• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MARI MENJAWAB SALAM NON MUSLIM 

MARI MENJAWAB SALAM NON MUSLIM

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebelum kita mengaji Selasanan bakda Shubuh, marilah kita terlebih dahulu membaca shurat Alfatihah, ummul kitab, semoga dengan membaca ummul kitab ini, kita diberikan keselamatan, dan kebahagiaan di dalam kehidupan kita di dunia dan akhirat. Semoga juga kita diberikan keberkahan kesehatan, sehingga ibadah kita kepada Allah menjadi optimal sebagai bagian dari pengabdian kita kepada Allah SWT. Syaiun lillah lahum alfatihah…

Menjawab salam adalah urusan muamalah atau relasi sosial di antara umat manusia. Salam artinya adalah selamat. Jika kita mengucapkan salam berarti kita menyatakan “semoga keselamatan ada pada kalian” atau “semoga keselamatan ada pada kamu” atau “semoga keselamatan ada pada kita”. Jadi ucapan salam adalah ucapan terbaik, karena mengandung doa atau permohonan kepada Allah agar kita diselamatkan.

Ada banyak hadits Nabi Muhammad SAW yang menyatakan tentang salam atau menyebarkan keselamatan. Di antara hadits itu adalah: “anna rajulan sa’ala Rasulullah, “ayyul Islami khairun”, faqala: “tuth’imuth tho’am, wa taqraus salami ila man ‘arafta ma man lam ta’rif”. Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Arti secara umum adalah “sesungguhnya seseorang datang kepada Rasulullah dan bertanya, “manakah Islam yang baik itu? Lalu Rasul menjawab: “berikanlah makan, ucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan orang yang tidak kamu kenal”.

Kalau mengucapkan salam kepada orang Islam atau sesama muslim kiranya tidak ada masalah. Jawablah salam sebagaimana tuntutan Nabi Muhammad SAW. Jika seseorang mengucapkan assalamu alaikum, maka jawablah dengan lebih komplit “waalaikum salam warahmatullah, dan jika seorang muslim mengucapkan assalamu alaikum warahmatullah, maka jawablah dengan waalaikum salam warahmatullah wabaraktuh. Dan jika seorang muslim menyatakan “assalamu alaikum warahmatullah wabarakatuh, maka jawablah wa alaikum salam  warahmatullah wabarakatuh”. Untuk menjawab salam dari umat Islam sudah selesai. Artinya tidak ada problem mendasar di dalamnya. Jadi untuk menjawab ‘ala man ‘arafta” sudah clear and clean.

Tetapi ada problem terkait dengan bagaimana menjawab yang “wa man lam ta’rif”. Nabi meminta kita mengucapkannya juga kepada orang yang tidak kita kenal. Bisa jadi mereka adalah orang selain beragama Islam, misalnya  Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Di sinilah maka memunculkan problem bagaimana menjawab salam orang non muslim dan bagaimana mengucapkan salam bagi non muslim. Bagi masyarakat Indonesia, ucapan salam “assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh” itu sudah menjadi bahasa nasional. Artinya tidak lagi dikaitkan dengan apa agama mereka. Tidak Islam, Hindu, Buddha, Kristen, Katolik dan Konghucu juga mengucapkannya pada forum-forum resmi. Jika forum itu dihadiri oleh beraneka ragam umat beragama, maka ucapan salam itu telah menjadi tradisi. Hanya pada forum khusus agama, maka ucapan salam tidak dilakukan, misalnya forum Buddha saja atau Hindu saja, maka ucapan salam tidak dilakukan.

Dalam menjawab salam yang dikatakan oleh umat nonmuslim, maka pada ulama atau ahli fiqih bersepakat bagaimana dan apa jawabannya. Bahkan di dalam Riwayat juga diceritakan di kalangan ulama Syafi’iyah juga berbeda pendapat tentang tata cara menjawab salam bagi nonmuslim. Untuk menjawab salam bagi orang nonmuslim, berdasarkan kajian para ulama nyaris tidak ada perbedaan, karena dalilnya jelas. Tidak ada perbedaan tentang jawaban atas salam yang dikemukakan oleh nonmuslim. Jawabannya adalah “wa’alaikum”. Jadi di kala ada orang nonmuslim yang mengucapkan salam, meskipun dengan salam yang lengkap “assalamu ‘alaikum warahmatullahi wa barakatuhu”, maka jawabannya adalah “waalaikum”. Bisa juga “wa’alaikum salam”. Tetapi ulama ahli sunnah wal jamaah juga menyatakan seperti itu, tetapi tidak ditambah dengan “warahmatullah wa barakatuhu”. Sebab ungkapan “warahmatullahi wa barakatuhu” itu tentu khusus bagi umat Islam.

