendapat ini sesuai dengan pandangan Karl Marx, bahwa ada survival of the fittest. Jika Islamic studies bisa bertahan dari pertarungan di pasaran peminat, maka ilmu ini akan berkembang. Dan sebaliknya jika tidak bisa bertahan, maka akan mati.
Memang ada dua pandangan tentang pengembangan Islamic studies, yaitu pandangan pragmatis yang menyatakan bahwa pengembangan ilmu keislaman tersebut tergantung pada bagaimana respons masyarakat dan bagaimana kebutuhan masyarakat terhadap Islamic studies. Kemudian, pandangan yang bercorak idealistis yang menyatakan bahwa pengembangan islamic studies sangat tergantung kepada manfaat ilmu itu bagi masyarakat Islam. Semestinya Islamic studies tersebut bermanfaat, bukan dalam pengertian manfaat ekonomi, lapangan kerja dan sebagainya, akan tetapi bermanfaat bagi masyarakat sebagai pedoman untuk melakukan peribadahan dan sebagainya.
Persoalannya, mengapa perlu political will dalam rangka pengembangan Islamic studies. Saya berkeyakinan bahwa pengembangan Islamic studies tidak bisa diserahkan kepada pasar, artinya tergantung bagaimana pasar meresponnya. Jika ini yang dilakukan, maka ada kekhawatiran bahwa Islamic studies akan direspon secara fragmatis. Ilmu ini tidak akan menghasilkan lulusan yang bersentuhan dengan dunia pekerjaan secara langsung. Jika demikian halnya, maka Islamic studies tidak diperlukan. Konsekuensinya maka ilmu keislaman akan mati dan tidak perlu dikaji lagi. Yang diperlukan justru sebaliknya, yaitu harus ada upaya terus-menerus agar ilmu ini tetap eksis di tengah perburuan orang akan ilmu yang secara langsung bermanfaat untuk dunia kerja.
Islamic studies memiliki sejarah panjang dalam kehidupan umat Islam. Ilmu ini sudah ada semenjak Islam diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw. Ilmu Al qur’an sudah ada semenjak itu. Ilmu tauhid juga sudah ada semenjak itu. Demikian pula ilmu yang lain. Pengembangan ilmu fiqh sudah dimulai semenjak khulafaur rasyidin. Penafsiran tentang hukum Islam sudah dimulai, misalnya ketika Khalifah Umar bin Khattab memutuskan pencuri tidak mesti dipotong tangan. Tergantung illatnya.
Ilmu keislaman kemudian berkembang pesat di masa kekhalifahan Muawiyah dan terus belanjut di era Abbasiyah. Nama Al Ghazali menjadi sangat penting dalam pengembangan ilmu keislaman. Meskipun beliau ahli filsafat tetapi yang paling terkenal adalah dalam bidang pengembangan Islamic studies. Karyanya yang bertema Ihya ulumiddin, adalah puncak pengabdian ilmiahnya dalam bidang ilmu keislaman. Di masa ini muncullah ahli ilmu kalam, ahli ushul fiqh, ahli fiqh, ahli sastra Arab, ahli ilmu tafsir, ilmu hadits dan sebagainya.
Pengembangan ilmu keislaman ini tidak muncul begitu saja. Akan tetapi melalui dukungan pemerintah yang luar biasa. Ahli-ahli ilmu ini juga memiliki ruang diskusi sendiri-sendiri. Ibnu Sina membuka acara diskusinya pada malam hari. Maklum jika siang beliau bekerja sebagai dokter kerajaan. Ada sangat banyak tempat-tempat diskusi yang dipimpin oleh ilmuwan Islam.
Pengembangan ilmu keislaman seperti ini sangat didukung oleh pemerintah. Khalifah memberikan ruang gerak yang cukup memadai untuk pengembangan ilmu. Bahkan khalifah memberikan banyak grant ke ilmuwan Islam. Dukungan politik atas pengembangan Islamic studies ternyata memiliki sejumlah kontribusi bagi pesat atau lambatnya pengembangan Islamic studies.
Di tengah nuansa kepentingan kapital jauh lebih besar dibandingkan kepentingan keakheratan, maka political will untuk pengembangan ilmu keislaman dirasakan sangat penting. Di sinilah makna Gerakan Cinta Ilmu Keislaman menuai makna essensialnya.
Makanya, agar ilmu warisan leluhur ini tetap eksis, maka perlu dukungan kebijakan
pimpinan kementerian agama dan juga pimpinan perguruan tinggi untuk terus mendukung dinamika perkembangan ilmu keislaman secara menyeluruh.
Wallahu a’lam bi al shawab.