MARI BERSEDEKAH DENGAN DOA
MARI BERSEDEKAH DENGAN DOA
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Saya memang harus memastikan bahwa setiap bulan puasa, saya harus pulang ke rumah saya di Tuban, di Desa Sembungrejo Merakurak Tuban, tepatnya di Dusun Semampir. Sebuah desa yang berada di antara Kecamatan Merakurak dan Kecamatan Kerek, dan berjarak kira-kira 3 KM dari Pabrik Semen Gresik di Tuban.
Biasanya saya pulang menjelang puasa, tetapi karena pekerjaan yang mendadak banyak di hari-hari menjelang puasa, maka dengan terpaksa saya undur, puasa hari ke Sembilan baru bisa pulang. Tujuannya jelas menziarahi makam Bapak saya yang sudah meninggal pada tahun 1973 yang lalu. Bapak meninggal tepat hari pertama bulan Puasa. Saya selalu ingat pesan Emak saya, Hj. Turmiatun, yang masih hidup agar saya menyempatkan diri untuk berziarah ke kubur Bapak saya. Sebuah kewajiban anak terhadap orang tuanya.
Kala saya pulang itu, Sabtu, 09/03/2025, maka disiapkan untuk sedekah kecil-kecilan. Berbuka bersama dengan para jamaah shalat Magrib di Mushalla Raudhatul Jannah di depan rumah. Tinggal pesan tumpeng di Merakurak, maka sudah cukup. Tidak rumit. Harganya juga tidak mahal. Tumpeng komplit dengan ayam kampung, telor, tahu, sayuran dan nasi tumpeng yang disusun seperti gunungan. Memakai undak-undakan. Nikmat juga makan bareng-bareng kawan saya di masa kecil. Usainya hampir seimbang. Dan tidak lupa juga gulai sapi khas Tuban yang disebut becek. Lengkaplah makan berbuka sore itu.
Sebagaimana biasanya, maka kala saya pulang dipastikan untuk memberikan ceramah agama, meskipun hanya 10 menit. Ba’da jamaah shalat Isya’, saya memberikan ceramah agama dengan tema “Mari Bersedekah Dengan Doa”. Selama ini sedekah selalu dikaitkan dengan barang atau uang, tetapi saya menjelaskan bahwa berdoa untuk orang lain, khususnya para arwah leluhur merupakan bersedekah juga. Ada tiga hal yang saya sampaikan, yaitu:
Pertama, pada bulan puasa ini sudah sepatutnya jika kita bersyukur kepada Allah SWT. Bukankah doa kita, “Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan berkahilah kami di Bulan Sya’ban dan pertemukan kami dengan bulan Ramadlan”. Alhamdulillah kita dipertemukan Allah dengan bulan Sya’ban. Mengapa kita perlu bertemu dengan bulan puasa, sebab Allah akan melipatgandakan pahala atas ibadah yang kita lakukan. Shalat yang biasanya diberi pahala 27 derajat, maka pada bulan Puasa akan dinaikkan menjadi berpahala 700 kali atau 1000 kali. Masyaallah. Sebuah kebahagiaan kita dapat bertemu dengan bulan Ramadlan dan bahkan memohon kepada Allah agar dipertemukan lagi dengan bulan Ramadan tahun depan.
Mari kita niatkan dengan benar agar puasa kita diterima oleh Allah. Harus diakui bahwa ibadah puasa itu lebih berat, karena mengubah tradisi makan. Yang biasanya makan siang hari harus diubah malam hari. Seharian tidak boleh makan dan minum. Padahal kita semua harus bekerja di sawah atau ladang. Tetapi dengan niat yang sungguh-sungguh maka puasa dapat dilakukan dengan benar. Jangan niatnya itu “kalau kuat diteruskan kalau tidak kuat dibatalkan”. Jangan seperti itu niatnya. “Ya Allah kuatkan kami berpuasa untukmu hari ini dan seterusnya”. Melalui doa seperti ini insyaallah akan diijabah oleh Allah dan kita kuat melaksanakan puasa. Dan kita Yakini bahwa puasa kita diterima oleh Allah SWT. Kita harus khusnudh dhan kepada Allah. Jangan su’udh dhan. Harus berprasangka baik dan jangan uberprasangka jelek. Yakin Allah menerima puasa kita.
Kedua, bulan puasa adalah bukan Bahagia bagi kita semua. Tidak hanya yang hidup tetapi juga yang sudah wafat. Pada bulan puasa, kita banyak berdoa kepada Allah untuk diri kita, keluarga kita baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat, dan juga berdoa buat semua orang muslim dan mukmin. Oleh karena itu saya pesankan doa yang baik dengan membaca shalawat dan membaca surat al Fatihah. Dua kali dalam sehari pada waktu magrib dan shubuh. Ini merupakan sedekah kita kepada leluhur kita. Cba kita bayangkan jika ba’da magrib lalu kita bacakan Al Fatihah kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW, para istrinya, para putranya, para cucunya dan para sahabatnya. Maka semua akan mendapatkan syafaat bacaan Surat Al Fatihah.
Kita ini adalah dzurriyah Nabi Muhammad SAW. Bukan dzurriyah dalam konteks keturunan Nabi Muhammad SAW. Tanda-tanda fisik kita tidak menunjukkan kerutunan Nabi Muhammad SAW, tetapi kita adalah dzurriyah dari genealogi ilmu dan paham keagamaan Islam. Jangan ragu bahwa kita adalah anak cucu Nabi Muhammad SAW yang kelak akan berjumpa dengan Kanjeng rasul.
Lalu, bacaan Fatihah kepada Orang tua kita, kakek nenek kita, buyut dan canggah kita serta seluruh leluhur sampai Nabi Adam AS. Semua akan mendapatkan syafaat bacaan Al Fatihah yang kita lantunkan. Kemudian yang tidak kalah penting adalah bacaan Fatihah untuk keinginan dan tujuan hidup kita. Semua bacaan Fatihah itu dipastikan akan sampai kepada semua umat Islam. Kita berdoa, mereka berdoa untuk kita semua, maka di sinilah keagungan Islam untuk kehidupan umat manusia.
Ketiga, marilah kita jadikan bulan puasa untuk melakukan perenungan apa yang sudah baik kita lanjutkan dan kita tingkatkan dan apa yang belum baik kita perbaiki. Semoga Allah SWT akan menjadikan kita semua sebagai hambanya yang ahli taqwa.
Wallahu a’lam bi al shawab.