Tetapi juga ada peristiwa di mana seorang Yahudi mengucapkan “as samu ‘alaikum”  pada saat Nabi sedang bersama sahabat-sahabatnya. Maka Nabi Muhammad SAW juga menjawabnya dengan “waalaikum”.  As sam itu artinya: “celakalah kamu” atau binasalah kamu. Di sinilah Nabi Muhammad memberikan jawaban “juga celakalah kamu”. Sampai-sampai seorang sahabat Nabi Muhammad SAW akan melakukan tindakan kekerasan, tetapi Nabi Muhammad SAW melarangnya.

Tentang membalas salam kepada nonmuslim, maka terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Buchori dan Imam Muslim, yang bunyinya: “idza salama alaikum ahlul kitabi faqulu: wa’alaikum”. Yang artinya: “apabila ahli kitab mengucapkan salam kepada kalian, maka katakanlah ‘dan atas kalian” . Hadits ini memberikan penjelasan kepada kita bahwa Nabi Muhammad SAW mengajarkan agar di dalam menjawab salam dari nonmuslim (di dalam hadits ini hanya disebut ahlul kitab), maka dinyatakannya agar kita menjawab dengan “wa’alaikum”.

Ungkapan salam itu adalah ungkapan doa. Sebuah permohonan kepada Allah agar kita diselamatkan oleh Allah. Sebagai doa tentu salam itu sebaiknya dilakukan untuk sesama umat Islam. Jadi jika kepada umat nonmuslim, maka sebaiknya doa keselamatan kepada Allah itu tidak perlu disampaikan. Secara logika, bahwa kala ada orang yang mengucapkan yang baik, maka seharusnya juga dijawab dengan baik. Inilah prinsip Islam yang saya kira bisa menjadi pegangan bagi kita semua.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

RIHLAH BAHAGIA: FAMILY GATHERING ALA NGAJI BAHAGIA

RIHLAH BAHAGIA: FAMILY GATHERING ALA NGAJI BAHAGIA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Tidak didesain secara memadai, tetapi akhirnya keinginan jamaah Ngaji Bahagia untuk bersama-sama datang di Pondok Pesantren Ummul Qura di Seloliman akhirnya tercapai. Saya teringat pada waktu pengajian selasanan bakda shubuh ada usulan dari Pak Rusmin agar bisa bersama-sama pergi atau rihlah ke Mojokerto tepatnya di Pondok Pesantren yang diinsiasi atau digagas oleh Kyai Suyuthi warga Lotus Regency Ketintang Surabaya. Maka kemudian ditetapkan untuk pergi ke trawas itu pada hari Senin, 28/02/2022, bertepatan dengan libur Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Jam 6.30 WIB akhirnya rombongan berangkat menuju ke Seloliman. Ada yang melewati jalur jalan Tol dan exit di pintu keluar Gempol ke Trawas dan ada yang melewati tol dan exit di pintu keluar Krian ke Mojosari.

Di antara jamaah masjid dan peserta Ngaji Bahagia ini ada yang bersama keluarga dan ada yang sendirian. Maklum memang masing-masing memiliki kesibukan yang tidak bisa dikompromikan, sehingga memilih harus datang sendiri. Pak Rahmat Lubis, Pak Abdullah, Pak Sahid dan Pak Hardi datang sendiri, sementara itu, saya bersama keluarga dan anak dan cucu, Pak Bintara juga dengan istri dan anak-anak, demikian pula Pak Rusmin juga datang bersama keluarga. Sementara Mas Zamzam dan Mas Firdaus juga datang sendirian.

Ada rona bahagia, Pak Suyuthi dan Ibu Suyuthi ketika kita semua datang ke pondoknya. Ada rasa bahagia bertemu dengan sahabat Ngaji Bahagia di tempat Beliau di Pondok Ummul Qura, Desa Seloliman Trawas Mojokerto.

Waktunya memang dipilih yang bisa makan pagi bersama. Maka yang dipilih adalah makanan khas pedesaan. Ada nasi jagung, lauk ikan asin, menjeng, dadar jagung, sayur daun singkong, sayur batang lumbu, ikan teri sambal pedas, dan panggang ayam khas pedesaan. Ada di antara keluarga ini yang tidak pernah makan nasi jagung, sehingga memilih nasi putih, tetapi ada yang justru memilih menu nasi jagung. Bahkan Pak Rahmat yang aslinya dari Sumatera Utara, dan Pak Rusmin yang Makasar juga memakan nasi jagung. Kalau Pak Abdullah karena aslinya dari Madura maka tentu tidak asing dengan menu nasi jagung. Demikian pula saya dan keluarga. Asyik juga makan di pedesaan sambil mendengarkan gemericik air sungai di belakang pondok. Rasanya seperti penyatu dengan alam. Jadi teringat di masa kecil ketika makan di sawah bersama para pekerja saat tanam padi.

Saya akhirnya menjadi MC pada acara ini. Saya sampaikan bahwa pertemuan ini merupakan meeting yang hebat, sebab MC-nya saja professor. Tetapi Pak Rahmat lalu menimpali tetapi muridnya Ustadz Zamzam. Lalu kita tertawa serentak. Juga saya nyatakan ada di antara kita yang datang sendiri dan sekeluarga. Pak Abdullah ini datang sendiri. Tiba-tiba nyeletuk Pak Abdullah “tapi isteri saya satu lho Prof”. sambil yang lain menimpali: “1 A, 1 B, 1 C”. Dan kemudian semua tertawa. Gayeng. Pak Suyuthi lalu bercerita tentang bagaimana mendirikan pondoknya ini. Disampaikan bahwa pondoknya ini perlu pengelolaan yang berlanjut. Dulu sudah ada santrinya para anak yatim. Tetapi seirama dengan terjadinya Covid-19, maka mereka pulang ke rumah masing-masing. Moga tahun depan atau kalau Covid-19 sudah benar-benar landai semoga semuanya bisa kembali.

Diceritakan bahwa tanah untuk bangunan ini dibeli tahun 2010 pada saat Ustadz Suyuthi masih memiliki KBIH. Tanah ini semula tanah yang curam, sehingga ada kawan yang menyangsikan atas peluang untuk membangun bangunan. Tanah yang semula curam tersebut kemudian dibuat bangunan menjadi tiga lantai. Lantai atas adalah ruang tamu dan tempat tinggal kyai, lantai bawahnya (lantai 2) untuk ruang pertemuan dan kamar-kamar untuk tamu, dan lantai bawah (lantai 1) untuk kamar santri. Ruang pertemuan didesain sebagai ruang terbuka sehingga bisa melihat view persawahan dan ruang bawah adalah kamar-kamar santri yang menghadap persawahan. Pembangunan gedung dimulai tahun 2015 dan belum selesai secara utuh.

Di masa pandemic Covid-19, maka pondok ini dijadikan sebagai tempat pelatihan. Beberapa kali  dijadikan tempat training untuk tahfidz Qur’an, untuk pelatihan manajemen dan pelatihan guru-guru. Ada yang pernah selama satu bulan untuk pelatihan khusus menghafal Alqur’an dan ada yang hanya tiga hari saja. Diharapkan bahwa tempat ini akan dapat menjadi pusat pelatihan dalam berbagai event khususnya untuk pendalaman keagamaan.

Dilihat dari tempat, view dan lingkungannya memang sangat cocok untuk kegiatan yang menyatu dengan alam. Di depan kamar bawah ada sungai kecil yang airnya terus mengalir sepanjang tahun dan di bawahnya lagi juga terdapat sungai yang airnya juga terus mengalir. Suara air yang gemericik tentu sangat cocok untuk dijadikan sebagai tempat untuk uzlah atau menyendiri dalam rangka mengingat Allah lewat dzikir atau wirid yang terstruktur. Bagi yang suka melakukan kegiatan uzlah tentu sangat menantang.

Pak Sahid yang secara khusus saya minta untuk memberikan motivasi juga menyampaikan materi yang sangat menarik. Pak Sahid adalah trainer nasional dan memiliki pengalaman untuk melakukan training motivasi. Pak Sahid menyampaikan satu bahasan tentang bagaimana memanej kehidupan rumah tangga. “Mari kita start untuk menatap masa sekarang dan masa depan, jangan hanya mengingat masa lalu”. Diteruskan bahwa “kita hidup di masa sekarang dan akan datang dan bukan hidup di masa lalu”. Pak Sahid menyatakan: “untuk memanej kehidupan rumah tangga, sebenarnua cukup dengan tiga huruf saja, yaitu: ACI”. A artinya Agama harus menjadi pegangan bagi semua anggota rumah tangga. Kembalikan semua persoalan kepada agama. Jadikan agama sebagai pedoman di dalam kehidupan terutama dalam mengatur rumah tangga. C artinya Customer Focus, yaitu harus disadari bahwa kita adalah konsumen keluarga. Ayah adalah konsumen Ibu dan anak-anak. Ibu adalah konsumen ayah dan anak-anak. Dan anak-anak adalah konsumen ayah dan ibu. Maka semua harus focus untuk memberikan pelayanan optimal. Melalui pelayanan optimal, maka semua akan merasakan kepuasan. Semua harus focus pada keinginan untuk membahagiakan keluarga. Jika di rumah maka kita harus focus urusan rumah atau urusan keluarga. I adalah integritas atau kejujuran. Tidak ada dusta di antara anggota keluarga. Semua anggota keluarga harus menjadi satu kesatuan dalam menjalankan kejujuran ini.

Melalui tiga huruf “ACI” maka diharapkan agar tercipta suatu rumah tangga yang Sakinah, Mawaddah wa Rahmah. Amin.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

BETAPA INDAHNYA SHALAT: YA ALLAH SEHATKANLAH KAMI (BAGIAN KE DELAPAN)

BETAPA INDAHNYA SHALAT: YA ALLAH SEHATKANLAH KAMI (BAGIAN KE DELAPAN)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebelum memulai pengajian rutin selasanan bakda shubuh, marilah kita membaca shurat al fatihah, ummul Qur’an, semoga dengan membaca ummul kitab ini, maka kita akan selalu diberikan rasa tenteram, aman dan berbahagia serta dimudahkan seluruh urusan kita, baik di dunia maupun di akhirat.  Syaiun lillah lahum alfatihah…

Salah satu doa yang kita baca pada saat membaca doa di antara dua sujud adalah: “Wa’afini” atau dalam Bahasa Indonesia bisa diterjemahkan: “Ya Allah sehatkanlah kami” atau “Ya Allah berikan saya kesehatan”. Intinya kita memohon kepada Allah agar kita selalu diberikan kesehatan. Dengan kita sehat, maka kita akan bisa menjalankan amanah Gusti Allah untuk beribadah dan bekerja sesuai dengan tuntunannya. Pertanyaan dasarnya adalah “mengapa kita memohon kepada Allah agar sehat? Apakah penting untuk memohon kesehatan kepada Allah, bukankah urusan kesehatan itu urusan manusia semata dan Allah tidak terlibat di dalamnya?

Kesehatan memang urusan fisikal meskipun di dalamnya juga terkandung urusan kejiwaan. Badan sehat itu sangat penting sebab tanpa badan yang sehat,  maka kita tidak akan dapat berpikir sehat dan dipastikan bahwa kita tidak  akan dapat menikmati kehidupan yang sedang kita alami. Sehat merupakan kata kunci dalam kehidupan manusia di dunia. Tanpa kesehatan, maka hidup akan menjadi tidak bermakna. Ada pepatah Arab yang menyatakan: “hati yang sehat terletak pada fisik yang sehat. “qalbun salim fi jismin salim”. Hati yang sehat terletak pada fisik yang sehat. Jika hati kita berpeluang sehat, maka juga harus diberi peluang tubuh kita untuk sehat. Jika tubuh kita sakit juga peluangnya besar hati kita sakit. Coba perhatikan orang-orang yang mengeluhkan tentang kesehatannya.

Jika semakin tua usia, maka semakin banyak keluhan. Ada sakit maag, ada asam aurat, ada sakit jantung, ada sakit ginjal, ada sakit paru-paru dan rhematik. Keluhan itu bisa datang satu persatu bahkan ada yang komplikasi. Begitulah hukum Tuhan untuk manusia. Ketika muda sehat dan ketika semakin tua maka semakin banyak penyakit yang diderita. Ibarat mobil,  semakin tua mobil semakin banyak spare part yang harus diganti karena aus terpakai. Nah begitulah manusia. Semakin lama dipakai,  maka  semakin banyak yang aus dan perlu diobati. Di saat seperti ini, maka manusia akan menjadi betapa pertolongan Allah menjadi sangat penting. Di sinilah makna doa yang perlu dilantunkan. Bahkan sebenarnya bukan hanya yang usianya lanjut saja yang harus berdoa,  tetapi bagi yang masih muda juga sangat penting untuk berdoa. Mumpung masih baik kondisi tubuh, maka doa perlu sekali untuk dipanjatkan.

Tetapi yang penting bahwa manusia dilahirkan lalu menjadi muda lalu menjadi tua lalu meninggalkan dunia adalah hukum alam yang berlaku bagi semua yang memiliki kehidupan. Tidak hanya manusia tetapi juga hewan dan tumbuh-tumbuhan. Setiap yang hidup pasti ada ajal yang menunggunya. Lahir, hidup, mati, rezeki dan jodoh adalah takdir Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi ketika hidup diharapkan bahwa hidup dengan sehat, bekerja dengan sehat, berumah tangga dengan sehat, dan kemudian mati dalam keadaan khusnul khatimah. Allahumma amin.

Semua manusia menginginkan  hidup sehat, kaya dan bahagia. Tidak satupun manusia yang tidak menginginkan hal ini. Akan tetapi tidak semuanya bisa seperti ini. Ada yang kaya, ada yang miskin, ada yang bahagia. Juga  ada yang kaya bahagia, ada yang kaya tidak bahagia, ada yang miskin bahagia dan ada yang miskin sengsara. Semua sudah diatur dengan takdir Tuhan meskipun takdir ini masih bersifat takdir mu’allaq atau takdir yan tergantung kepada usaha manusia. Untuk ini manusia diminta untuk bekerja agar mendapatkan rezeki. Tidak boleh berpangku tangan untuk memperoleh rezeki. Dengan demikian, jika ingin memperoleh rezeki, maka satu persyaratannya adalah bekerja agar didapatkan rezeki yang sudah ditentukan oleh Allah. Tetapi di kala usaha sudah dilakukan dan ternyata rezeki tidak sebagaimana yang diharapkan, maka kita harus pasrah kepada Tuhan. Di dalam pepatah Inggris dinyatakan: “man proposes God disposes”. Yang artinya: “manusia merencanakan Tuhan yang menentukan”.

Di dalam aspek kesehatan, maka juga berlaku hukum yang sama. Manusia bisa berdoa sekuat tenaga, akan tetapi Tuhan yang menentukan hasilnya. Tetapi yang penting bahwa manusia diberikan instrument untuk berdoa dan memohon kepada Allah agar diberikan kesehatan yang prima, dan kita harus yakin bahwa Tuhan pasti mendengarkan doa kita. Di dalam salah satu hadits Nabi Muhammad SAW dinyatakan: “ana ‘inda dzanni abdi bi”, yang artinya: “Aku (Allah) itu berada di dalam persangkaan hambaku kepadaku”. Jadi kalau  kita meyakini doa kita dikabulkan Allah maka potensinya akan berhasil,  tetapi jika kita sendiri tidak yakin, maka peluang untuk keberhasilan doa kita juga kecil.

Itulah sebabnya, kita diminta untuk berdoa: “Allahumma inni as alukal ‘afwa wal ‘afiyah fid dini wad dunya wal akhirah”. Yang artinya: “Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepadamu ampunan dan kesehatan di dalam agama, dunia dan akhirat”. Coba kita simak doa ini, kita memohon kepada Allah ampunan bahkan kemaafan (dosa dihapus dan catatan dihapus), dan kesehatan di dalam agama, di dunia dan akhirat. Sehat dalam agama artinya kita beragama yang memberikan kerahmatan kepada seluruh alam, sehat di dunia artinya kita sehat dalam fisik dan jiwa dan juga sehat di akhirat artinya bisa memasuki kehidupan yang bahagia dengan bisa masuk ke dalam surganya Allah SWT.

Ya Allah kabulkan doa kita semua, agar kami semua bisa sehat di dalam menjalankan agama, sehat di dalam menapaki kehidupan dan juga memperoleh rahmat untuk bisa memasuki surgamu. Amin ya Rabbal alamin.

Wallahu a’lam bi al shawab. 

 

BETAPA INDAHNYA SHALAT: YA ALLAH AMPUNI KAMI (BAGIAN KETUJUH)

BETAPA INDAHNYA SHALAT: YA ALLAH AMPUNI KAMI (BAGIAN KETUJUH)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebelum memulai pengajian Selasanan bakda shubuh, marilah kita mulai terlebih dahulu dengan membaca shurat Alfatihah, semoga dengan keikhlasan hati kita membacanya maka kita akan diselamatkan oleh Allah dari semua marabahaya, kejelekan dan dosa dan bisa memperoleh kebahagiaan fid dini wadunya wal akhirah, syaiun lillah alfatihah…

Doa di antara dua sujud salah satunya adalah wa’afini, atau di dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan: “Ya Allah ampunilah kami” atau “Ya Allah ampunilah saya”. Mengapa kita harus mengungkapkan perkataan, “Ya Allah maafkan kami”. Dalam hal ini, apakah relevansinya dengan perbuatan yang kita lakukan. Jika ditilik dari teks Alhadits, maka dinyatakan bahwa: “al insanu mahalul khatha’i wan  nisyan” yang artinya: “manusia itu tempatnya kekhilafan  dan kelupaan”. Memang Allah menciptakan manusia dengan tingkat kesempurnaan yang tinggi, terutama terkait dengan inteligensinya. Dengan rational intelligent, emotional intelligent, social intelligent dan spiritual intelligent, sebagai indicator kesempurnaan Allah menciptakan manusia, namun satu hal penting manusia juga diciptakan dengan memiliki potensi melakukan kekhilafan dan kelupaan. Ini bagian dari hukum berpasangan yang Allah terapkan kepada manusia.

Sebagai instrument bagi manusia yang sering kali salah dan lupa, maka Allah memberikan cara kepada manusia untuk menghilangkan atau meminimalisasinya, dengan permohonan ampunan dan kemaafan kepada Allah. Sebuah instrument yang tidak rumit, yaitu selalu berdoa untuk memohon ampunan dan maaf dimaksud. Ucapan tersebut adalah astaghfirullah atau astaghfirullah al adhim atau wa’afini. Jika yang diucapkan adalah astaghfirullah maka yang dimaksud adalah “Ya Allah ampunilah kekhilafan kami” dan jika yang dibaca wa’afini maka yang dimaksud adalah: “Ya Allah maafkan kami”.

Menurut Prof. Nasaruddin Umar, bahwa ada perbedaan antara ampunan dan pemaafan. Maghfiroh dan afwun itu berbeda. Jika ampunan itu dosa atau kekhilafan kita dihapus oleh Allah tetapi catatannya masih ada. Jadi sewaktu-waktu masih bisa dibuka lagi. Sedangkan afwun itu dosa dan kekhilafan itu dihapus dan catatannya dihapus juga. Jadi sudah tidak ada jejak doa atau kekhilafan yang tercatat. Sama halnya dengan kita punya hutang, jika ampunan maka hutangnya dihapus tetapi catatan utang itu masih ada, sedangkan di dalam afwun itu hutang dihapus dan catatan hutang  dihapus juga. Sungguhlah bahagia orang yang dosanya dihapus dan catatan dosanya juga dihapus. Jadi nanti di saat hari penerimaan catatan kehidupan atau raport kehidupan diberikan, maka catatan dosa itu dihapus dan kita bisa menerima raport dengan tangan kanan. Dan itu pertanda surga akan diterima oleh hamba Allah tersebut.

Nabi Muhammad saw yang sudah dipastikan sebagai hamba Allah yang ma’shum atau tanpa dosa, tetap melantunkan istighfar kepada Allah ratusan kali dalam sehari. Ini Nabi Muhammad SAW. Maka  seharusnya kita harus melazimkan bacaan istighfar sebanyak-banyaknya. Pada setiap saat, setiap kesempatan dan setiap tempat.  Alangkah indahnya jika bisa seperti ini. Ya Allah berikan kami kemampuan untuk terus memohon ampunan kepadamu.

