• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

GERAKAN CINTA ISLAMIC STUDIES

Seperti yang saya tulis kemarin,  bahwa sudah selayaknya masyarakat Islam memiliki rasa cinta dan rasa  memiliki terhadap Islamic studies. Mengapa harus begitu? Sebab sebagai umat Islam sudah seharusnya jika di dalam dirinya terdapat rasa seperti itu. Bukankah kita ini memahami Islam dalam relasinya dengan kehidupan secara keseluruhan,  karena kajian-kajian yang pernah dilakukan oleh para ilmuwan Islam di masa lalu.

Ilmu Islam yang di dalam kenyataannya hadir dalam wujud ilmu Al qur’an, ilmu hadits, ilmu tafsir, ilmu bahasa, ilmu tasawuf, ilmu fiqih, ilmu ushul fiqih, ilmu akhlak, ilmu sejarah dan sebagainya adalah khasanah ilmu keislaman yang pernah menjadi kekuatan Islam di masa lalu.

Kita tidak akan pernah melupakan jasa ilmuwan Islam, seperti ilmu hadits yang pernah dikembagkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim,  Ibnu Majah, Imam Addaruqutni, Imam Nasa’i dengan berbagai karyanya. Andaikan tidak dilahirkan ke dunia ini, orang seperti Imam Bukhari, Imam Muslim dan ahli hadits lainnya, maka hasanah peninggalan Nabi Muhammad saw yang berupa ucapan, tinadakan dan ketetapan Nabi Muhammad yang dikenal sebagai hadits atau sunnah, mungkin tidak akan diketahui bagaimana juntrungannya. Mungkin saja status hadits sebagai hadits masyhur, shahih, hasan, dhaif dan sebagainya tidak akan diketahui secara pasti. Melalui tipologi yang  dibuat para ahli hadits tentang status hadits, maka dengan mudah kita memahami hadits-hadits dimaksud. Melalui usaha ilmiah yang mereka  lakukan, maka kita akan dengan mudah dapat memahami status hadits dan kegunaannya dalam sistem teologis, hukum dan sistem peribadahan. Yang dilakukan oleh ahli hadits ini tentu sangat akademis. Misalnya untuk mengetahui apakah seorang rawi itu memiliki kejujuran, maka dilakukanlah penelusuran tentang kejujuran tersebut. Demikian pula tentang kekuatan hafalan seorang perawi hadits, juga bisa diuji dari pandangan sejawat dan sebagainya.

Suatu ketika Imam Bukhari mencari seorang periwayat hadits. Maka dijumpainya orang tersebut melambaikan selendangnya kepada kudanya yang terlepas, seperti kebiasaannya jika memanggil kuda itu untuk mendekat. Kemudian Imam Bikhari bertanya: “apakah Bapak memiliki gandum?” Orang itu menjawab: “tidak, akan tetapi saya mengelabuinya”. Maka Imam Bukhari berkata: “saya tidak akan mengambil hadits dari orang yang berbohong kepada binatang”. Beginilah cara ilmuwan dulu melakukan penelitian tentang periwayatan hadits. Tidak sembarangan dalam mengambil hadits dari periwayat hadits.

Kehadiran ilmu fiqh yang telah dihadirkan oleh para ahlinya, seperti Imam Al Syafi’i, Imam Hanbali, Imam  Maliki, Imam Hanfi dan sejumlah ahli fiqih lainnya, tentu sangat signifikan.  Melalui karya di bidang ilmu fiqh, maka kita dengan sangat mudah akan dapat memahami tentang dimensi-dimensi hukum Islam tentang  upacara ritual, muamalah, jinayah  dan sebagainya. Misalnya bagaimana cara shalat, puasa, haji dan sebagainya. Meskipun di situ ada banyak tafsir tentang cara ibadah, maka melalui penulisan karya ilmiah ini  kita dengan mudah melakukan amalan ibadah. Jadi tanpa ada karya akademik dalam bidang fiqih, maka kita akan mengalami kesulitan untuk melakukan ibadah.

Memang ada kawasan tafsir tentang ilmu ini, akan tetapi justru disinilah titik penting  dalam karya akademis. Makanya, karya-karya para fuqoha’, para mufassir, para ahli hadits,  ahli ilmu tasawuf, para ahli bahasa dan sebagainya bisa merupakan hasil penafsiran para ahli tentang disiplin keilmuannya.

Karya akademik para ilmuwan Islam ketika Baghdad dihancurkan oleh Hulagu Khan, konon katanya karya-karya akademik itu dibuang di sungai Tigris dan eufrat. Kedua sungai itu konon katanya airnya berubah menjadi biru karena terkontaminasi oleh tinta-tinta yang ada di dalam karya-karya akademis para ilmuwan Islam.

Untunglah masih ada naskah ilmiah dalam berbagai bidang, agama, filsafat, sosial, budaya dan sebagainya, sehingga khasanah intelektual ilmiwan Islam tersebut masih banyak yang bisa diselamatkan. Hanya sayangnya yang mewarisi ilmu yang diproduk oleh ilmuwan Islam ini justru diwarisi oleh orang-orang barat, sehingga dalam perkembangan keilmuwan berikutnya, justru baratlah yang kemudian lebih unggul.

Di sinilah arti pentingnya gerakan mencintai ilmu-ilmu keislaman. Jika di masa lalu ilmu keislaman pernah menjadi arus utama  dalam kehidupan umat Islam, maka selayaknya sekarang juga menjadi bagian penting di dalam kehidupan umat Islam.

Sesiapapun umat Islam tidak boleh terlena di dalam pengembangan ilmu “umum” tanpa memiliki concern dalam pengembangan Islamic studies. Maka lembaga pendidikan Islam apapun namanya, apakah universitas, institute, sekolah dan sebagainya, maka di dalam dirinya harus terdapat keinginan untuk mengembangkan ilmu keislaman.

Di sinilah harus diletakkan gerakan mencintai ilmu keislaman. Makanya, harus terus dicari jalan keluar di tengah semakin tidak menariknya pengkajian terhadap Islamic studies. Oleh karena itu, usaha melalui pemberian beasiswa, pemberian sponsorship untuk kajian Islamic studies melalui sumber dana yang bervariasi tentu sangat dibutuhkan.

Langkah IAIN Sunan Ampel untuk menggalang dana melalui Program Simpanan Islamic Studies (ProSIS) tentu saja  merupakan bagian dari keinginan untuk mengembangkan Islamic studies dimaksud.  Tidak ada yang lain.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini