DANA ABADI UMAT UNTUK ProSIS
Kemarin, 17 April 2010, saya berkesempatan untuk menghadiri acara pertemuan Paguyuban PTAIN Jawa Timur dan NTB yang terdiri dari Rektor UIN dan IAIN, serta Ketua STAIN di STAIN Pamekasan. Tentu yang hadir tidak hanya rector dan ketua saja, tetapi juga pembantu rector dan pimpinan STAIN Pamekasan. Acara ini sudah berlangsung cukup lama dan tahun kemarin diselenggarakan di IAIN Mataram. Peguyuban ini merupakan forum PTAIN yang dahulu merupakan cabang IAIN Sunan Ampel, yaitu STAIN Malang, STAIN Ponorogo, STAIN Kediri, STAIN Pamekasan, STAIN Tulungagung, STAIN Jember dan STAIN Mataram. Meskipun sekarang sudah menjadi PTAIN yang berdiri sendiri, bahkan sudah ada yang menjadi UIN seperti UIN Malang, menjadi IAIN seperti IAIN Mataram dan masih ada yang tetap menjadi STAIN, namun tali ikatan silaturahmi itu tetap dijaga.
Akhir-akhir ini seluruh pemikiran saya tercurah untuk menjawab pertanyaan, bagaimana kita mengembangkan program studi Islamic studies? Apa masih ada cara untuk mengembangkan program Islamic studies sehingga menjadi arus utama pengembangan ilmu pengetahuan di negeri ini? dan seterusnya. Hal ini pula yang saya sampaikan ketika saya didaulat untuk menjadi narasumber di dalam acara paguyuban pimpinan PTAIN tersebut.
Isu utama yang saya lontarkan adalah pentingnya penguatan program pengembangan Islamic studies yang dewasa ini memang cukup memprihatinkan dilihat dari sisi jumlah peminat. Bisa dibayangkan bahwa sebuah program studi hanya diminati oleh kurang dari 10 calon mahasiswa. Tentu ini sesuatu yang harus mendapatkan perhatian ekstra keras. Kebanyakan program studi seperti ini adalah yang saya sebut sebagai program studi Islamic studi murni.
Maka menurut saya, ada dua cara yang dapat ditempuh, yaitu: pertama, dengan membangun program studi ini menjadi kelas internasional melalui penguatan jejaring internasional, misalnya pengiriman dosen-dosennya ke luar negeri baik untuk program short course atau program degree ke Timur Tengah. Kemudian program studi Islamic studies juga dijadikan program internasional melalui kurikulum berstandart internasional. Kurikulum yang direview oleh perguruan tinggi internasional.
Kedua, melalui pengembangan beasiswa kepada mahasiswa program Islamic studies. Selama ini, beasiswa bagi mahasiswa program studi Islamic studies sudah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) melalui beasiswa program studi langka peminat akan. Akan tetapi kemudian diserahkan kepada masing-masing PTAIN untuk mendanainya melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Hal ini tentu dapat disadari sebab prioritas program Dirjen Pendis memang sangat bervariasi.
Tetapi yang penting sebenarnya adalah bagaimana mengembangkan sumber pendanaan untuk mendevelop program ini. Itulah sebabnya, IAIN Sunan Ampel dalam kerjasamanya dengan Bank BTN mengembangkan Program Simpanan Islamic Studies (ProSIS) yang sudah dilaunching beberapa saat yang lalu. ProSIS diharapkan dapat menjadi alternative lain bagi pengembangan Prodi Islamic studies.
Akan tetapi, ada usulan menarik tentang pengembangan Prodi Islamic Studies dari Prof. Fauzan Saleh, ketika beliau menyatakan bahwa apakah tidak mungkin menggunakan dana abadi umat yang dimiliki oleh Kementerian Agama untuk menjadi dana abadi yang dimiliki oleh PTAIN dalam rangka pengembangan Islamic studies. Usulan ini tentu sangat menarik, sebab Kementerian Agama memiliki dana abadi yang luar biasa besarnya, yaitu Dana Abadi Umat (DAU) yang jumlahnya trilyunan rupiah.
Andaikan Kementerian Agama memberikan dana sebesar satu milyar rupiah ke PTAIN, maka hanya dibutuhkan dana sebesar Rp. 52 Milyar. Dana tersebut tentu relative tidak besar dibandingkan dengan dana DAU trilyunan rupiah dan manfaat yang demikian besar bagi pelestarian dan pengembangan Islamic studies. Pemberian dana abadi ini tidak usah memperhatikan apakah UIN, IAIN arau STAIN. Semuanya diberi anggaran dana abadi yang sama untuk saling berkompetisi di bidang tersebut.
Tentu saja hal ini membutuhkan political will dari pemerintah. Kementerian Agama dirasa sangat penting untuk bisa mencairkan DAU yang selama ini dibekukan. Adalah sebuah perjuangan mulia andaikan program ini dapat dilaksanakan.
Dan untuk kepentingan ini, maka semuanya harus melakukan akselerasi. Pengembangan Islamic studies tidak bisa diberikan tanggungjawabnya kepada orang lain kecuali oleh pemangku kepentingan yang memang ditugaskan untuk itu.
Wallahu a’lam bi al shawab.