Allah adalah Dzat yang maha pengampun. “Innallaha ghafurur Rahim”, yang artinya kurang lebih “sesungguhnya Allah itu maha pengampun dan maha pengasih”. Tiada Dzat yang melebihi Allah SWT dalam memberikan ampunan kepada hambanya. Itulah sebabnya manusia mesti meminta ampunan dan maaf kepada Allah dengan sesungguhnya. Bukan permohonan yang semu dan pura-pura. Permohonan ampunan itu harus sungguh-sungguh dan ikhlas. Semoga dengan permohonan ampunan kepada Allah tersebut Allah mengabulkan doa dan permohonan kita, sehingga kita akan bisa menjadi hambanya yang bisa memasuki surganya karena keridlaan Allah SWT.

Di kalangan para ‘arif billah, maka ada tiga hal yang sangat penting di dalam kehidupan, yaitu bacaan kalimat tauhid: lailaha illallah, lalu membaca istighfar: “astaghfirullah”,  dan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW”. Ketika membaca la ilaha illallah maka tidak hanya menyebut asma atau namanya, tetapi yang penting justru maknanya. Ada sebuah ungkapan di kalangan ahli kaum arif billah: man abadal asma wal makna fahuwa mu’minun haqiqiyyun artinya “barang siapa yang menyebut nama Allah dan maknanya maka dia adalah orang mukmin hakiki”.

Kita ini beragama sesuai dengan kapasitas kita, bahkan beragama kita termasuk beragamanya  kaum awam. Tetapi saya kira tidak ada salahnya jika kita berada di dalam konteks mengamalkan tiga hal sebagaimana yang dilakukan oleh kaum ‘arif billah, yaitu membaca kalimat tauhid, membaca istighfar dan membaca shalawat. Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala ali sayyidina Muhammad”.  Kita berkeyakinan bahwa kalau kita sungguh-sungguh berusaha insyaallah bisa. Dan semoga kita menjadi bagian dari umat Islam yang memperoleh pengampunan dari Allah dan kita bisa memperoleh ridhanya Allah dan surganya Allah.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

BETAPA INDAHNYA SHALAT: BERIKAN KAMI PETUNJUK (BAGIAN KE ENAM)

BETAPA INDAHNYA SHALAT: BERIKAN KAMI PETUNJUK (BAGIAN KE ENAM)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebelum memulai ngaji selasanan bakda shubuh, marilah kita mulai dengan membaca shurat Alfatihah, semoga dengan membaca ummul kitab ini kita diberikan oleh Allah keberkahan di dalam hidup dan diselamatkan dari segala mara bahaya dan kesulitan di dalam kehidupan. syaiun lillah lahum alfatihah…

Di antara doa kita kepada Allah di dalam duduk di antara dua sujud adalah warhamni, yang di dalam Bahasa Indonesia bisa diartikan: “Ya Allah berikan kepada kami petunjuk” atau “berikan kepada saya petunjukmu”. Pertanyaannya adalah apakah sulit untuk mendapatkan petunjuk, maka jawabannya tidak sulit bagi Allah jika Allah berkehendak, dan juga tidak sulit bagi manusia untuk menerimanya jika memang terdapat potensi untuk memperoleh petunjuk. Jadi, ada yang memang mudah untuk memperoleh petunjuk dan ada yang sulit memperoleh petunjuk.

Di dalam sejarah Islam, maka dengan gamblang diceritakan bagaimana ada orang-orang yang hidup di dekat Nabi Muhammad SAW tetapi tidak bisa memperoleh petunjuk Allah SWT, dan ada orang yang beruntung memperoleh petunjuk Allah SWT. Yang diabadikan di dalam Riwayat Nabi Muhammad adalah pamanda Beliau, Abu Thalib, seorang petinggi Qurays, yang sangat dihormati oleh sukunya, pembela dan pelindung Nabi Muhammad SAW, yang ketika akan wafat dan diajari oleh Nabi untuk bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, “asyhadu anla ilaha illallah”, maka Abu Thalib menolaknya, sehingga Beliau wafat. Nabi Muhammad SAW menjadi gundah gulana, tidak hanya karena ditinggalkan pelindungnya akan tetapi juga karena Abu Thalib tidak mengindahkan permohonan Nabi Muhammad. Di tengah kegundahannya ini, maka Allah SWT menyatakan: “innaka la tahdi man ahbabta, walakinnallahu yahdi man yasya”, yang artinya kurang lebih: “sesungguhnya kamu (Muhammad) tidak dapat memberikan petunjuk kepada orang yang kamu cintai, tetapi Allah yang memberikan petunjuk kepada siapa yang dikehendaki”.

Kemudian ada juga yang diabadikan di dalam Alqur’an, shurat Allahab, yaitu pamanda Nabi yang bernama Abu Lahab. Paman Nabi yang satu ini luar biasa bencinya kepada Nabi Muhammad, dan seringkali ingin mencelakakannya. Pernah Nabi Muhammad SAW dijatuhi batu besar dari atas Ka’bah, tetapi untung Nabi Muhammad SAW selamat. Juga pernah akan dicelakakan ke dalam lubang, tetapi Nabi Muhammad SAW juga selamat. Di dalam surat Allahab (ayat 1-5) diceritakan: “binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia, Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan, kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka), dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar, di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal”.

Di dalam sejarah modern, juga didapatkan seputar cerita, bagaimana hudan atau petunjuk Allah swt itu bekerja. Ada orang yang mempelajari ilmu keislaman dengan tingkatan pembelajaran yang tuntas, memahami teks-teks klasik di dalam Islam, sangat fasih berbahasa Arab, hafal kitab-kitab klasik, dan penulis hebat di dalam ilmu keislaman dan sejarah agama-agama, namanya Annemarie Schimmel, tetapi beliau tidak memperoleh petunjuk Allah. Beliau mempelajari Islam sebagai pengetahuan dan bukan sebagai ajaran untuk diyakini kebenarannya dan diamalkan ajarannya. Ada banyak ahli ilmu ketimuran, atau Orientalisme yang mempelajari Islam tetapi bukan hendak dijadikan sebagai pedoman di dalam kehidupan, akan tetapi justru dijadikan sebagai bahan olok-olokan. Orang yang seperti ini dapat dinyatakan sebagai orang yang tidak memperoleh petunjuk Allah.

Tetapi ada juga yang kemudian memperoleh petunjuk Allah, yaitu orang yang melakukan kajian atas peristiwa masa lalu sebagaimana diceritakan di dalam Alqur’an dan kemudian menjadikannya sebagai jalan untuk memasuki keimanan dan keislaman, misalnya Fritjof Squon, Muhammad As’ad, Maurice Buchaille dan lain-lain. Khusus Maurice Buchaille menjadi meyakini kebenaran Islam setelah mengkaji mummi Fir’aun yang dinyatakan tenggelam di laut, dan ternyata di mulutnya terdapat garam yang sesuai dengan garam di dalam cerita tenggelamnya Fir’aun. Sebagaimana di dalam kisah di dalam Alqur’an, bahwa Fir’aun tenggelam di laut merah setelah mengejar Nabi Musa dan rombongannya untuk menyeberangi laut, dan kala Nabi Musa dan rombongannya sudah sampai di daratan dan Fir’aun dan tentaranya masih di tengah laut tiba-tiba laut kembali sebagaimana sedia kala dan tenggelamlah Fir’aun dan bala tentaranya. Alqur’an, shurat albaqarah, 50 menceritakan dengan terjemahan ayat ini adalah: “dan (ingatlah) Ketika kami membelah laut untukmu, sehingga kamu dapat kami selamatkan dan kami tenggelamkan (Fir’aun dan) pengikut-pengikut Fir’aun, sedangkan kamu menyaksikannya”.

Kita sungguh bersyukur kepada Allah SWT sebab pengetahuan agama kita yang pas-pasan saja, sementara kita juga tidak berada di Timur Tengah yang dekat dengan turunnya agama Islam, tetapi kita bisa menjadi umat Islam dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Kita selalu menjalankan perintah Allah SWT dan terus berusaha menjauhi larangannya. Saya yakin semua  ini adalah takdir atau ketentuan Allah kepada kita. Makanya, pantaslah kita berterima kasih kepada para penyebar Islam di bumi Nusantara ini di masa lalu, sebab merekalah yang menjadi washilah untuk menyambungkan kita dengan Nabi Muhammad SAW dalam rangka pengabdian kita kepada Allah SWT.

Jadi, makna doa wahdini tidak lain dan tidak bukan adalah agar kita yang sudah memperoleh petunjuk Allah ini akan selalu di dalam petunjuknya. Allahumma thawwil umurana, wa shahhih ajsadana, wa nawwir qulubana dan wa tsabbit imanana”. Amin.  Ya Allah panjangkan usia kami, dan sehatkan jasad kami, cahayailah hidup kami dan tetapkan (kuatkan)  keimanan kami”.

Wallahu a’lam bi al shawab.