• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

POLEMIK FRONTAGE

Pagi ini, 12/04/2010,  saya membaca di JP, tentang tanggapan institusi IAIN Sunan Ampel tentang lahan frontage yang sering diramaikan di media. Seperti tulisan saya kemarin, tentang Frontage oh Frontage, maka kali ini saya juga ingin curhat tentang bagaimana sebenarnya duduk persoalan yang menjadikan lahan frontage di depan IAIN Sunan Ampel hingga hari ini masih belum selesai.

Ketika IAIN Sunan Ampel menjadi BLU, maka hati saya berbunga-bunga sebab sesuai dengan kajian tim Hukum IAIN Sunan Ampel, bahwa institansi yang menjadi BLU dapat memperjualbelikan asetnya. Setelah kajian tim hukum tersebut disampaikan di Biro Hukum Kementerian  Agama dan Biro Keuangan dan BMN ternyata bahwa untuk asset negara harus tetap mengacu kepada peraturan pemerintah lainnya, yaitu PP No 6 tahun 2006 tentang asset negara.

Dengan demikian, persoalan asset negara (tanah untuk kepentingan frontage) tidak bisa diselesaikan dengan skema yang sesungguhnya diinginkan oleh Pemkot dan juga IAIN Sunan Ampel, yaitu tanah di depan IAIN Sunan Ampel dibeli oleh Pemkot dan uangnya dipakai lagi untuk pembelian tanah baru yang kemudian dimasukkan lagi ke dalam asset negara.

Perlu diketahui bahwa keinginan Pemkot membeli lahan IAIN Sunan Ampel, sesungguhnya sudah cukup lama, kira-kira akhir tahun 2008. Akan tetapi waktu itu juga terbentur dengan aturan tentang  asset negara. Sebab ketika asset tersebut dibeli,  maka uangnya akan langsung masuk ke kas negara sebagai konsekuensi dari  PNBP umum.  Untuk hal ini, maka IAIN Sunan Ampel lalu konsultasi ke KPKN tentang kemungkinan dana pembelian lahan tersebut bisa ditarik kembali ke IAIN Sunan Ampel. Ternyata jawabannya memang tidak bisa.

Dari kenyataan tersebut, maka IAIN Sunan Ampel melakukan konsultasi ke Kementerian Agama, dan yang saling menguntungkan adalah jika yang diambil adalah opsi tukar guling. Maka, sikap inilah yang dijadikan sebagai pegangan untuk menyelesaikan lahan frontage. Ternyata  pemkot “kurang sependapat” dengan skema ruislaag karena membutuhkan waktu yang panjang. Di sinilah sesungguhnya problem tanah itu dimulai.

Makanya, pemkot lalu menginginkan pola MoU. Artinya Pemkot dan IAIN Sunan Ampel melakukan MoU untuk pemakaian asset negara tersebut melalui kesepahaman. Saya selaku pimpinan IAIN sudah setuju dengan pola ini, dengan tujuan agar segera ada penyelesaian. Akan tetapi saya diingatkan oleh kolega yang memahami persoalan asset negara, bahwa skema MoU mengandung problem hukum, yang jika tidak hati-hati akan bisa menjadi “kasus” hukum.

Saya yang semula ingin menyelesaikan dengan cara itu akhirnya gamang. Di era seperti sekarang tentu semua orang menjadi takut untuk berurusan dengan asset negara. Saya pun juga tidak mau berurusan dengan persoalan yang terkait dengan kasus asset negara. Sudah terlalu banyak orang yang masuk penjara gara-gara asset negara.

Dalam gambaran kenyataan itulah,  maka saya melakukan serangkaian konsultasi dengan DJKN Pemprof Jatim, dengan Kabiro hukum Kementerian Agama, Kabiro Keuangan dan BMN, Sekjen dan Dirjen Pendis Kementerian Agama dan juga Menteri Agama. Kesimpulannya satu, ikuti aturan tentang pelepasan asset negara.

Di tengah kenyataan itu, maka DJKN Pemprof Jatim juga menyurat ke Kementerian Keuangan dan hasilnya bahwa untuk pelepasan asset negara harus tetap mengacu kepada PP No.  6 tahun 2006. Artinya, pola lain selain tiga opsi: ruislaag, jual beli dan langsung masuk ke kas negara dan hibah tidak bisa dilakukan. Selain itu pelepasan asset negara harus mendapatkan persetujuan dari kementerian terkait, yaitu kementerian agama  dan kementerian keuangan yang memiliki otoritas tentang asset negara.

Kini, saya sudah sampai pada kesimpulan bahwa persoalan tanah untuk lahan frontage itu sepenuhnya menjadi wewenang  kementerian agama dan kementerian keuangan. Andaikan harus dihibahkan pun tidak menjadi persoalan, andaikan ganti rugi juga tidak masalah. Jadi, pola ruislaag sudah tidak perlu lagi diperbincangkan. Saya juga merasa malu jika persoalan frontage tidak segera selesai.

Walhasil, sekarang sudah saatnya untuk menyelesaikan persoalan frontage tidak dari sisi wacana, akan tetapi dari sisi harus melangkah ke depan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini